Aksi Massa di Malaysia Tolak Ratifikasi Konvensi PBB Tentang Diskriminasi Rasial

Isabel Van Brugen

Epochtimes.id- Puluhan ribu orang turun ke jalan-jalan di Kuala Lumpur pada 8 Desember 2018. Aksi ini sebagai bentuk merayakan Pemerintahan Malaysia yang belum meratifikasi konvensi PBB tentang penghapusan diskriminasi rasial. Aksi ini mengukuhkan supremasi Melayu-Islam di Malaysia.

Aksi protes yang menjadi aksi ‘tasyaukuran’ diberi lampu hijau dilanjutkan oleh Balai Kota Kuala Lumpur pekan lalu, setelah pemerintah Pakatan Harapan (PH) memutuskan tidak menandatangani Konvensi Internasional PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (ICERD) bulan lalu.

ICERD (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination) disetujui oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1965. PBB meminta para penandatangannya mengambil langkah-langkah untuk menghapus diskriminasi rasial di negara mereka berdasarkan ras, warna kulit, keturunan, kebangsaan, atau asal etnis.

Acara yang digelar di pusat kota di Lapangan Merdeka, sebagai unjuk rasa terbesar sejak perdana menteri Malaysia Mahathir Mohamad kembali berkuasa Mei lalu.

Menurut angka kepolisian, lebih dari 55.000 massa diperkirakan berpartisipasi dalam perayaan. Angka resmi itu hanya di atas sepersepuluh dari estimasi awal penyelenggara 500.000 peserta.

Perkiraan massa versi partai-partai oposisi; 300.000 dari Parti Islam Se-Malaysia (PAS), 200.000 dari Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), dan sekitar 50.000 dari organisasi masyarakat sipil.

Aksi protes itu didukung oleh partai-partai oposisi utama Malaysia yang mengharapkan PH menandatangani konvensi. PH telah berjanji dalam manifesto pemilihannya untuk mereformasi hak asasi manusia di Malaysia dan meratifikasi konvensi internasional yang relevan disahkan oleh badan dunia.

Saat berbicara di Majelis Umum PBB pada 28 September 2018, Mahathir mengatakan Malaysia akan berkomitmen untuk meratifikasi “instrumen inti PBB yang terkait dengan perlindungan hak asasi manusia.”

Namun demikian, pada 23 November 2018, pemerintah akhirnya di bawah tekanan dari organisasi dan masyarakat Melayu dan Muslim, khawatir ketika meratifikasi piagam itu akan membahayakan hak-hak Melayu yang dijamin oleh Konstitusi federal.

Banyak yang menyuarakan bahwa konvensi ini hanya menggerus posisi Islam dan Melayu di negara itu, dengan demonstrasi anti-ICERD sebelumnya menarik ribuan orang.

Awalnya diselenggarakan sebagai protes terhadap pemerintah untuk menandatangani piagam konvensi PBB. Namun demikian, aksi massa diganti menjadi aksi menunjukkan rasa terima kasih kepada pemerintah.

Mengenakan T-shirt putih, para demonstran anti-ICERD berkumpul sejak dini hari pada 8 Desember 2018. Acara digelar dengan berbaris dari sejumlah lokasi di ibukota, termasuk Masjid Jamek, Sogo Shopping centre, dan Masjid Nasional.

Menandai awal acara, para demonstran menyanyikan lagu kebangsaan, Negaraku, di Lapangan Merdeka. Di antara mereka yang hadir adalah presiden PAS Abdul Hadi Awang, Presiden UMNO Ahmad Zahid Hamidi, dan mantan Perdana Menteri Najib Razak dan istrinya, Rosmah Mansor.

Sejumlah selebriti turut terlihat termasuk pembawa acara televisi Azwan Ali, penyanyi Datuk Hattan, komedian Abon, dan aktor Mustapha Kamal.

Malaysia adalah negara yang belum meratifikasi enam dari sembilan konvensi hak asasi manusia internasional PBB, termasuk ICERD, dan merupakan salah satu dari 14 negara di dunia yang belum meratifikasi piagam tersebut, di samping negara-negara seperti Myanmar, Sudan Selatan, dan Korea Utara.

Mahathir sebelumnya mengatakan bahwa meratifikasi ICERD akan menjadi proses yang kompleks. Pasalnya, ratifikasi ini tidak dapat dilakukan tanpa mengubah Pasal 153 Konstitusi, yang akan membutuhkan dua pertiga mayoritas parlemen – yang saat ini tidak dimiliki oleh pemerintah.

Keputusan pemerintah ini telah menimbulkan keprihatinan atas kemungkinan Malaysia meratifikasi konvensi lain seperti Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan Konvensi Melawan Penyiksaan. (asr)