Kebijakan Moneter Tiongkok Dimasukkan dalam Pembahasan Negosiasi Perdagangan

oleh Xu Zhenqi

Minggu depan, Wakil Perdana Menteri Tiongkok Liu He akan memimpin delegasi perundingan yang beranggotakan 30 orang mengunjungi Washington untuk menemui Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin pada putaran keenam negosiasi perdagangan. Mnuchin mengatakan bahwa kebijakan moneter Tiongkok akan dimasukkan dalam pembahasan.

Pada 30 dan 31 Januari 2019, perundingan perdagangan tingkat menteri akan diadakan di Washington, melanjutkan pembicaraan perdagangan tingkat wakil menteri yang diadakan di Beijing pada awal Januari.

Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross pada Kamis (24/1/2019) mengatakan dalam sebuah wawancara dengan situs web keuangan CNBC, delegasi Tiongkok yang terdiri dari sekitar 30 orang minggu depan akan mengunjungi Amerika Serikat.

“Banyak pekerjaan persiapan yang sudah dilakukan. Tetapi kita masih ‘beberapa mil jauhnya’ dalam memperoleh kesepakatan bersama. Terus terang saja, hal ini sebenarnya tidak mengejutkan, karena perdagangan memang kompleks dan banyak permasalahan di dalamnya,” katanya.

Pada Kamis lalu, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan bahwa dia cukup optimis terhadap perundingan yang akan datang. Dia mengatakan bahwa negosiasi telah mencapai banyak kemajuan, tetapi dia tidak menguraikan rincian kemajuan tersebut.

Mnuchin juga mengatakan, kebijakan moneter komunis Tiongkok juga akan dibahas dalam  perundingan minggu depan.

Pada Oktober 2018, Mnuchin dalam sebuah wawancara dengan Financial Times mengatakan bahwa Kementerian Keuangan sangat hati-hati dalam mengawasi masalah mata uang, mencatat bahwa nilai tukar RMB telah turun secara signifikan pada tahun lalu dan berharap untuk membawanya dalam negosiasi perdagangan AS – Tiongkok.

“Ketika kita meninjau masalah perdagangan antara AS dengan Tiongkok, tidak ada keraguan bahwa kami ingin memastikan bahwa komunis Tiongkok tidak akan melakukan devaluasi mata uangnya  demi persaingan,” ujarnya.

Rose : Negosiasi minggu depan tidak akan menyelesaikan seluruh perselisihan

Wilbur Rose mengatakan bahwa masalah perdagangan bukan hanya berapa banyak kedelai dan berapa banyak LNG yang dibeli, tetapi yang lebih penting, AS berpendapat bahwa ekonomi Tiongkok membutuhkan reformasi struktural, dan jika Tiongkok gagal mematuhi perjanjian yang disepakati, itu membutuhkan mekanisme penegakan hukum dan sanksi.

Sulit untuk menentukan sejauh mana hasil negosiasi yang bakal dicapai minggu depan, dan kedua belah pihak tidak mungkin menyelesaikan semua perselisihan dalam pembicaraan minggu depan, tetapi Rose menambahkan : “Saya percaya pihak Tiongkok bersedia untuk mencapai kesepakatan. Saya percaya kami ingin mencapai kesepakatan. Tapi itu harus perjanjian yang dapat diterapkan untuk kedua belah pihak.”

“Dengan mendekatnya waktu perundingan, presiden dan kami-kami yang membantu menyelesaikan masalah perdagangan akan berkumpul bersama. Kami akan melakukan diskusi yang sangat mendalam pada topik ini. Setelah keputusan dibuat, pengumuman akan dikeluarkan,” ujarnya.

“Sekarang Terlalu sulit untuk menilai apa yang mungkin terjadi dalam lima atau enam minggu ke depan. Maksud saya adalah bahwa orang tidak boleh berpikir bahwa minggu depan akan menyelesaikan semua masalah di dunia. Saya berharap kita dapat memiliki awal yang baik agar lebih mudah ditindak-lanjuti nanti,” kata Rose.

Penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan kepada Fox News bahwa pembicaraan perdagangan minggu depan akan bersifat menentukan.

Juru bicara Kementerian Perdagangan Tiongkok pada hari Kamis mengatakan : “Dalam negosiasi tingkat tinggi yang akan datang, kedua belah pihak akan terus mengadakan pembicaraan mendalam tentang berbagai masalah ekonomi dan perdagangan yang menjadi perhatian bersama.”

Perang dagang mempercepat perusahaan rantai pasokan hengkang dari Tiongkok

Sejak perang dagang dimulai pada 6 Juli tahun lalu , AS dan Tiongkok telah saling mengenakan tarif ratusan miliar dolar komoditas impor mereka. Usai pertemuan Trump – Xi Jinping pada 1 Desember tahun lalu, kedua belah pihak sepakat untuk melakukan ‘gencatan senjata’ selama 90 hari untuk berunding.

Jika tidak ada kesepakatan yang dicapai sebelum pagi hari tanggal 2 Maret tahun ini, Tiongkok dianggap gagal memenuhi persyaratan AS yang berkaitan dengan mengatasi pencurian kekayaan intelektual dan reformasi struktural. maka AS akan menaikkan tarif dari 10 % menjadi 25 % terhadap komoditas impor dari Tiongkok senilai USD. 200 miliar.

Pada Senin, data ekonomi yang dikeluarkan oleh otoritas Tiongkok menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan PDB tahun 2018 adalah 6,6 %, terendah dalam 28 tahun terakhir, dan diperkirakan bahwa PDB masih akan menurun di tahun ini.

Menanggapi dampak dari konflik perdagangan terhadap ekonomi AS, Tiongkok dan dunia, Ross berpendapat bahwa ekonomi global sedang mengalami beberapa cross-flow. Ia mengatakan : “Pertama-tama, ada sejumlah perusahaan yang memindah-keluarkan jalur produksi mereka dari Daratan Tiongkok. Dalam beberapa kasus, mereka memilih berproduksi di Amerika Serikat dan dalam kondisi tertentu mereka pindah ke Vietnam atau daerah berpenghasilan rendah lainnya.”

Dia mengatakan bahwa bahkan sebelum masalah perdagangan, rantai pasokan sudah mulai bergeser, karena Tiongkok sudah bukan lagi tempat termurah untuk berproduksi. Hanya saja konflik perdagangan telah mempercepat mereka hengkang, karena jika tidak akan menambahkan faktor ketidakpastian kepada perusahaan dalam mengambil keputusan.

Rose juga mengatakan bahwa Eropa adalah masalah lain, dan banyak negara telah mengalami banyak masalah.

Ahli urusan Tiongkok tidak yakin komunis Tiongkok akan mematuhi kesepakatan

Kamar Dagang Amerika (USCC) dan Kamar Dagang Amerika di Tiongkok (AmCham China)mengatakan dalam sebuah laporan baru minggu ini : “Meskipun mengurangi defisit perdagangan dan membeli komoditas ekspor AS mungkin merupakan aspek negosiasi, namun kami mendesak pemerintah AS untuk memberikan prioritas untuk menyelesaikan masalah reformasi struktural komunis Tiongkok.”

‘Business Insider’ melaporkan bahwa Derek Scissors, seorang ahli urusan Tiongkok pada American Enterprise Institute di AS mengatakan bahwa kemungkinan perundingan menemui jalan buntu adalah 25%. Namun menurut dia bahwa setiap kesepakatan yang dicapai hanya akan bersifat sementara.

Ia mengatakan : “Perjanjian yang bersifat substantif dan jangka panjang hampir tidak ada, karena komunis Tiongkok tidak akan menghentikan pencurian hak kekayaan intelektual dan akan terus melindungi perusahaan milik negara mereka dari persaingan dengan cara apa pun”.

“Jadi dari sekarang sampai masa mendatang masih ada waktu yang cukup panjang untuk menentukan sikap kita, apakah ini layak dilanjutkan, atau menemui jalan buntu ?” kata Rose. (Sin/asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=bFXyl2pNQXg