Menyanyi dan Menari di Kamp Konsentrasi Uighur?

Yang Ning

Baru-baru ini, pemerintah provinsi Xinjiang tidak hanya mengundang para dubes dan perwakilan dari 12 negara seperti Indonesia, Pakistan,  India, Kazakhstan, Rusia dan lain-lain untuk berkunjung ke Xinjiang, juga mengijinkan sejumlah media massa asing seperti Reuters dan lain-lain untuk meliput tiga unit ‘kamp penataran’ yang sarat akan kritik internasional di daerah Kashgar, Hotan dan Karakax. Komunis Tiongkok memiliki agenda menunjukkan kepada para wartawan situasi yang berbeda pada kamp tersebut dengan yang diberitakan sebelumnya oleh media asing.

Menurut media asing tahun lalu, jutaan warga minoritas Xinjiang disekap di ‘kamp penataran (baca: Kamp Konsentrasi)’ yang berkondisi sangat buruk itu, di sana mereka didoktrin dan sejumlah tawanan mengalami siksaan, bahkan ada yang tewas dan hilang.

Terhadap masalah ini, PBB dan negara Barat melontarkan kecaman keras, para anggota Kongres AS bahkan ada yang mengusulkan agar diberlakukan sanksi terhadap pemimpin tertinggi Xinjiang Sekprov Komunis Tiongkok Xinjiang yakni Chen Quanguo beserta seluruh pejabat terkait, dan juga perusahaan yang terlibat. Jelas ini merupakan ‘show’ yang diatur sedemikian rupa oleh komunis tiongkok untuk meredam opini negatif internasional dan mendistorsi pandangan pihak asing.

Mengutip pemberitaan Reuters, VoA menyebutkan bahwa di ruang kelas tempat wartawan diijinkan meliput, kerap terlihat para peserta penataran bernyanyi dan menari. Di sebuah ruangan, peserta menyanyikan lagu “If You’re Happy Clap Your Hands”, ini adalah pengaturan yang sengaja dilakukan dalam rangka kunjungan para wartawan.

BACA JUGA : Kisah Jurnalis Muslimah Uighur Tentang Penghilangan Paksa Keluarganya dan Berjuang Demi Keadilan

Wartawan juga dipandu oleh pejabat RRT melihat kelas memasak, melukis, tata rambut dan lain-lain, juga diajak melihat asrama para peserta penataran.

Sejumlah peserta penataran melakukan wawancara singkat dengan wartawan dengan didampingi oleh pejabat RRT, semua yang diwawancarai mengaku mereka datang ke pusat penataran ini atas kemauan sendiri, jawaban mereka sangat senada dengan propaganda “de-ekstrimisasi” yang dikatakan komunis tiongkok.

Seorang peserta yang bernama Pazalaibutuyi berkata, “Sekarang Anda telah melihat kondisi pembinaan kami disini. Kami semua merasa ada masalah pada diri kami, kebetulan partai dan pemerintah memberikan anggaran negara menyediakan sekolah gratis seperti ini bagi kami.”

“Kami merasa ini adalah bentuk perhatian partai dan pemerintah pada kami, kami datang atas kemauan sendiri. Jadi… kami sangat bebas,” tambahnya.

BACA JUGA : Upaya-upaya Tiongkok Hindari Inspeksi Internasional Tentang Penahanan Muslim Uighur

Seorang peserta lain yang bernama Ruzi Memeti mengatakan, “Kami tidak butuh ponsel. Kapan pun kami ingin menelepon keluarga kami, asrama akan mengatur kami untuk menelepon. Jika kami membawa ponsel, akan memengaruhi proses belajar kami, jadi kami disini tidak menggunakan ponsel.”

Benarkah mereka sangat bebas? Yang dengan sukarela menerima pencucian otak? Mereka setiap hari menyanyi dan menari? Dan tidak membutuhkan ponsel?

Sejarah Kamp Konsentrasi Ala Nazi Berulang Tidak Hanya di Uighur

Siapakah yang percaya pada ‘kebahagiaan’ semu yang direkayasa Komunis Tiongkok ini? Ini hanya semakin mengungkap Komunis Tiongkok yang nampak garang namun sebenarnya lemah. Hanya untuk menutupi kebohongan ini, agar tidak dikenakan sanksi, terpaksa membuat rekayasa seperti ini.

Sebenarnya, aksi pemolesan seperti ini bukan pertama kali dilakukan Komunis Tiongkok. Selama hampir 20 tahun menindas Falun Gong, Komunsi Tiongkok juga telah berkali-kali menggunakan cara ini.

Sebagai contoh kamp kerja paksa Masanjia di provinsi Liaoning yang sudah terkenal bereputasi buruk yang dengan sangat brutal menganiaya banyak praktisi Falun Gong, banyak kamp kerja paksa lain dari seluruh penjuru negeri Tiongkok datang kesana untuk belajar.

Tanggal 7 April 2013 media massa Tiongkok pernah memuat pemberitaan ‘Keluar dari Masanjia’, mengungkap kaum wanita yang disekap di Masanjia yang terutama adalah praktisi Falun Gong mengalami penyiksaan yang tidak berperikemanusiaan, seperti “dijepit, disengat listrik, ranjang kematian, bangku harimau”, dan lain sebagainya.

Setelah video terkait diunggah di internet, hanya dalam setengah hari dilihat lebih dari 50.000 kali, warga pun berang. Selama belasan tahun, kejahatan Masanjia terus diungkap oleh media asing dan menuai kritik dari berbagai pihak. Untuk meredam kritik dan mengelabui opini internasional, Masanjia juga telah berkali-kali mengundang media massa dalam maupun luar negeri untuk datang berkunjung, membuat pertunjukan mengelabui dunia.

Sebelum tamu datang, selain memperindah lingkungan di sekitarnya, terhadap para tahanan yang disiksa karena teguh pendiriannya Masanjia menyingkirkan mereka dengan alasan menonton film di bioskop. Saat hari masih gelap mereka dipindahkan ke tempat lain. Seluruh barang milik mereka dimasukkan ke dalam gudang, sehingga di mata para tamu orang-orang itu tidak eksis.

Selain itu, Masanjia juga mengatur ‘aktor’ yang akan diwawancara oleh para wartawan. Mereka diminta untuk mengatakan pernyataan yang sesuai dengan ‘kebijakan partai dan negara.” Mereka dijanjikan dengan pengurangan masa tahanan dan akan segera dipulangkan. Mereka diimingi ‘telah berjasa’ agar mau bersandiwara ‘berterima kasih’ dengan adegan menangis. Mereka pun harus mengatakan pada wartawan betapa baiknya kehidupan di dalam sana, polisi memperlakukan mereka dengan baik.

Dan, hari tamu-tamu itu datang, makanan di ruang makan pun mendadak menjadi sangat baik, yang biasanya hanya ada tahu, kubis, labu dan seledri rebus mendadak telah berubah menjadi ikan goreng dan sup telur ayam. Di malam hari setelah semua wartawan pergi, makanan pun kembali lagi seperti sedia kala.

Pemandangan ini sangat mirip dengan yang disaksikan oleh para wartawan di Kamp Konsentrasi di Xinjiang (Uighur)! Hanya saja telah berganti aktor dan berganti tempat saja.

Pertunjukan rekayasa yang begitu spektakuler itu, sangat mirip dengan cara yang dilakukan Nazi untuk menipu masyarakat internasional.

Pada Juni 1944, setelah informasi tentang Nazi yang telah mengorganisir pembantaian para tahanan Yahudi terungkap, Palang Merah Internasional diminta untuk melakukan investigasi di kamp Nazi, pihak Nazi pun membuka lebar pintu Kamp Theresienstadt yang berada di wilayah Jerman.

Kala itu, di dalam kamp ini, petugas PMI melihat pemandangan yang indah, di dalamnya ada café dan kios, rumah yang gres, bahkan ada stand music, padang rumput dan bunga. Para tamu dengan gembira menikmati opera yang dimainkan anak-anak, tidak ada yang percaya ini adalah bagian dari rencana pembunuhan Nazi, orang-orang Yahudi itu akan segera mengalami pembantaian genosida.

Penipuan ini telah sukses membohongi masyarakat Barat, sehingga Nazi kembali membuat sebuah film propaganda mengisahkan kamp konsentrasi tersebut, untuk menunjukkan ‘perhatian hangat’ dari Kekaisaran III (das dritte Reich) yang dialami orang Yahudi. Namun begitu film itu rampung, produsen dan para pemerannya dengan segera dikirim ke kamp kematian Auschwitz untuk dibunuh.

Yang membedakannya dengan Nazi adalah sempat mengecoh dunia. Tapi, sekarang semakin banyak kejahatan dan kemunafikan Komunis Tiongkok yang telah dikenali oleh dunia.

Sejumlah duta/pejabat pemerintahan negara lain dan wartawan asing yang diundang untuk berkunjung ke Kamp Konsentrasi Uighur, seharusnya tidak ada satu pun yang tertipu oleh rekayasa tersebut — kecuali mereka memang mengabaikan hati nuraninya dan bersedia berpihak kepada rezim ini.

Bagaimana pun Komunis Tiongkok berusaha membersihkan dirinya, hanya akan semakin membuatnya terlihat konyol di mata dunia. (SUD/WHS/asr)

Video Rekomendasi :