Jelang Kunjungan Utusan Tiongkok ke AS, Perwakilan Dagang AS Menyampaikan Peringatan

Li Muyang

Epochtimes.id- Setengah dari masa 90 hari ‘gencatan senjata’ untuk negosiasi perdagangan antara Tiongkok dengan Amerika Serikat telah berlalu.

Pada Rabu (16/01/2019) Reuters mengutip isi dokumen yang dikeluarkan oleh Robert Lighthizer pada 11 Januari memberitakan bahwa, Amerika Serikat mungkin akan memperluas penerapannya untuk pembebasan tarif.

Dalam surat yang disampaikan kepada Senator Republik Pat Toomey, Robert Lighthizer menyebutkan, jika Amerika Serikat dan Tiongkok tidak mencapai kesepakatan pada 2 Maret mendatang, maka Amerika Serikat akan menaikkan tarif komoditas Tiongkok senilai USD. 200 miliar sesuai rencana sebelumnya, namun demikian, Amerika Serikat akan meluncurkan suatu prosedur pengecualian yang tepat.

Prosedur pengecualian berarti bahwa setelah AS menaikkan tarif, perusahaan AS dapat mengajukan pengecualian. Lingkup tindakan saat ini hanya terbatas pada komoditas kena pajak yang masuk daftar sanksi putaran pertama.

Lighthizer memperingatkan : Tidak ada kemajuan dalam menangani masalah struktural

Sejauh ini, kedua belah pihak baru satu kali melakukan konsultasi tatap pada minggu lalu, dan tak satu pun dari kedua negara tersebut mengumumkan rincian perundingan. Kemarin, Senator Republik Chuck Grassley mengatakan bahwa Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer mengatakan kepadanya pada Jumat lalu bahwa kedua pihak tidak membuat kemajuan dalam menegosiasikan masalah struktural. Misalnya, hak kekayaan intelektual, pencurian rahasia dagang, tekanan pada perusahaan untuk berbagi informasi dan lainnya.

Dalam konferensi melalui telepon Chuck Grassley mengatakan bahwa meskipun skup pembelian kedelai AS oleh pihak Tiongkok tidak termasuk besar, tetapi komentar Lighthizer  sangat positif. Menurut dirinya bahwa ekonomi Tiongkok sedang berada dalam posisi yang sulit dan bahwa negosiasi pada akhir bulan ini mungkin bisa mengalami kemajuan.

Menanggapi pernyataan Chuck Grassley, juru bicara Kantor Perwakilan Perdagangan AS (USTR) tidak segera memberikan tanggapan. Namun sehari sebelum kemarin mereka mengatakan bahwa negosiasi perdagangan antara kedua belah pihak masih berlangsung.

Liu He akan berkunjung pada akhir bulan, AS menyiapkan 2 kemungkinan

Sebuah sumber yang mengetahui rencana konsultasi administrasi Trump mengatakan bahwa Liu He , Wakil Perdana Menteri Tiongkok telah menerima undangan untuk mengunjungi Amerika Serikat dari 30-31 Januari untuk bertemu dengan Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin di Washington DC. ‘South China Morning Post’ juga mengutip sumber yang mengatakan bahwa Liu He benar akan mengunjungi Amerika Serikat.

Meskipun Amerika Serikat dan Tiongkok tidak mengkonfirmasi apakah Liu He ingin mengunjungi Amerika Serikat, juga belum ada pengumuman tentang waktunya. Tetapi Mnuchin mengatakan minggu lalu bahwa kunjungan Liu He ke AS mungkin pada akhir bulan ini.

‘The Hongkong Economic Times’ mengutip pandangan arus utama dari lingkaran politik dan ekonomi memberitakan bahwa Liu He sangat mungkin untuk mengunjungi Amerika Serikat dalam waktu dekat. Namun, negosiasi yang ia hadapi akan sangat sulit. Tetapi AS telah mempersiapkan diri dengan dua kemungkinan yang bisa dihadapi.

Dengan kata lain, ini mungkin menjadi peluang terakhir yang diberikan oleh AS kepada Tiongkok. Semua ini harus kembali pada inti dari kontradiksi perdagangan AS – Tiongkok.

Seperti yang kita semua tahu, pandangan umum Amerika Serikat adalah bahwa konflik dan defisit perdagangan hanyalah masalah akibat atau sekunder, tetapi masalah penyebab atau utamanya adalah struktur ekonomi Tiongkok yang di bawah rezim komunis, itu yang merupakan masalah struktural yang selalu ditekankan oleh Amerika Serikat.

Sosok “hawkish” yang diwakili oleh Lighthizer percaya bahwa masalah struktural telah menyebabkan Amerika Serikat dalam jangka panjang berada dalam posisi yang tidak adil dalam perdagangannya dengan Tiongkok. di antaranya termasuk masalah subsidi pemerintah Tiongkok untuk perusahaan milik negara dan sejumlah industri strategis, masalah pencurian teknologi AS dan lainnya.

Masalah-masalah itu semua telah disinggung dalam negosiasi sebelumnya, termasuk saat konsultasi dengan wakil pejabat kementerian AS dan Tiongkok pekan lalu, tetapi tidak ada solusi.

Bukan hanya karena ada akumulasi masalah yang sudah terjadi selama 20 tahun dan sulit dikembalikan, tetapi juga karena masalah struktural, masalah struktural yang melibatkan kelompok-kelompok kepentingan istimewa dari Partai Komunis Tiongkok.

Jika merubah struktur, maka “kue” besar yang digunakan kelompok kepentingan elit untuk menghasilkan uang dari perusahaan milik negara akan lenyap.

Dengan kata lain, masalah struktural ini telah menjadi penyakit kanker yang sulit diobati.

‘The Hongkong Economic Times’ menyebutkan bahwa, bahkan jika Liu He pergi ke Amerika Serikat untuk negosiasi pada akhir bulan ini, apakah ia dapat mencapai kesepakatan dalam konsultasi yang cuma berlangsung dua hari ? Itu benar-benar adalah tanda tanya besar.

Setengah dari 90 hari masa ‘gencatan senjata’ telah lewat, kesempatan terakhir buat Beijing ?

Waktu tidak memberikan toleransi. Menurut persetujuan dari KTT Trump – Xi Jinping awal bulan Desember lalu, kedua belah pihak memiliki periode negosiasi 90 hari. Jika Liu He mengunjungi Amerika Serikat pada 30 dan 31 Januari, itu terjadi pada titik 2/3 dari negosiasi 90 hari, sebagian besar periode negosiasi sudah berlalu.

Yang lebih penting setelah ini, Tahun Baru Imlek akan tiba dan sudah merupakan tradisi di daratan Tiongkok bahwa liburan biasanya berlangsung selama 4-5 hari. Apakah itu pegawai negeri sipil pemerintah, pekerja atau petani, mereka akan bersantai selama beberapa hari. Biasanya liburan akan berlangsung hingga akhir hari tanggal 6 bulan pertama Imlek, sehingga baru kembali bekerja pada tanggal tujuhnya yakni 12 Februari 2019.

Tetapi semua orang tahu bahwa bulan Februari hanya 28 hari, dengan waktu kerja normal yang kurang dari 20 hari. Dengan kata lain, pembicaraan Liu He dengan pihak Amerika Serikat kali ini jika tidak membawa kemajuan yang berarti, berarti peluang untuk menjembatani perbedaan dan menyelesaikan masalah pada setengah bulan terakhir akan semakin sulit, ruang untuk negosiasinya pun akan semakin kecil. Ini berarti bahwa peluang tersebut sangat mungkin menjadi peluang terakhir untuk bernegosiasi.

Negosiasi tatap muka telah meningkatkan harapan untuk kesepakatan. Jika negosiasi berjalan mulus, berarti Beijing menerima semua persyaratan yang diajukan oleh Amerika Serikat. Meskipun waktu sudah sangat pendek dan menantang.

Namun jika kesepakatan tidak tercapai, itu akan memperburuk kesan Amerika Serikat terhadap Tiongkok yang hanya bisa omong kosong. Jika pihak Tiongkok di kemudian hari ingin mengusulkan waktu negosiasi baru, kesulitannya akan sangat besar.

Hubungan ekonomi AS – Tiongkok sedang berangsur-angsur terputus

Hal yang lebih penting lagi, perang dagang akan berkobar kembali sehingga makin banyak rantai industri akan hijrah dari daratan Tiongkok. Faktanya, kecepatan perusahaan asing yang hijrah dari Tiongkok sekarang semakin tinggi, celakanya, arus keluar tersebut tidak dapat dihambat.

Negara-negara seperti Vietnam, Kamboja dan India secara bertahap telah menggantikan posisi Tiongkok sebagai pabrik pemrosesan dunia. Ditinjau dari sudut lain, maka hubungan ekonomi antara Amerika Serikat dan Tiongkok sedang berangsur-angsur terputus.

Kondisi ini persis seperti apa yang telah diramalkan oleh Derek Scissors, seorang peneliti senior di American Enterprise Institute, dan peneliti lain yang bernama Dan Blumenthal.

Mereka menulis di ‘New York Times’ bahwa apa yang benar-benar penting bagi Amerika Serikat adalah melindungi teknologi dan hak kekayaan intelektual.

Untuk memaksa komunis Tiongkok mengubah kesalahan perdagangan dan menyesuaikan masalah yang berkaitan dengan struktural mereka, tidak cukup hanya dengan mengandalkan kenaikan tarif. Mereka mengusulkan untuk secara terpisah memberikan sanksi kepada perusahaan-perusahaan Tiongkok yang diuntungkan dari pencurian teknologi dan transfer teknologi secara paksa, memutus sebagian hubungan ekonomi dengan Tiongkok.

Beijing tentu tidak akan tidak menyadari konsekuensi dari akibat ambruknya negosiasi. Jadi, bisakah Beijing menangkap peluang terakhir ini ? Mari kami menunggu dan melihat bersama. (Sin/asr)