Krisis Venezuela Menunjukkan Kegagalan Kebijakan Politik Komunis Tiongkok

Li Muyang

Situasi di Venezuela sekarang tampaknya sedang mengalami perubahan kecil setelah beberapa hari lalu terjadi tarik ulur antar pihak. Amerika Serikat dan belasan negara lainnya telah menyatakan pengakuan terhadap presiden sementara dan mendukungnya.

Rabu (30 Januari), kubu dari oposisi kembali menyerukan kepada rakyat untuk turun ke jalan, meminta Nicolas Maduro segera mundur.

Dan Maduro tampaknya memilih tunduk pada cara yang lunak, kepada Kantor Berita Rusia (RIA) ia mengatakan bahwa ia bersedia untuk mempercepat pemilihan umum dan berunding dengan pihak oposisi. Ia juga menyatakan kesediaannya untuk membahas masalah saat ini dengan Presiden Trump.

Kemarin, Venezuela membekukan rekening bank Juan Guaido. Jaksa Agung Tarek Saab mengatakan bahwa Mahkamah Agung telah diminta untuk menyelidiki kasus Guaido.

Meskipun Guaido mengatakan bahwa dirinya tidak meremehkan ancaman dipenjara. Ini bukan hal baru, banyak pemimpin oposisi di negara Amerika Selatan ini pernah ditahan.

Namun kemarin, Trump melakukan pembicaraan lewat telepon dengan Guaido dan menyatakan dukungan kepadanya. Kedua pihak mengindikasikan bahwa mereka akan saling berkomunikasi secara teratur untuk membangun kembali hubungan baik antara kedua negara.

Pada saat yang sama, pemerintahan Trump juga memperingatkan pemerintah Maduro bahwa jika rezim Maduro melakukan tindakan keras terhadap Guaido maka mereka harus menerima konsekuensi serius.

Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton juga menyebut Saab sebagai mantan Menteri Kehakiman Venezuela yang ilegal dalam sebuah berita tweet.

Krisis politik dan Ekonomi Venezuela tak lepas dari pinjaman komunis Tiongkok

Krisis ekonomi dan kemanusiaan di Venezuela diyakini tidak dapat dipisahkan dari dukungan politik dan keuangan komunis Tiongkok selama belasan tahun silam.

Matt Ferchen, seorang cendekiawan Amerika yang mengajar di Universitas Tsinghua di Beijing mengatakan kepada VOA bahwa pinjaman besar dan dukungan diplomatik komunis Tiongkok kepada Venezuela telah menyebabkan negara ini jatuh lebih dalam ke jurang hutang besar sehingga memperparah kondisi ekonominya.

Dengan kata lain, krisis Venezuela hari ini adalah akibat dari kondisi pemburukan berangsur-angsur karena negara ini terlibat dalam proyek One Belt One Road (OBOR) komunis Tiongkok. Tetapi  pakar doktoral tersebut mengatakan bahwa Beijing menolak untuk mengakui bahwa pinjaman dan dukungannya itulah yang memainkan peran pemburukan.

Seperti yang diketahui, setelah krisis keuangan global pada tahun 2008, sangat sedikit dana internasional yang mendukung pertumbuhan ekonomi Venezuela. Namun, komunis Tiongkok tidak ingin melihat “teman lama”nya yakni Presiden Chavez runtuh, jadi mulai memberikan pinjaman dalam jumlah besar. Di antaranya, China Development Bank menyertakan USD. 20 miliar pinjaman mendukung Chavez untuk terus menerapkan sistem sosialis.

Chavez mempertahankan kekuasaannya dengan menerima pinjaman besar dari komunis Tiongkok. Namun, sebagian besar dari pinjaman itu berupa komoditas, seperti televisi, lemari es dan lain sebagainya yang bersifat konsumtif.

Komunis Tiongkok menggunakan komoditas ini sebagai bagian dari pinjaman, karena ingin ambil kesempatan untuk mengekspor kelebihan kapasitas produksi industri mereka. Juga beberapa proyek perumahan yang dibangun oleh perusahaan Tiongkok semuanya itu dikemas dalam bungkusan politik.

Tahun 2013 Chaves meninggal dunia dan Maduro yang menjabat presiden. Tetapi belum sampai setengah bulan ia berkuasa, legitimasinya sudah dirongrong. Pada saat ini, dalam menghadapi krisis politik dan kemanusiaan yang semakin dalam di Venezuela, komunis Tiongkok selain tidak mengakui tanggung jawabnya, ia juga tidak berniat untuk membantu “sahabat dekat di Amerika Latin” -nya untuk keluar dari kesulitan yang dialami.

Komunis Tiongkok melakukan hal ini karena percaya bahwa segalanya akan menjadi baik. Chen Maoxiu menunjukkan bahwa di mata komunis Tiongkok, krisis akan berlalu tanpa perlu bersuara. Komunis Tiongkok percaya bahwa kerjasama dengan semua orang, termasuk  oposisi, akan memungkinkan hubungan kedua negara, hubungan minyak dan hubungan politik antar mereka bisa terus berlangsung.

Oleh karena itu, meskipun Venezuela sedang mengalami krisis, komunis Tiongkok masih saja menekankan saling melengkapi. Di satu pihak adalah negara yang memiliki cadangan minyak terbesar, di pihak yang lain adalah negara terbesar dalam hal kebutuhan akan minyak, dan memiliki uang.

Komunis Tiongkok percaya bahwa hubungan yang saling melengkapi itu dapat menjadi landasan yang stabil untuk menghadapi badai krisis, dan hubungan antara kedua negara pada dasarnya akan tetap dalam keadaan stabil.

Beijing takut mempertanggungjawabkan miliar dolar yang dikeluarkan

Meskipun komunis Tiongkok telah secara signifikan mengurangi skala pinjaman ke Venezuela tahun ini, namun kedua belah pihak belum mengakui kegagalan hubungan bilateral mereka. Dalam keadaan Venezuela menghadapi krisis ekonomi, inflasi besar-besaran dan pengurangan produksi minyak yang cukup besar, Kementerian Luar Negeri Tiongkok masih mengeluarkan pernyataan resmi yang sama sekali tidak sesuai dengan realitas penurunan ekonomi. Komunis Tiongkok masih menyebut ekonomi Venezuela dalam keadaan stabil.

Analisa Chen Maoxiu menunjukkan bahwa Beijing sebenarnya takut untuk mempertanggungjawabkan kepada rakyat Tiongkok atas kesalahan kebijakan yang diterapkan kepada Venezuela. Karena puluhan miliar dolar yang dipinjamkan kepada Venezuela kemungkinan akan tidak berbekas. “Itu adalah uang rakyat Tiongkok”. Maka dari itu dikatakan bahwa kebijakan komunis Tiongkok telah gagal.

Namun, komunis Tiongkok tidak mengakui kegagalan kebijakannya juga tidak mengakui kegagalan kebijakan hubungan bilateral dengan Venezuela. Dengan kata lain, Beijing tidak ingin mengubah kebijakan ekspansi ke luar, dan masih berusaha untuk memperluas inisiatif OBOR.

Namun, krisis ekonomi dan kemanusiaan yang disebabkan oleh besarnya utang Venezuela telah menjadi peringatan bagi negara-negara Amerika Latin lainnya. Chen Maoxiu mengingatkan :  Hati-hati sekali untuk menerima pinjaman dari komunis Tiongkok, karena itu merupakan jebakan besar. Ketika negara tak mampu membayar kembali pinjamannya, apa yang akan dilakukan komunis Tiongkok ?

Sri Lanka adalah preseden dari krisis hutang besar

Komunis Tiongkok menyangkal bahwa ia memiliki motif tersembunyi dalam mempromosikan inisiatif OBOR, kecuali pembangunan infrastruktur yang bermanfaat bagi negara peserta.  Tetapi masyarakat sekiranya tidak sulit untuk menemukan ada masalah dari keikutsertaan Sri Lanka dalam proyek OBOR.

Komunis Tiongkok membangun sebuah pelabuhan di selatan Sri Lanka, tetapi (Sri Lanka) tidak dapat membayar kembali dana pinjaman komunis Tiongkok yang digunakan untuk membangun pelabuhan tersebut. Pada akhirnya, pelabuhan strategis Hambantota itu terpaksa diserahkan kepada komunis Tiongkok dengan cara disewa selama 99 tahun.

Menurut Wall Street Journal, utang Sri Lanka yang jatuh tempo tahun ini mencapai hampir USD. 6 miliar, yang lebih tinggi dari tahun mana pun, dengan utang yang jatuh tempo pada kuartal pertama adalah USD. 2,6 miliar.

Sebuah negara pulau yang kecil, jika tidak ada  mukjizat, tidak mungkin mampu melunasi hutang sebesar itu. Kini mereka terpaksa gali lubang tutup lubung dengan terus meminjam uang dari komunis Tiongkok.

Akibat hutang besar yang timbul dalam 10 tahun terakhir, bentrokan antara Perdana Menteri dengan Presiden Sri Lanka terjadi pada akhir tahun lalu, yang mengakibatkan presiden memberhentikan perdana menteri dan mengangkat mantan presiden sebagai perdana menteri baru.

Namun, perdana menteri lama menolak untuk turun dari jabatannya. Seperti Venezuela, ada dua perdana menteri. Akhirnya, putusan pengadilan yang tidak mendukung penunjukan perdana menteri baru itulah yang meredam krisis. Namun ketegangan politik yang mendalam masih ada. (Sin/asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=fb6Vp4SRSwE