Aksi Bela Muslim Uighur di Kedubes RRT, HMI Kutuk Keras Kebiadaban dan Kekejaman yang Dialami Uighur

Epochtimes.id-  Sejumlah Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) mendatangi kantor Kedutaan Besar RRT di Jalan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (18/12/2018). HMI mengutuk kerasa kekejaman dan kebiadaban yang dialami oleh Muslim Uighur di Tiongkok.

Selain itu, PB HMI telah mengeluarkan instruksi kepada seluruh HMI se-Indonesia agar melakukan protes terhadap penindasan yang dilakukan terhadap Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, Tiongkok secara serentak di Seluruh Indonesia.  Surat ini ditandatangi oleh Ketua Umum PB HMI Respiratori Saddam Al-Jihad.

PB HMI menyatakan penindasan yang dilakukan oleh rezim Tiongkok malah memicu konflik dan perlawanan dari Muslim Uyghur, sehingga pemerintahan berkuasa memerangi mereka dengan dalih yang dikenal dengan “three evil forces’: religious extremism, separatism and terrorism”.

Bahkan, Kehidupan umat Islam di negara penganut paham komunis tersebut, tidaklah seleluasa saudara-saudaranya di belahan dunia lainnya. Parahnya lagi, Partai Komunis Cina dalam konstitusinya pada 1931 menyatakan ‘kemerdekaan melawan agama.’

Menurut PB HMI, sejak dulu, umat Islam Uighur selalu mengalami penindasan dari pemerintahan Tiongkok. Beberapa kali mereka ditekan keras dan dimusuhi. Sebagai kelompok minoritas, bangsa Uighur kerap kali harus mengalami perlakuan diskriminatif, baik dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya maupun dalam menjalankan ibadah sehari-hari, hal ini dikarenakan proses “pemarjinalan” agama dalam sistem komunisme yang diterapkan oleh pemerintah.

Tak hanya itu, rezim yang berkuasai dinilai sudah sejak lama berusaha melucuti ke-Islaman Uighur lewat penerbitan berbagai undang-undang, dokumen resmi, dan peraturan lainnya, yang melucuti agama dan membatasi aktifitas beragama.

PB HMI menyesalkan, Pemerintah berkuasa membuat daftar para pemimpin separatis Uighur dan menyerahkannya pada dunia internasional dengan tuduhan sebagai ‘teroris Islam’, yang terkait langsung dengan rezim terguling Talib di Afghanistan dan jaringan Al Qaeda pimpinan Usamah bin Ladin.

Atas dasar itulah, umat Islam mengadakan berbagai bentuk perlawanan, sebagai respon atas perlakuan, penindasan dari pemerintah, yang dirasa sangat tidak adil serta merugikan muslim Uighur, dan bagaimana pemerintah berusaha untuk meredam perlawanan mereka dengan brutal, dan menganggapnya sebagai ancaman.

Sehingga, terang PB HMI, menimbulkan korban yang tidak sedikit,  kerusakan hebat pada kehidupan Muslim. Sebenarnya, jelas PB HMI, Muslim Uighur tidak ingin memisahkan diri dari negara Tiongkok jika pemerintah  memberikan jaminan keamanan dan hak untuk beragama.

Puncak kekejaman terhadap umat Islam dalam sejarah terjadi pada masa Revolusi Kebudayaan berlangsung di Tiongkok. Sejak saat itu larangan terhadap agama-agama, resmi diberlakukan.

“Berbagai sarana peribadatan Muslim banyak yang dihancurkan dan sebagian lagi diambil alih oleh pemerintah. Tidak sedikit umat Islam yang dibunuh dengan kejam karena tidak mau mengingkari keimanannya,” demikian pernyataan PB HMI.

Selain represif dalam tindakan, rezim berkuasa mengawasi berbagai kegiatan dengan ketat yang dilakukan oleh muslim Uighur. Misalnya, soal penggunaan internet (pengaksesan berita) dan lain-lain sehingga masyarakat sedikit sekali mengetahui informasi, apalagi masyarakat yang ada di luar negara mereka. Bahkan sampe 1.1 juta intelijen secara khusus ditugaskan tinggal bersama muslim Uyghur.

Sampai 2018 PBB mengalami kesulitan atau bahkan abai dalam menyikapi penindasan dan pelanggaran HAM di Uyghur dikarenakan adanya kontrol yang sangat tertutup dari pemerintah lokal. Lembaga Amnesty International menyimpulkan adanya ancaman dan tekanan yang begitu sistematis dari pemerintah terhadap muslim Uighur.

Bahkan, PB HMI menyatakan PBB melalui Komite untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial “Committee on the Elimination of Racial Discrimination” (CERD Committee) menyatakan kekhawatiran tentang laporan penahanan massal Uighur yang sewenang-wenang, berkepanjangan, tidak komunikatif dan manusia terhadap minoritas Muslim lainnya dengan dalih terorisme dan ekstremisme agama.

Mengutip dari Gay McDougall Wakil ketua Committee on the Elimination of Racial Discrimination terdapat dua juta orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya dipaksa masuk ke “kamp-kamp politik pemerintahan Tiongkok” dengan dalih untuk melakukan indoktrinasi dan penanaman nasionalisme.

“Adanya banyak laporan hasil investigasi dan temuan mengenai penindasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah China terhadap muslim Uyghur seharusnya dalam hal ini seluruh negara-negara yang mayoritas penduduknya Ilam melakukan tekanan kepada pemerintahan Tiongkok untuk segera mengakhiri penindasan terhadap Muslim Uighur,” demikian PB HMI.

Oleh karena itu, PB HMI menyerukan pemerintahan berkuasa menyudahi konflik Uighur serta harus harus menjamin hak-hak Muslim termasuk dalam hal kemerdekaan beragama serta bagian dari Hak Azasi Manusia.

Selain dari itu, Sebagai perwujudan dari persaudaraan Universal (Universal Brotherhood) dan Ukhuwah Islamiyah maka Pengurus Besar Mahasiswa Islam (PB-HMI) menghimbau kepada pemerintah Indonesia dan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam untuk bersatu melakukan tekanan kepada pemerintah Tiongkok untuk segera menyudahi kekejaman dan penindasan kepada Muslim Uighur.

“Jika pemerintah China tidak segera mengakhiri penindasan kepada muslim Uyghur maka PB-HMI mendesak kepada pemerintahan China untuk segera angkat kaki dari bumi Indonesia. Karena di Indonesia tidak ada tempat untuk negara penindas Muslim dan pelanggar HAM,” demikian peringatan PB HMI  disampaikan Sekjen PB HMI, Nayla Fitria di sela-sela orasinya.

“Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menghimbau kepada pengurus Badan Kordinasi, Cabang dan komisariat serta keluarga besar HMI seluruh Indonesia untuk melakukan aksi serempak turun kejalan serta melakukan boikot terhadap semua produk china di seluruh Indonesia,” tegasnya. (asr)