Austria Menolak Tandatangani Pakta Migrasi Internasional

EpochTimesId — Pemerintah Austria mengatakan tidak akan menandatangani perjanjian global tentang migrasi terbaru. Mereka mengaku mengkhawatirkan kedaulatan nasional jika menandatangani perjanjian internasional tersebut.

Austria bergabung dengan negara tetangganya, Hungaria dalam menghindari perjanjian yang diperantarai Perserikatan Bangsa-Bangsa. Perjanjian yang secara resmi dikenal sebagai, ‘Global Compact for Safe, Orderly and Regular Migration’.

Kanselir Konservatif, Sebastian Kurz dan Wakil Kanselir Heinz-Christian Strache mengatakan Austria tidak akan menandatangani dokumen atau mengirim perwakilan resmi ke Maroko pada bulan Desember 2018, ketika perjanjian itu direncanakan akan ditandatangani, Kantor Berita Austria melaporkan.

Para anggota parlemen menyebutkan, alasan lainnya adalah kekhawatiran tentang kemungkinan meningkatnya migrasi legal dan ilegal di dunia.

“Ada beberapa poin yang kami lihat secara kritis dan di mana kami takut bahaya bagi kedaulatan nasional kami,” kata Kurz.

“Beberapa konten (perjanjian) diametrik terhadap posisi kami,” tambah Strache.

“Migrasi bukan dan tidak bisa menjadi hak asasi manusia,” kata Strache. “Tidak mungkin seseorang menerima hak untuk migrasi karena iklim atau kemiskinan.”

Kurz menjabat sejak Desember 2017, lalu sebagai bagian dari koalisi dengan Partai Kebebasan yang nasionalis. Negara ini saat ini memegang kepresidenan bergilir Uni Eropa, dan Kurz telah menjadikan isu membatasi imigrasi ilegal sebagai prioritas.

“Kebijakan migrasi kami, harus disusun sedemikian rupa sehingga rakyat akan dapat mendukungnya. Janji kebijakan telah memasukkan pembatasan bagi pengungsi dan menutup rute migran ke Eropa,” demikian bunyi perjanjian koalisi partai yang memerintah di Austria.

“Austria terus menawarkan setiap kesempatan untuk integrasi,” kata program pemerintah, menurut Bloomberg. “Mereka yang tidak mengambil peluang ini dan menolak integrasi harus menghadapi sanksi.”

Prajurit dari detasemen Eurocorps membawa bendera Uni Eropa di depan Parlemen Eropa di Strasbourg, Perancis timur pada 30 Juni 2014. (Patrick Hertzog/AFP/Getty Images/The Epoch Times)

Pada bulan Mei, Kurz mengumumkan kebijakan baru yang akan memungkinkan imigran mengakses manfaat yang lebih tinggi, hanya jika mereka menunjukkan keterampilan bahasa yang memadai.

“Aturan dasar yang akan kami perkenalkan adalah bahwa Jerman akan menjadi kunci untuk mengakses manfaat minimum penuh,” kata Kurz selama konferensi pers pada 28 Mei. “Itu berarti bahwa siapa pun yang memiliki keterampilan bahasa tidak cukup, tidak akan dapat mengklaim manfaat minimum.”

Perjanjian migrasi, yang tidak mengikat secara hukum, diselesaikan di bawah naungan PBB pada bulan Juli. Pakta itu akan secara resmi disetujui pada pertemuan di Marrakech, Maroko, mulai 11-12 Desember 2018.

Isu ini muncul setelah 193 negara anggota PBB mengadopsi Deklarasi New York untuk Pengungsi dan Migran pada 19 September 2016. Kesepakatan ini menyediakan kerangka kerja untuk memfasilitasi migrasi yang aman dan teratur secara global, dengan upaya untuk menangani migrasi secara holistik dan secara komprehensif.

Perjanjian itu juga menetapkan berbagai komitmen yang dapat ditindaklanjuti, yang mungkin dapat mempengaruhi legislasi dan pembuatan kebijakan untuk negara-negara anggota.

Pakta ini memiliki 23 tujuan yang berusaha meningkatkan kerja sama untuk mengelola migrasi, dan termasuk tujuan-tujuan seperti “memperkuat respon transnasional terhadap penyelundupan migran” dan “memerangi dan memberantas perdagangan orang dalam konteks migrasi internasional”.

Beberapa tujuan dari perjanjian itu, bagaimanapun, seperti “mengelola perbatasan secara terpadu, aman dan terkoordinasi”, telah ditentang dengan alasan seharusnya memberikan badan-badan trans-nasional suara yang berlebihan dalam bagaimana setiap negara yang berdaulat mengelola perbatasan mereka.

Amerika Serikat adalah negara pertama yang meninggalkan perjanjian itu pada bulan Desember 2017. Pemerintahan Donald Trump mengatakan bahwa perjanjian, yang diakui oleh pemerintahan Obama, tidak konsisten dengan kedaulatan nasional.

Nikki Haley, Duta Besar AS untuk PBB, mengatakan pada saat itu, “Amerika bangga dengan warisan imigran kami dan kepemimpinan moral kami yang sudah berjalan lama dalam memberikan dukungan kepada penduduk migran dan pengungsi di seluruh dunia.”

“Tetapi keputusan kami tentang kebijakan imigrasi harus selalu dibuat oleh rakyat Amerika dan negara Amerika saja. Kami akan memutuskan cara terbaik untuk mengendalikan perbatasan kami dan siapa yang akan diizinkan masuk ke negara kami,” kata Halley dalam sebuah pernyataan.

Mengikuti jejak Amerika Serikat, Hongaria mengumumkan penarikan diri mereka dari perjanjian itu pada 18 Juni 2018.

Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Hongaria, Péter Szijjártó mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa perjanjian itu, “Benar-benar bertentangan dengan kepentingan keamanan negara.”

“Masalah utama bagi kami adalah keamanan Hungaria dan orang-orang Hungaria,” kata Szijjártó dalam pernyataannya. “Menurut posisi pemerintah, Global Compact PBB untuk Migrasi, bertentangan dengan akal sehat dan juga dengan maksud untuk memulihkan keamanan Eropa.

“Hongaria tidak menganggap tujuan dan prinsip yang dideklarasikan oleh Pakta itu sebagai pedoman yang valid berkaitan dengan dirinya sendiri. Selain itu, dokumen itu tidak berurusan dengan hak asasi manusia yang benar-benar ada dari orang-orang yang tidak menginginkan apa pun selain untuk dapat hidup dalam damai dan keamanan di tanah air mereka sendiri,” katanya.

Szijjártó menambahkan bahwa meskipun premis mendasar dari perjanjian tersebut adalah “fenomena yang baik dan tidak dapat dihindari,” dokumen itu sendiri “berbahaya, ekstrimis, bias, dan (bermotif) dorongan untuk migrasi.”

“Ini bisa menjadi inspirasi bagi jutaan orang untuk meninggalkan kampung halaman dan negara mereka,” kata Péter Szijjártó.

Pada bulan Juli, Australia mengatakan tidak akan menandatangani kesepakatan migrasi global PBB jika tidak diubah. Menteri Imigrasi Australia, Peter Dutton mengatakan bahwa tidak ada kepentingan mendesak negara untuk menandatangani perjanjian.

Seorang juru bicara untuk menteri imigrasi mengatakan kepada The Australian pada 24 Juli bahwa Australia masih mempertimbangkan posisinya pada perjanjian dan akan merespon di akhir tahun. Peluang untuk meninggalkan Pakta itu sangat terbuka, jika diperlukan. (TOM OZIMEK/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://www.youtube.com/watch?v=JGc59EiEYwQ

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA