Media Asing : Pengambilan Organ Manusia di Tiongkok Adalah Sebuah Mimpi Buruk

oleh Lin Yan

Aktivis hak asasi manusia Inggris bernama Bennedict Rogers pada Selasa (5/2/2019) menerbitkan sebuah artikel berjudul Pengambilan Organ Manusia di Tiongkok adalah Mimpi Buruk (The Nightmare of Human Organ Harvesting in China) yang dipublikasikan oleh Wall Street Journal.

Dalam artikel itu, Rogers melukiskan bagaimana tahanan nurani Tiongkok dipaksa menjalani pemeriksaan fisik oleh pihak berwenang, untuk kemudian diambil paksa organ tubuh mereka.

Komunis Tiongkok dituduh melakukan transaksi penjual organ manusia yang mengerikan. Meskipun ini sulit dibuktikan, karena jenasah korban langsung dikremasi. Satu-satunya saksi adalah dokter, polisi yang terlibat atau sipir yang bertugas, tulisnya. Tetapi meski begitu, masih ada bukti lain yang dapat mendukung tuduhan konklusif ini.

Pasien domestik Tiongkok juga termasuk pasien asing, mereka dapat memperoleh janji dari pihak rumah sakit Tiongkok untuk memperoleh organ yang dibutuhkan transplantasi hanya dalam hitungan hari, tulis Rogers. Padahal di sebagian besar negara maju Barat, pasien perlu menunggu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk mendapatkannya.

Kesimpulannya adalah : Jumlah transplantasi organ di Tiongkok jauh melebihi jumlah organ yang disumbangkan secara resmi. Jelas bahwa pengambilan paksa organ dari tubuh pelanggaran nurani dapat menjelaskan perbedaan ini.

Sepuluh tahun investigasi membuktikan sumber utama organ berasal dari tahanan nurani

Dalam artikel itu, Rogers mengutip hasil investigasi yang dilakukan oleh David Kilgour, mantan Direktur Kementerian Luar Negeri Kanada urusan Asia-Pasifik, David Matas, pengacara hak asasi manusia internasional yang terkenal di Kanada, dan Ethan Gutmann, jurnalis Amerika, beserta hasil penyelidikan yang dilakukan oleh sekelompok peneliti terhadap pasien di sejumlah rumah sakit Tiongkok.

Pada tahun 2016, David Kilgour, David Matas dan Ethan Gutmann menerbitkan laporan berjudul ‘Bloody Harvest / The Slaughter : An Update’ yang mencakup 10 tahun investigasi yang dimulai sejak tahun 2006. Dalam laporan itu disebutkan bahwa ketiga penulis memperkirakan jumlah organ yang ditransplantasikan di rumah sakit Tiongkok berjumlah antara 60.000 hingga 100.000 kasus per tahun.

Dunia luar terus mempertanyakan dari mana organ-organ transplantasi tersebut berasal ? Pejabat komunis Tiongkok mengatakan bahwa Tiongkok memiliki sistem donor organ terbesar di Asia dan berkoar bahwa sudah tidak lagi menggunakan organ para narapidana mati sejak tahun 2015. Tetapi dalam budaya Tiongkok tidak mengenal mengenai mendonorkan organ.

Tahun 2010 jumlah warga Tiongkok yang ingin mendonorkan organnya berjumlah 34 orang. Pada tahun 2018, Tiongkok memiliki sekitar 6.000 orang pendonor organ resmi yang dilaporkan menyumbang lebih dari 18.000 organ.

Namun, para peneliti yang terlibat dalam investigasi untuk laporan ‘Bloody Harvest / The Slaughter : An Update’ menemukan, bahwa jumlah transplantasi organ di beberapa rumah sakit saja sudah dapat dengan mudah melampaui data yang dilaporkan pihak berwenang.

Sebagai contoh, Tianjin First Central Hospital melakukan lebih dari 6.000 kasus transplantasi  organ per tahun, tetapi penyelidikan menemukan bahwa Tiongkok memiliki 712 rumah sakit yang menjalani operasi transplantasi hati dan ginjal. Peneliti telah melakukan validasi dan verifikasi terhadap lebih dari 700 rumah sakit tersebut.

Kembali ke masalah semula yakni jumlah organ yang ditransplantasikan jauh melebihi sumbangan resmi, bagaimana menjelaskan perbedaan ini ? Apalagi diberitakan oleh pihak rumah sakit yang jumlahnya ratusan itu mampu menyediakan organ yang sehat dan cocok bagi pasien yang membutuhkan transplantasi hanya dalam hitungan hari.

Di sisi lain, jumlah organ yang disumbangkan oleh pendonor di Tiongkok tidak meningkat, jumlah pendonor sukarela hanya ribuan setiap tahun. Tulis Rogers. Ini berarti bahwa Tiongkok harus memiliki sebuah sumber organ tambahan lain yang bukan pendonor sukarela.

Jumlah terpidana mati tidak dapat menjelaskan semua sumber organ. Meskipun jumlah total orang yang dieksekusi oleh komunis Tiongkok setiap tahunnya melebihi jumlah dari negara mana pun di dunia. Namun, bagaimana pun juga jumlahnya hanya beberapa ribu setiap tahun.

Selain itu, undang-undang Tiongkok mengharuskan tahanan yang dihukum mati dieksekusi dalam waktu tujuh hari, yang berarti bahwa tidak ada cukup waktu untuk mencocokkan organ mereka dengan yang dibutuhkan pasien, mana mungkin persediaan organ begitu ‘ready’ ? Sampai-sampai kapan organ diperlukan langsung ada.

Para peneliti menyimpulkan bahwa tahanan hati nurani adalah sumber dari sebagian besar organ misterius Tiongkok. Sudah terlalu banyak kasus yang membuktikan, termasuk banyak tahanan nurani yang mengkonfirmasikan bahwa mereka telah menjalani tes darah dan pemeriksaan fisik yang tidak biasa saat berada dalam tahanan.

Para tahanan ini termasuk para praktisi Falun Gong, para etnis Uighur Muslim, pemeluk agama Buddha di Tibet, dan orang-orang Kristen “bawah tanah” yang berulang kali diuji di penjara untuk pemeriksaan medis yang tidak biasa.

Selain itu, dilaporkan bahwa hasil pemeriksaan fisik tahanan ini kemudian dimasukkan ke dalam database organ vital, sebagai stok yang dapat ditransplantasikan sesuai kebutuhan pasien dan rumah sakit.

Praktisi Falun Gong ditekan dan dianiaya oleh otoritas Tiongkok sejak tahun 1999. Praktisi Falun Gong juga telah menjadi sumber pengambilan organ komunis Tiongkok.

Pada tahun 2006, peneliti asing dengan bahasa Mandarin bertindak sebagai pembeli organ untuk  bertanya langsung ke rumah sakit Tiongkok lewat sambungan telepon, apakah mereka bisa mengatur transplantasi organ dari praktisi Falun Gong. Rumah sakit di seluruh Tiongkok telah memberi konfirmasi bahwa mereka memiliki organ seperti yang diminta. Jawaban yang diberikan : “Tidak ada masalah !”

Dokter yang menjadi saksi : Saat diambil organnya yang bersangkutan masih hidup

Kisah-kisah ini terdengar kejam. Mantan ahli bedah tumor Uighur, Dr. Enver Tohti Bughda, memberikan kesaksian di Inggris, Irlandia dan Parlemen Eropa tentang pengalamannya sewaktu mengambil paksa organ dari terpidana mati pada tahun 1995.

“Kita disuruh menunggu di belakang bukit dan harus secepatnya memasuki lokasi eksekusi setelah mendengar suara tembakan” kata Dr Enver Tohti : “Setelah beberapa saat, ada suara tembakan. Bukan hanya satu suara, tetapi berkali-kali. Kami bergegas ke lokasi eksekusi. Seorang polisi berjalan mendekat dan memberikan petunjuk ke mana kita harus pergi. Kemudian ia menunjuk ke sebuah tubuh yang tergeletak dan berkata : “Itu dia”. Pada saat itu, dokter yang bertanggungjawab tiba-tiba muncul dan meminta saya untuk mengambil organ lever beserta kedua butir ginjalnya dari tubuh terpidana mati tersebut.”

Dr. Enver Tohti dalam kesaksiannya mengatakan bahwa ketika menjahit kembali luka setelah pengambilan organ yang dimaksud, ia melihat bahwa pembuluh darah pria itu masih berdenyut yang merupakan tanda jantungnya masih bekerja. “Yang bersangkutan masih hidup,” katanya, ia mengatakan, tampaknya ia ingin berontak tetapi tak berdaya.

“Setiap kali saya teringat kembali kejadian ini, keluar rasa penyesalan yang tak terhingga” kata Dr. Enver Tohti.

Komunitas internasional sedang berusaha untuk menyelamatkan mereka yang tidak bersalah

Saat ini, para ahli dari berbagai daerah di dunia telah mengkonfirmasi mengenai kejahatan komunis Tiongkok ini. Israel, Taiwan dan Spanyol telah melarang pelaksanaan ‘wisata organ ke Tiongkok’. Pelapor PBB telah meminta komunis Tiongkok untuk mempertanggungjawabkan masalah sumber organ, tetapi tidak menerima jawaban resmi dari mereka.

People’s Tribunal Inggris mengadakan sidang dengar pendapat pada tahun 2018 untuk menyelidiki apakah ada negara bagian atau negara bagian yang memungkinkan organisasi atau individu Tiongkok untuk memaksa pengambilan organ manusia (The Independent Tribunal Into Forced Organ Harvesting From Prisoners of Conscience in China).

Sidang dengar pendapat dipandu oleh Sir Geoffrey Nice QC. Pengacara kerajaan Inggris tersebut pernah memimpin penuntutan terhadap mantan Presiden Yugoslavia Milosevic melalui Pengadilan Kriminal Internasional. Lima anggota sidang lainnya adalah pakar hukum internasional, kedokteran, bisnis, hubungan internasional, dan sejarah Tiongkok.

Pada 10 Desember tahun lalu, mereka mengeluarkan draf keputusan sementara yang langka. yakni panel dengan suara bulat telah menyetujui dan tidak perlu diragukan lagi bahwa di Tiongkok, pengambilan paksa organ dari tahanan hati nurani telah sejak lama dipraktikkan, dan Ini melibatkan sejumlah besar korban.

Sir Geoffrey Nice QC mengatakan bahwa ia berharap putusan itu akan dapat menyelamatkan orang yang tidak bersalah, agar tidak ada lagi korban yang jatuh.

Rogers akhirnya menulis bahwa ia ingin mendengar apa yang akan ditanggapi oleh komunis Tiongkok dalam putusan sementara yang dibuat oleh Sir Geoffrey Nice QC.

Artikel Rogers juga menyebutkan fenomena lain yang tidak bisa dijelaskan secara masuk akal. Huang Jiefu, mantan Wakil Direktur Kementerian Kesehatan Tiongkok merangkap Ketua Komite Transplantasi Organ, ia pada tahun 2005 memerintahkan bawahannya untuk menyediakan dua buah organ lever yang akan digunakan dalam demonstrasi operasi medis. Pada pagi hari setelah perintahnya itu, 2 buah organ lever telah siap berada di lokasi operasi.

Huang Jiefu juga mengatakan bahwa pada tahun 2020, Tiongkok akan menjadi negara dengan operasi transplantasi terbanyak di dunia, melampaui volume transplantasi tahunan Amerika Serikat yang 40.000 orang.

Dunia luar selalu mempertanyakan bahwa jumlah organ yang dibutuhkan untuk transplantasi organ yang sedemikian besar di Tiongkok jauh melebihi jumlah yang didonorkan secara sukarela. Dari mana organ-organ itu berasal ?

Bennedict Rogers adalah kepala kelompok organisasi hak asasi manusia Asia Timur CSW, wakil ketua Komite Hak Asasi Manusia Partai Konservatif Inggris, dan konsultan dari Koalisi Internasional untuk Mengakhiri Penyalahgunaan Transplantasi di Tiongkok (The International Coalition to End Transplant Abuse in China).  (Sin/asr)

Video Rekomendasi :