Jenderal Venezuela Desak Militer Tidak Akui Maduro Sebagai Presiden

EpochTimesId — Seorang jenderal Venezuela yang masih aktif meminta angkatan bersenjata untuk memberontak terhadap Presiden Nicolas Maduro. Jenderal itu meminta institusinya mengakui pemimpin oposisi, Juan Guaido sebagai kepala negara sementara. Ketika tekanan dari dalam dan luar negeri untuk meminta Maduro mundur, terus meningkat.

Dalam sebuah video yang beredar di Twitter pada hari Sabtu, 2 Februari 2019 lalu, Jenderal Francisco Yanez dari komando tertinggi angkatan udara, mengatakan sebagian besar angkatan bersenjata sudah tidak mengakui Maduro.

“Rakyat Venezuela, 90 persen angkatan bersenjata Venezuela tidak (lagi) bersama diktator, mereka (sejalan) dengan rakyat Venezuela,” kata Yanez dalam video itu.

“Mengingat kejadian beberapa jam terakhir, transisi ke arah demokrasi sudah dekat.”

Halaman situs-web otoritas tinggi militer mencantumkan profil Yanez, yang dilengkapi foto, sebagai Kepala Perencanaan Strategis Angkatan Udara Venezuela.

Namun, pada akun Twitter-nya, komando tertinggi angkatan udara menuduh jenderal tersebut melakukan pengkhianatan. Yanez adalah jenderal Venezuela aktif pertama yang mengakui Guaido sebagai kepala pemerintah sementara, sejak kepala parlemen itu menyatakan dirinya sebagai presiden sementara berdasarkan perintah konstitusi pada 23 Januari 2019.

Video itu muncul ketika pendukung oposisi sedang mengerahkan diri untuk melakukan aksi protes atau demonstrasi secara nasional. Demonstrasi dalam upaya untuk menjaga tekanan terhadap Maduro, setelah Washington mengakui Guaido sebagai presiden yang sah dan mengeluarkan sanksi yang berpotensi melumpuhkan. Sanksi kemungkinan akan semakin melemahkan industri minyak negara OPEC yang sedang berjuang mengatasi krisis ekonomi dan krisis kemanusiaan itu.

Pendukung oposisi dalam demonstrasi melawan pemerintah Presiden Venezuela Nicolas Maduro di Caracas, Venezuela, pada 2 Februari 2019. (Carlos Barria/Reuters/The Epoch Times)

Para kritikus Maduro juga berharap untuk mendorong langkah serupa oleh negara-negara Eropa. Beberapa negara anggota Uni Eropa diharapkan secara resmi mengakui Guaido pekan ini. Walau tetap ada kemungkinan, negara-negara Eropa akan mengambil sikap dukungan yang lebih hati-hati.

“Kami akan mengirim pesan yang sangat jelas di semua kota Venezuela dan di setiap kota di dunia, kami akan memberikan energi pada aksi demonstrasi, secara pasif dan terorganisir,” tweet Guaido, Sabtu.

Maduro pada hari Sabtu juga akan mengadakan rapat umum, untuk memperingati 20 tahun pelantikan pertama pemimpin sosialis Hugo Chavez sebagai presiden pada tahun 1999.

Washington telah memberlakukan sanksi besar-besaran terhadap perusahaan minyak milik negara PDVSA dalam tantangan keuangan terberat bagi Maduro, karena pemerintahan Presiden AS Donald Trump secara terbuka berupaya melengserkannya dari kekuasaan.

Wakil Presiden AS, Mike Pence mengatakan pada rapat umum Florida pada hari Jumat bahwa waktu untuk dialog telah berakhir dan semua opsi ‘ada di meja’.

Venezuela menderita hiperinflasi, kekurangan produksi dan migrasi besar-besaran warga negara ke negara-negara tetangga di Amerika Latin. Situasi yang kemungkinan akan diperburuk dalam jangka pendek oleh sanksi baru.

Guaido bersumpah secara formalitas sebagai presiden sementara pada 23 Januari 2019, dalam sebuah sikap tantangan langsung terhadap pemerintahan Maduro. Sumpah simbolis yang diyakini sesuai dengan perintah konstitusi itu dengan cepat mendapatkan dukungan dari negara-negara di kawasan itu. Walau demikian, Guado masih tidak memiliki kendali atas lembaga-lembaga negara atau fungsi-fungsi pemerintahan sehari-hari.

Dia telah mengirim surat kepada Rusia dan Tiongkok, kreditor terbesar dan sekutu pemerintah Maduro, bahwa perubahan pemerintah akan menjadi kepentingan terbaik kedua negara.

Musuh-musuh Maduro mengatakan bahwa dia telah melakukan kesalahan besar atas lembaga-lembaga demokratis, termasuk kongres yang dijalankan oposisi. Maduro juga dituding menghancurkan ekonomi yang dulu pernah maju, melalui sistem kontrol pertukaran yang penuh korupsi dan nasionalisasi yang sewenang-wenang. (AP/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M