Tahun 2018, Mengapa Tiongkok Kehilangan AS? (3)

He Qinglian

Tahun 2018, Tiongkok kehilangan AS, jika dilihat dari latar belakang internasional karena ini adalah masa dimana situasi global sedang berbalik arah.

Globalisme mengutamakan keragaman nilai, toleransi terhadap paham komunis (sosialis) dan berbagai kekuatan radikal agama relatif tinggi, dan percaya bahwa globalisme memiliki pengaruh dominasi yang sangat kuat terhadap ideologi lain, arus utama kaum pemeluk panda pada dasarnya adalah penganut globalisme, percaya bahwa Tiongkok akan mewujudkan demokrasi berkat bimbingan dan bujukan mereka, inilah yang menyebabkan Tiongkok menjadi penerima manfaat global terbesar.

“Hoover Report”: Kaum Pemeluk Panda Keluar “Secara Terhormat”

Kita ulas singkat peristiwa simbolis berakhirnya masa indah kaum pemeluk panda menari bersama RRT.

Di tengah tekanan kalangan politik Washington yang sangat besar, tanggal 29 November 2018 lalu, Hoover Institute dari Stanford University, US-China Relations Center dari Asia Society dan Sunshine Trust dari Annenberg Foundation bersama-sama meluncurkan laporan berjudul “China’s Influence and US Interest: Promoting Constructive Vigilance”, atau disebut juga “Hoover Report”.

Puluhan akademisi AS yang meneliti permasalahan Tiongkok ikut menulis laporan tersebut, secara rinci menguraikan pengaruh akibat aksi penyusupan PKT terhadap perguruan tinggi, wadah pemikir, media massa, kalangan etnis Tionghoa, perusahaan, badan riset dan berbagai aspek lainnya di Amerika.

Laporan tersebut mengakui kalangan peneliti Tiongkok di AS telah salah menilai Tiongkok, dan menuding RRT telah memanfaatkan demokrasi keterbukaan AS untuk menyusupi dan mengendalikan pemerintah AS, universitas, wadah pemikir, media massa, perusahaan dan kalangan etnis Tionghoa, dengan harapan dapat memutus kritik AS terhadap RRT serta dukungannya terhadap Taiwan.

Laporan mengakui, diplomatik publik yang normal, seperti rencana kunjungan tamu, kebudayaan dan pertukaran pendidikan, lobi pemerintah, adalah cara yang banyak digunakan pemerintah berbagai negara, dan dapat diterima untuk menunjukkan soft power suatu negara.

Tapi laporan berpendapat, ambisi dari aksi PKT ini, jika dilihat dari besar dan luasnya investasi dana serta kekuatannya, patut untuk diperiksa lebih mendalam. Laporan itu memperingatkan, “Aktivitas yang dilakukan PKT lebih terorganisir, menancap dalam beragam struktur kehidupan AS, dan mendapatkan pengaruh yang lebih luas dan lebih jangka panjang”.

Laporan ini menjabarkan serangkaian contoh aktivitas PKT, mulai dari aksi lobi legal, sampai aksi “rahasia, memaksa atau menyuap”, seperti melakukan tekanan terhadap pelajar Tiongkok yang studi di perguruan tinggi AS, memanfaatkan mereka untuk mengawasi sesama teman pelajar RRT di kampus AS dan lain sebagainya.

Laporan menghabiskan sepanjang 22 halaman untuk menjelaskan kendali PKT terhadap media massa berbahasa Mandarin di wilayah AS, mengungkap bagaimana PKT mengarahkan media massa luar negeri untuk beroperasi agar dapat menopang paham sosialis yang “berkarakter RRT”, mendorong kebijakan “reformasi keterbukaan” dan menentang ‘paham hegemoni’ AS. Laporan itu menyimpulkan, “Dengan kata lain, PKT adalah ideologi yang menentang Barat”.

Laporan penulis mengenai propaganda besar RRT yang belum dipublikasikan banyak dikutip dalam bab ini di dalam Hoover Report. Peneliti yang menulisnya telah menyatakannya.

Yang patut diperhatikan adalah, di antara penulis cukup banyak yang dulunya merupakan pendukung komunikasi RRT-AS. Menghadapi berbagai laporan dari berbagai institusi di AS yang sebagian besar menyangkut tuduhan — PKT memanfaatkan kepentingan untuk menyuap para perwakilan, “Hoover Report” mengakui salah tafsir seluruh angkatan akademisi terhadap RRT berangkat dari masalah pemahaman, bukan karena telah disuap, ini membuat kaum pemeluk panda bisa mundur secara terhormat dari pentas diplomatik RRT-AS.

Namun kaum pemeluk panda cukup banyak, pendukung fanatik terutama terdiri dari para pelaku pembangun hubungan diplomatik RRT-AS di masa itu. Peristiwa besar ini adalah modal utama dalam karir politik mereka, karir seumur hidup ini, mereka tidak akan semudah itu menyangkalnya.

Tanggal 18 Desember 2018, Komnas Hubungan AS-RRT merayakan 40 tahun AS-RRT menjalin hubungan diplomatik resmi, pendukung fanatik pemeluk panda seperti Kissinger berikut beberapa dubes AS untuk RRT terdahulu turut hadir, juga direktur Starr Companies, yang juga mantan CEO AIG Morris Greenberg. Dengan status sebagai seorang “pengusaha yang mempromosikan dan mendorong kerjasama ekonomi dagang serta hubungan baik RRT-AS”, ia menjadi salah seorang dari 10 orang sahabat internasional yang menerima penghargaan persahabatan dari Tiongkok dalam perayaan 40 tahun reformasi keterbukaan.

Tokoh ini secara khusus menghubungkan dua peristiwa yang bersejarah bagi kedua organisasi RRT-AS ini, dengan mengatakan bersilangnya pembangunan hubungan diplomatik RRT-AS dan 40 tahun reformasi keterbukaan Tiongkok bukanlah suatu kebetulan.

Setelah Tiongkok menerapkan reformasi keterbukaan, modal uang, para talenta dan teknologi terus mengalir tanpa henti ke RRT, menimbulkan efek yang sangat krusial bagi mendorong reformasi keterbukaan di Tiongkok.

Mengapa Obama Tutup Mata Terhadap Penyusupan Merah PKT?

Selama delapan tahun Obama sebagai penganut globalisme itu berkuasa, RRT dari status sebagai rekan kerjasama ekonomi baru benar-benar memasuki status rekan kerjasama strategis.

Masa pemerintahan Obama adalah masa di mana ‘kaum pemeluk panda’ sepenuhnya mendominasi hubungan AS dengan RRT, dan telah sampai pada tahap merajalela. Setelah menang pilpres November 2008, ia meminta wadah pemikir di New York yakni East-West Research Center membuat draft kebijakan diplomatik terhadap RRT.

Pusat riset itu pun melakukan suatu hal yang tidak pernah muncul dalam sejarah diplomatik AS, yakni menyerahkan “harapan diplomatik AS terhadap RRT” tersebut kepada “China Institute of International Studies” yang berada di bawah naungan Kemenlu PKT, dengan dipimpin oleh Ma Zhengang sebagai direktur, peneliti bernama Liu Xuecheng menulis makalah, sebuah “daftar harapan” yang diserahkan pada Obama pun diajukan ke Gedung Putih yang dipimpin Obama pada Januari 2009.

Daftar Harapan Kebijakan Diplomatik Terhadap RRT” yang diserahkan pada Obama ini mengusulkan 5 hubungan yang harus dibangun antara RRT dengan AS, yakni: kemitraan ekonomi, kemitraan anti-terorisme, kemitraan anti-proliferasi, kemitraan penghijauan, kemitraan Trans-Pasifik.

Serta secara khusus menunjukkan “bahwa ‘daftar harapan’ ini tidak hanya mencerminkan suara Amerika, juga mengandung pandangan Tiongkok; isinya setengah ditulis oleh pihak AS, dan setengah lagi ditulis oleh RRT.”

Tidak hanya itu, Januari 2009 baru saja Obama dilantik, mantan penasihat keamanan Zbigniew Brzezinski dan mantan wakil Menlu eksekutif Robert Bruce Zoellick, mantan kepala ekonom World Bank Lin Yifu, sejarawan Inggris Niall Ferguson dan lain-lain mengemukakan pada Obama, agar menjadikan G2 (kelompok 2 negara) sebagai hubungan istimewa tidak resmi antara RRT dengan AS, dijadikan sebagai pusat hubungan RRT-AS.

Yang dimaksud G2 adalah membuat RRT dan AS bersama-sama mengemban tanggung jawab sebagai negara pemimpin dunia.

Bahkan usul yang mengabaikan PKT sebagai rezim totaliter seperti ini pun bisa dikemukakan, inilah yang membuat selama 8 tahun Obama di Gedung Putih, hubungan AS dengan RRT terus terombang-ambing di antara ‘mitra’, ‘mitra strategis’ dan ‘mitra strategis yang penting’, hingga periode kedua pemerintahan Obama hampir berakhir di tahun 2015, AS bahkan melepaskan hak vetonya di IMF, dan setuju mata uang RMB masuk keranjang mata uang, mewujudkan impian RRT mewujudkan globalisasi mata uang RMB.

Pada tahun terakhir pemerintahan Obama, saat diwawancarai oleh majalah “The Atlantic”, Obama merangkum warisan politiknya sebagai ‘Obama-isme’, pandangan yang paling penting terhadap RRT adalah ‘bagi dunia, Tiongkok yang terbelakang lebih berbahaya daripada Tiongkok yang besar dan kuat’.

Hanya dengan memahami kebijakan terhadap Tiongkok di masa Obama, baru bisa dipahami mengapa dalam beberapa tahun terakhir ini RRT menjadi begitu agresif, bahkan “Thousand Talents Program” yang terang-terangan mencuri kekayaan intelektual pun digelar secara blak-blakan, perusahaan AS yang berinvestasi di RRT saat menghadapi tuntutan tidak logis pemerintah RRT memaksa mereka menyerahkan kekayaan intelektualnya tidak berani menentang, hanya bisa mengeluh pada pemerintah dan Kongres.

BACA JUGA :  Tahun 2018, Mengapa Tiongkok Kehilangan AS?

Walaupun tahu AS kerap mengkritiknya telah melanggar hak kekayaan intelektual, PKT bahkan berani menjadikan program “Made in China 2025” sebagai blueprint pertumbuhan ekonomi negara walaupun oleh senator AS program itu disebut sebagai ‘daftar curi kekayaan intelektual’.

Globalisme Adalah Ranjang Empuk Pemeluk Panda Sebagai “Malaikat Yang Baik”

Para pemeluk panda melindungai paham globalisme, RRT adalah peraup keuntungan terbesar dari proses globalisasi, kedua pihak sangat jelas juga sangat paham hubungan saling ketergantungan antar keduanya, saat ini kedua pihak tengah saling menyemangati, saling berpelukan untuk menghangatkan.

Tanggal 24 November 2018, wadah pemikir CCG menggelar tayang perdana film dokumenter “Better Angel” sekaligus seminar hubungan AS-RRT di masa depan.

Lebih 400 orang elit dari kalangan politik, bisnis, budaya, akademis dan organisasi sosial serta ratusan media massa ikut menghadiri tayang perdana, banyak “teman lama rakyat Tiongkok” juga ikut hadir — para pemeluk panda fanatik memiliki sebutan resmi di Tiongkok, yakni ‘teman lama rakyat Tiongkok’, dan mereka yang disebut ‘teman lama’ jika datang ke Tiongkok diperlakukan bak tamu agung. Ada yang mendata, selama PKT berkuasa, sebanyak 601 orang dari 5 benua, 123 negara, telah disebut sebagai ‘teman lama rakyat Tiongkok’.

Sejak reformasi keterbukaan Tiongkok, yang disebut teman lama hanya ada dua kelompok orang, kelompok pertama adalah orang yang membantu RRT membangun kembali hubungan diplomatiknya, seperti mantan Menlu AS Kissinger dan mantan Presiden AS Nixon.

BACA JUGA : Tahun 2018, Mengapa Tiongkok Kehilangan AS? (2)

Sedangkan kelompok lainnya adalah orang yang meyakinkan agar RRT masuk ke dalam organisasi internasional setelah reformasi keterbukaan, seperti mantan ketua Komisi Olimpiade Internasional bernama Juan Antonio Samaranch yang telah membantu Tiongkok meraih hak penyelenggara Pesta Olimpiade 2008.

Menurut penjelasan, sutradara film “Better Angel” yang meraih dua kali Piala Oscar itu yakni Malcolm Clarke, ‘malaikat’ yang diwawancara termasuk 3 orang mantan Menlu AS yakni Kissinger, James Baker dan Madeleine Albright, lalu mantan PM Australia Kevin Rudd, mantan Gubernur Iowa Branstad, dan direktur Blackstone Group bernama Stephen A. Schwarzman yang telah menyumbangkan USD 100 juta untuk mendirikan “Schwarzman Scholars” di Tsinghua University.

Di dalam film mereka masing-masing menyampaikan harapan mereka pada hubungan RRT-AS, sikap optimis dan kekhawatiran mereka yang hati-hati, serta setuju untuk meningkatkan kesepahaman antara RRT dengan AS dan makna mendalam saling percaya kedua negara. Makna yang ingin disampaikan film tersebut tentunya adalah: RRT masih butuh lebih banyak ‘malaikat yang baik’ agar membantu RRT terus berkembang.

Para arus utama pemeluk panda mayoritas bersedia untuk terus menjadi ‘malaikat yang baik’. Seperti disebut pada artikel ini, para peneliti RRT di AS harus memikirkan kembali kesalahan pengamatan pada masalah RRT, karena rezim otoriter pemerintah PKT yang kian hari kian kuat membuat alasan dukungan mereka menjadi sia-sia, PKT tidak sedikit pun bergerak menuju demokratisasi.

Setelah Gedung Putih berganti majikan dan para pembunuh naga akhirnya unggul, kaum pemeluk panda mau tidak mau harus sedikit melonggarkan pelukan.

Apakah para pemeluk panda dapat kembali mendominasi hubungan RRT-AS, tergantung pada satu faktor yang sulit diprediksi: duel antara globalisasi dan lokalisme.

Di AS, duel ini menandakan konflik dan pertentangan antara paham globalisasi dengan paham Amerikanisme yang diwakili slogan ‘to make America great again’.

Paham globalisme menekankan nilai universal, namun menggunakan pluralisme untuk menutupi konflik ideologi antara RRT-AS, hasilnya adalah AS dengan penuh perasaan membuka diri menyambut RRT, berharap ia akan terhubungan dengan dunia internasional, menjadi anggota masyarakat internasional yang bertanggung jawab.

Demi mewujudkan hal ini berupaya keras membantu Tiongkok mengembangkan perekonomian; dan AS secara menyeluruh membuka diri namun yang didapat adalah pembatasan ketat oleh pemerintah RRT atas sebagian pasar. Akhirnya, menanam labu tapi yang didapat adalah kacang, bukan AS yang telah mengubah RRT, tetapi justru kekuatan PKT telah menyusupi AS, dalam artikel ini bagian pertama telah dijabarkan contoh namun hanya sebagian fenomena saja.

Partai Demokrat mewakili kekuatan inti paham globalisme di AS. Mereka ingin melindungi PBB, WTO, NATO dan Uni Eropa, yang melambangkan ketertiban dunia setelah PD-II berakhir.

Dari Presiden Clinton yang menjadi pendorong utama globalisasi selama 20 tahun lebih, sistem pendidikan AS juga pada dasarnya menjadi pelayan bagi globalisme.

Trump kembali pada paham lokalisme “AS sebagai prioritas”, yang dipastikan bentrok dengan sengit dengan globalisme, dan konflik seperti ini akan ditentukan pemenangnya pada tahun pilpres dengan suara pemilih. Seiring dengan semakin banyak pemuda sayap kiri memasuki usia pilih, maka pilpres 2020 dipastikan akan menjadi duel sengit nilai universal.

Jika Partai Demokrat kembali menguasai Gedung Putih, dan kaum pemeluk panda kemungkinan akan datang kembali. (SUD/WHS/asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=eLeX3HVPm5k