Pemimpin Hong Kong Menolak Klarifikasi Mengapa Jurnalis Inggris Dipaksa Meninggalkan Tempat

HONG KONG – Pemimpin Hong Kong Carrie Lam pada 9 Oktober tidak akan menjelaskan mengapa pihak berwenang menolak perpanjangan visa kerja untuk seorang wartawan Inggris terkemuka, dalam kasus yang belum pernah terjadi sebelumnya yang telah mencoreng reputasi kota dan memicu kemarahan.

Victor Mallet, editor Asia untuk koran Financial Times, yang telah tinggal di Hong Kong selama dua tahun terakhir, diberitahu minggu lalu bahwa visa kerjanya tidak dapat diperbarui.

Dua bulan lalu, Mallet menyelenggarakan perbincangan makan siang di Hong Kong Foreign Correspondents Club (FCC) dengan seorang aktivis kemerdekaan, Andy Chan, yang dikritik keras oleh para pejabat Tiongkok dan Hong Kong.

FCC, salah satu klub pers terkemuka di Asia, yang telah menjadi tuan rumah bagi para pejabat Tiongkok dan Hong Kong di antara para pembicara terkemuka lainnya, mengatakan bahwa mereka tidak mendukung atau menentang pandangan para presenter, karena ia adalah sebuah lembaga yang memperjuangkan kebebasan berbicara untuk mengemukakan pendapat.

Pemimpin Hong Kong Carrie Lam, bagaimanapun, telah menangani kontroversi tersebut secara langsung untuk pertama kalinya, mengiringi pertanyaan apakah Mallet dihukum karena menerima Chan sebagai tamu dalam perbincangan.

Lam menolak menjelaskan mengapa Mallet telah berhasil dipaksa meninggalkan pusat keuangan Asia tersebut. Dia menegaskan kembali posisi untuk para pejabat senior lainnya bahwa pihak-pihak berwenang tidak akan mengomentari visa individu, dan bahwa keputusan tersebut telah sesuai dengan hukum dan keadaan-keadaan khusus dari kasus tersebut.

Hong Kong, bekas koloni Inggris, telah dikembalikan ke pemerintahan Tiongkok pada 1997 di tengah jaminan bahwa wilayah tersebut akan menikmati tingkat otonomi dan kebebasan tinggi di bawah formula “satu negara, dua sistem”.

Para kritikus mengatakan landscape hak asasi Hong Kong telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir di tengah serentetan kontroversi, termasuk memenjarakan para aktivis muda dan pembatalan-pembatalan untuk anggota-anggota parlemen pro-demokrasi dari legislatif.

KETIDAKPUASAN DIPLOMATIK TELAH MENYEBAR

Kasus Mallet menjadi preseden yang mengkhawatirkan dan “berisiko merusak kedudukan internasional bagi Hong Kong,” Maja Kocijancic, jurubicara Uni Eropa untuk urusan luar negeri dan kebijakan keamanan, mengatakan dalam sebuah pernyataan.

“Dengan tidak adanya penjelasan alternatif yang kredibel dari pihak berwenang, keputusan tersebut tampaknya bermotif politik dan karena itu menimbulkan keprihatinan serius tentang kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Hong Kong.”

Seorang juru bicara konsulat Australia di Hong Kong mengatakan kepada Reuters bahwa pihaknya khawatir, dan mendesak pemerintah Hong Kong untuk “melindungi kebebasan” sebagaimana diabadikan dalam Undang-undang Dasar.

Lam tidak akan menyebutkan secara khusus apakah wartawan-wartawan lain akan menghadapi konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan karena melaporkan topik-topik tentang kemerdekaan atau berbicara dengan aktivis-aktivis kemerdekaan.

“Saya minta maaf, saya tidak bisa mengatakan dengan tepat bagaimana seharusnya wartawan mengatakan, atau bertindak, atau mewawancarai …”

Mallet, yang berada di Hong Kong dengan visa turis yang berakhir pada 14 Oktober, berterima kasih kepada para pendukung, dari mulai jurnalis dan pengacara sampai masyarakat.

Lebih dari 10.000 orang telah menandatangani petisi online untuk pihak-pihak berwenang mengubah keputusan tersebut dan mengizinkan jurnalis tersebut bekerja di kota itu lagi.

“Saya sangat berterima kasih kepada semua orang yang telah menandatangani petisi ini, terutama dari Hong Kong, yang telah menjadi rumah bagi keluarga kami selama total lebih dari 7 tahun,” tulisnya di Facebook. (ran)

Rekomendasi video:

FBI Incar Peserta Program Spionase “Talenta Seribu” Tiongkok

https://www.youtube.com/watch?v=XgZwIDDcMig