Filipina Serukan Rakyatnya Tenang Pasca Serangan Granat di Mesjid

Epochtimes.id- Otoritas Filipina menyerukan kepada raktnya agar tetap tenang pasca serangan granat di sebuah masjid. Serangan yang menewaskan dua orang ini terjadi hanya tiga hari pasca pemboman gereja yang mengguncang wilayah Mindanao.

Sebuah granat dilemparkan ke sebuah masjid pada malam hari di Zamboanga. Serangan memicu kecaman dan seruan persatuan kepada umat Kristen dan Muslim yang telah lama hidup berdampingan secara damai di negara itu

Insiden granat itu terjadi beberapa jam setelah Presiden Filipina Rodrigo Duterte berbicara di televisi tentang serangan terhadap sebuah gereja yang menewaskan 21 orang di pulau Jolo mungkin melibatkan seorang pembom bunuh diri.

Menhan Filipina Delfin Lorenzana pada 30 Januari 2019 mengatakan ledakan kedua dari dua di gereja itu “mungkin” bom bunuh diri. Akan tetapi dia mengatakan tidak jelas apakah ISIS benar-benar di belakang serangan sebagaimana klaim ISIS. Identitas “martir” belum terungkap.

Militer Filipina yakin insiden pengeboman adalah pekerjaan kelompok ekstrimis Abu Sayyaf, yang melekat di Filipina dan berjanji setia kepada ISIS. Mereka juga dikenal sebagai Provinsi ISIS-Filipina dan masuk daftar hitam oleh Amerika Serikat dan Filipina sebagai organisasi teroris karena bertahun-tahun pemboman, penculikan, dan pemenggalan.

Menhan Filipina mengatakan kepada wartawan bahwa tes forensik akan dilakukan untuk mencoba memastikan apakah yang diduga pembom adalah orang asing.

Jika terkonfirmasi, maka akan menjadi kasus serangan bunuh diri kedua yang dikenal di Filipina dalam beberapa tahun terakhir, setelah sebuah bom mobil pada Juli lalu di pulau tetangga Basilan, yang menewaskan 11 orang dan diklaim oleh ISIS.

Lorenzana mengatakan tidak ada hubungan antara bom gereja dan serangan masjid. Dia menyampaikan pernyataan komandan satuan tugas setempat bahwa serangan di Masjid “bukan tindakan pembalasan.”

Dewan Ulama Zamboanga menyebutnya “jahat, tidak rasional, dan tidak manusiawi.” Sementara gubernur regional mengutuk insiden gereja dan masjid. Dia mengatakan serangan selama sholat adalah “tindakan pengecut dan tidak senonoh yang akut.”

“Kita harus bersatu melawan para teroris yang akan memecah belah kita, menghancurkan semua yang kita bekerja untuk membangun dan membangun di komunitas kita,” kata gubernur Mujiv Hataman di halaman Facebook-nya.

Muslim adalah minoritas di Filipina yang mayoritas penduduknya beragama Katolik dan mewakili sekitar seperempat populasi wilayah Mindanao, tempat kekerasan komunal jarang terjadi.

Serangan-serangan terjadi mengikuti referendum 21 Januari yang damai. Hasilnya menyetujui perjanjian damai, Bangsamoro Organic Law, antara pemerintah dan jutaan Muslim Filipina yang tinggal di bagian-bagian wilayah mayoritas Muslim di Mindanao — sebuah perjanjian yang berpotensi mengakhiri dekade perjuangan separatis.

Duterte pada 28 Januari 2019 memerintahkan kepada militer untuk menghancurkan kelompok Abu Sayyaf yang terkenal brutal. Kelompok ini memiliki jaringan sel dengan agenda berbeda, sebagian radikal, lainnya kriminal.

Duterte mengatakan dia tidak akan menerima mereka menyerah. Dia menambahkan “satu-satunya cara untuk melawan mereka adalah menjadi jahat juga.”

“Militer sejak itu mengidentifikasi beberapa tersangka dan melakukan serangan udara ke Jolo pada 29 Januari atas target yang dirahasiakan.

Pemboman dan klaim keterlibatan ISIS, mengungkapkan bagaimana kelompok asing itu mengganggu Asia Tenggara dan risiko pejuang asing tertarik ke Mindanao untuk memanfaatkan perbatasan berpori, hutan, dan berlimpahnya senjata dan pengangguran serta pemuda yang tidak bersekolah.

Hukum darurat telah diberlakukan di Mindanao sejak aliansi pro-ISIS menguasai Kota Marawi pada tahun 2017 ketika terjadi pertempuran paling sengit di Filipina sejak Perang Dunia Kedua. (asr)

Reuters/The Associated Press berkontribusi pada artikel ini/The Epochtimes