Polisi Thailand Tahan Pengusaha Diduga Terlibat Siaran Radio yang Mengungkap Penganiayaan di Tiongkok

Oleh Sunny Chao – Epoch Times

Epcohtimes.id- Pihak berwenang di Thailand merespon tekanan yang diklaim oleh rezim Komunis Tiongkok dengan menahan seorang pengusaha Taiwan.

Penahanan ini diduga keterlibatan warga Taiwan ini dengan stasiun radio yang bermarkas di AS. Radio ini menyiarkan berita tentang penganiayaan politik dan agama di Tiongkok.

Pada 22 November 2018, polisi di Bangkok menahan Chiang Yung-hsin, yang mengelola perusahaan di Taiwan yang berbasis lokal, karena membantu seorang teman menyewa sebuah kantor. Tempat ini sebagai peralatan yang digunakan untuk mengirimkan siaran frekuensi pendek program bahasa Mandarin ke daratan Tiongkok dari Chiang Mai, sebuah kota di Thailand Utara.

Radio Sound of Hope (SOH) adalah penyiaran nonprofit berbahasa Mandarin yang berbasis di San Francisco, Amerika Serikat.

Selain berita, kehidupan, dan budaya, siaran radio ini mencakup konten yang sebagian atau seluruhnya disensor di Tiongkok daratan oleh Partai Komunis Tiongkok.

Siaran paling menonjol dalam pelaporan SOH adalah penganiayaan Falun Gong yang dilakukan oleh Partai Komunis selama 19 tahun. Falun Gong adalah sebuah displin meditasi tradisional Tiongkok. Termasuk siaran tentang pihak berwenang di Tiongkok menekan penganut keyakinan agama yakni Muslim dan Nasrani.

SOH menyuarakan upaya pengacara dan rakyat Tiongkok yang mengajukan petisi kepada pihak berwenang terkait hak-hak sipil.

Tema-tema yang terkandung dalam siaran SOH menegaska sudut pandang mendalam tentang sejarah dan budaya Tiongkok yang tidak sesuai dengan narasi ideologi Partai Komunis Tiongkok.

Chairman SOH, Zeng Yong mengatakan polisi Thailand secara tegas mengatakan kepada Chiang bahwa dia ditangkap karena tekanan dari rezim Tiongkok.

“PKT [Partai Komunis Tiongkok] takut akan siaran kami, sehingga telah menekan negara-negara di sekitarnya untuk mengganggu stasiun radio kami,” kata Zeng kepada Epoch Times versi bahasa mandarin.

SOH telah mengudara di Thailand selama hampir dua tahun. Namun pada Agustus lalu, polisi Thailand, yang bertindak di bawah tekanan dari Partai Komunis Tiongkok, mulai membatasi operasi penyiaran dan menyita peralatan Radio.

Zeng mengatakan Chiang dibebaskan dengan jaminan setelah tiga hari ditahan, tetapi masih dipantau oleh pihak berwenang. Paspornya disita dan dia tidak dapat meninggalkan Thailand. “Kami sangat prihatin dengan situasi Chiang,” kata Zeng.

“Dia tidak melakukan kesalahan apa pun, Kami tidak mengancam kepentingan Thailand,” tambahnya.

“Thailand adalah negara demokrasi, dan kami berharap itu tidak menyerah pada intimidasi PKT dengan mengorbankan kedaulatannya untuk membantu rezim otoriter,” jelasnya.

Stasiun radio SOH di Chiang Mai,kata Zeng, tidak melanggar hukum setempat. Bahkan membantu menahan penindasan sistematis terhadap kebebasan berbicara dari Partai Komunis. Zeng mengatakan terlepas dari upaya PKT melakukan intimidasi, siaran SOH dapat diterima di semua bagian Tiongkok.

Pengacara hak asasi manusia berbasis di New York, AS, Ye Ning mengatakan SOH didirikan sebagian dengan misi penegakan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang menjamin kebebasan berekspresi, opini, dan pers. Deklarasi itu diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948.

Ye mengatakan kepada The Epoch Times bahwa SOH tidak mendorong terorisme atau kegiatan kriminal lainnya, dan memiliki hak untuk beroperasi di Thailand.

Chiang hanya membantu seorang teman menyewa tempat, kata Ye, sehingga SOH dapat memberikan audiens daratan Tiongkok dengan berita tanpa sensor yang tidak tersedia di bawah pengontrolan ketat oleh Partai Komunis.

Ye mengatakan bahwa dengan menyerah pada tekanan PKT, otoritas Thailand merusak kedaulatan dan integritas bangsa. Apalagi, Thailand adalah sekutu kuat Amerika Serikat di Asia Tenggara dan tidak boleh membiarkan dirinya dipersenjatai kuat oleh rezim komunis totaliter.

“Pemerintah Thailand harus memahami bahwa ia memperoleh dukungan AS, dan itu tidak perlu melakukan hal-hal sesuai dengan keinginan Beijing,” ungkapnya. (asr)

Liang Xin dan Xiao Lusheng berkontribusi pada laporan ini.