Teror kepada KPK, LBH Jakarta : Ancaman Serius Bagi masa Depan Gerakan Pemberantasan Korupsi

Epochtimes.id- LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Jakarta mengecam dan mengutuk keras tindakan serangan dan teror kepada Pimpinan KPK, yang dalam hal ini ditujukan kepada Laode M Syarif dan Agus Rahardjo di kediaman mereka masing-masing.

Serangan dan teror seperti ini tentunya merupakan ancaman serius bagi masa depan gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia.

LBH Jakarta dalam rilisnya menegaskan, meskipun Presiden Jokowi sudah memerintahkan agar pelaku segera dicari dan pihak Kepolisian telah mengerahkan Densus 88 dalam kasus ini, jaminan pengungkapan kasus masih harus dipertanyakan.

Menurut LBH Jakarta, pengumpulan sejumlah barang bukti seperti pecahan botol, bekas asap, atau bekas api serta meningkatkan keamanan di sekitar kediaman para Pimpinan KPK tidaklah cukup.

“Pelaku lapangan hingga aktor-aktor kunci yang terlibat harus ditemukan dan dibawa ke proses peradilan untuk pertanggungjawaban,” tegas LBH Jakarta dalam rilsinya, (11/1/2019).

Jika tak serius melindungi KPK, publik akan kembali mencibir komitmen pemerintah terutama kepolisian dalam mengawal agenda pemberantasan korupsi. Serangan dan teror seperti ini, jelas-jelas bagian dari upaya pelemahan KPK sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi.

Pelemahan KPK melalui serangan dan teror seperti ini bukanlah yang pertama kali. Berdasarkan catatan Wadah Pegawai KPK, serangan terhadap dua pimpinan KPK beberapa hari yang lalu adalah serangan ke 9 ke KPK.

Sebelumnya pada tahun 2015 pernah ada Penyidik KPK, Afif Julian Miftah yang juga pernah diteror bom di rumahnya di daerah Bekasi Selatan. Tidak hanya itu, Bambang Widjojanto mantan Pimpinan KPK juga pernah mendapatkan ancaman pembunuhan pada tahun 2015.

Hingga kemudian pada tahun 2017, ancaman teror fisik itu semakin menjadi-jadi dengan adanya serangan dan percobaan pembunuhan kepada Novel Baswedan dengan menggunakan air keras, yang menyebabkan sebelah penglihatan Novel Baswedan mengalami kebutaan.

Tampak bahwa serangan fisik kepada Pimpinan dan Pegawai KPK dari tahun ke tahun memiliki pola yang sama: adanya pembuntutan oleh pihak tertentu, dijalankan oleh eksekutor lapangan, menggunakan barang dan bahan teror keras, dan dilakukan di ruang paling personal sang korban. Besar kemungkinan pola-pola seperti ini menandakan bahwa pelaku teror masih sama dan terkait dengan kejadian teror-teror sebelumnya.

Namun sayangnya, ancaman dan serangan fisik terhadap para Pimpinan dan Pegawai KPK tersebut tidak mendapatkan perhatian serius dari Kepolisian maupun Pemerintah Indonesia.

Tak terungkapnya pelaku penyerangan Novel Baswedan hingga mendekati 2 tahun lamanya misalnya, adalah buntut dari kebuntuan Kepolisian dan absennya political will dari Presiden untuk membentuk tim independen pencari fakta.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta beranggapan bahwa perlakuan teror yang terus menerus diterima para personel KPK sendiri pada dasarnya merupakan pelanggaran terhadap hak konstitusi untuk bebas dari rasa takut yang telah diatur dalam Pasal 28G ayat (1) Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945.
Untuk itu, dalam menyikapi permasalahan serangan dan teror terhadap Pimpinan serta Pegawai KPK yang terus menerus bergulir hingga hari ini, LBH Jakarta menuntut agar:

1. Kepolisian RI tegas, cepat, tangkas, dan profesional dalam menjalankan tugasnya secara konkrit, dalam hal menemukan dan menangkap para aktor pelaku penyerangan dan teror terhadap Pimpinan dan Para Pegawai KPK;

2. Presiden RI Joko Widodo tegas, sungguh-sungguh dan tidak membual dalam mengusut dan menindak para pelaku serangan dan teror terhadap Pimpinan dan Pegawai KPK, salah satunya adalah dengan mengusut tuntas kasus serangan terhadap Novel Baswedan, dengan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta;

3. Pimpinan dan seluruh elemen KPK untuk tidak gentar sedikitpun terhadap segala bentuk upaya pelemahan dan serangan terhadap upaya pemberantasan korupsi;

4. Menyerukan kepada seluruh masyarakat sipil untuk terus bersolidaritas dan mendukung kerja-kerja KPK dengan membentuk konsolidasi dan kembali memperkuat KPK, agar KPK tidak tergerus oleh pelemahan-pelemahan yang dilakukan terhadapnya, karena terganggunya kerja-kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK, akan berdampak langsung kepada kesejahteraan masyarakat.

(asr)