Peraih Nobel Kembali ke Irak, Berjanji Usahakan Perdamaian

Epochtimes.id- Aktivis Irak Nadia Murad bertemu dengan presiden negaranya di Baghdad, setelah menerima Hadiah Nobel Perdamaian atas pembelaannya terhadap korban kekerasan seksual pada masa perang.

Murad adalah seorang anggota minoritas Irak Yazidi. Dia adalah salah satu antara ribuan perempuan dan gadis yang ditangkap dan dipaksa menjadi budak seksual oleh militan Daesh atau ISIS pada tahun 2014.

Murad kemudian menjadi aktivis atas pembelaan terhadap wanita setelah dia melarikan diri dan mencari perlindungan di Jerman.

Dia tiba di Baghdad dari Stockholm pada Rabu (12/12/2018). Murad diterima oleh Presiden Irak, Barham Salih.

“Tidak ada artinya hadiah Nobel tanpa usaha demi perdamaian,” kata Murad kepada sekelompok pemimpin masyarakat dan duta besar perwakilan negara asing di istana kepresidenan.

Yazidi adalah pengikut dari keyajinan lokal yang dinilai agama palsu dan penyembah iblis oleh ekstremis.

Ketika kelompok Daesh memasuki Irak utara pada tahun 2014, militan membantai ribuan orang Yazidi dan memperbudak sekitar 7.000 wanita dan gadis.

Banyak orang Yazidi lainnya berhasil melarikan diri saat pasukan Irak yang didukung AS secara bertahap mengusir militan dari semua wilayah yang pernah mereka kuasai. Selama kampanye 3 tahun yang melelahkan, sekitar 3.000 perempuan dan gadis Yazidi hingga kini masih hilang.

Murad meminta pemerintah Irak dan koalisi pimpinan AS agar mencari orang-orang yang hilang. Dia juga meminta pemerintah untuk membangun kembali kota kelahirannya yakni Sinjar.

Kini lebih dari 80 persen warga Yazidi masih tinggal di kamp-kamp pengungsian.

Saat pidato menerima Nobel Perdamaian pada Senin lalu, Murad mendesak para pemimpin dunia untuk mengakhiri kekerasan seksual dengan mengatakan “satu-satunya hadiah di dunia yang dapat mengembalikan martabat kita adalah keadilan dan penuntutan para penjahat.”

Presiden Irak mengatakan Murad mewakili keberanian dan tekad pembelaan hak terhadap penindas.

“Yazidi telah mengalami “keji dan kejahatan langka dalam sejarah,” kata Salih. Presiden Irak pun meminta kepada parlemen agar mengesahkan Undang-Undang yang mengakuinya sebagai genosida.

Murad kemudian bertemu dengan Hadi al-Amiri dan Falih al-Fayadh, pemimpin tertinggi dari milisi Popular Mobilization Irak, yang memainkan peran kunci dalam perang melawan IS.

Ketika Murad menerima Nobel Perdamaian di Oslo, Irak merayakan ulang tahun kemenangan atas ISIS. Akan tetapi, ISIS masih melakukan serangan sporadis dan mengontrol daerah kantong terpencil tepat di seberang perbatasan di Suriah.

Perang meninggalkan puluhan ribu orang tewas, dan menghancurkan seluruh lingkungan dan kota. Sekitar 1,8 juta orang masih mengungsi dari rumah mereka. (asr)

Sumber : Arabnews.com