Kutukan Keras Turki Terhadap Penindasan Uighur dan Bantahan Komunis Tiongkok yang Kehilangan Kreadibilitas

Zhou Xiaohui

Pada awal bulan ini, juru bicara Kemenlu Turki yakni Hami Aksoy mendadak mengeluarkan pernyataan keras yang menyebutkan, ‘kamp re-edukasi’ yang dibangun oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT)  bagi etnis minoritas muslim di Xinjiang dan penerapan kebijakan asimilasi di wilayah Xinjiang, adalah pelanggaran HAM terhadap suku Uighur dan kaum muslim (etnis) Turki lainnya dan ‘sudah bukan rahasia lagi’, ‘Kamp Re-edukasi itu sama saja dengan kamp konsentrasi” dan “merupakan aksi berencana pembersihan etnis terhadap kaum Uighur”, mereka “tidak dapat berkomunikasi dengan keluarganya”, dan ini adalah “pelecehan serius terhadap kemanusiaan”.

Pernyataan itu juga mengemukakan, pihak Turki telah mendapat kabar bahwa seorang musisi dan sastrawan Uighur yang bernama Abdurehim Heyit tewas di dalam penjara di RRT. Heyit divonis 8 tahun penjara hanya gara-gara lagu ciptaannya yang berjudul “Ayah”. Untuk itu, Aksoy menghimbau masyarakat internasional dan Sekjend PBB agar mengambil tindakan kongkrit untuk menghentikan “tragedi kemanusiaan” ini.

Terkait dengan lebih dari 1 juta warga Uighur yang dipenjara di berbagai ‘Kamp Re-edukasi’ di Xinjiang dan mengalami penyiksaan serta cuci otak oleh PKT, sebelum ini telah banyak diberitakan oleh berbagai media massa luar negeri, kecaman dari berbagai negara Barat dan ormas HAM internasional pun mengalir bertubi-tubi.

Pada 4 Februari lalu ormas HAM seperti Human Rights Watch, Amnesty International, International Human Rights Service dan juga World Uighur Congress telah menyampaikan pernyataan bersama, yang menghimbau Dewan HAM PBB meloloskan resolusi untuk membentuk suatu tim investigasi dan pencarian fakta internasional, yang akan bertugas menyelidiki masalah penahanan ilegal kaum muslim Xinjiang ini.

Akan tetapi, ironisnya adalah negara-negara muslim yang selama ini terhubung erat secara ras, budaya dan agama dengan suku Uighur di Xinjiang, justru diam membisu. Seperti November tahun lalu, ketika Dewan HAM PBB melakukan tinjauan periodik universal terhadap RRT, sebanyak 13 negara menuntut agar PKT menutup kamp konsentrasinya, sedangkan negara anggota OKI (Organisasi Kerjasama Islam) tidak ada satu pun (termasuk Indonesia) yang secara terbuka mengecam PKT.

Sebagai salah 1 negara anggota OKI, waktu itu Turki hanya mengakui telah terjadinya “penahanan orang tanpa dasar hukum”, namun tidak secara konkrit menyebut Xinjiang.

Namun hanya tiga bulan berlalu, sikap Turki mendadak berubah, serangan pun langsung ditujukan pada Beijing. Apakah karena tekanan kaum muslim dari dalam negeri Turki sendiri? Atau karena mengikuti arus tren dunia?

Perlu diketahui, hubungan diplomatik Turki-RRT saat ini dipandang sebagai periode terbaik sepanjang sejarah. Di satu sisi karena perusahaan RRT dikontrak untuk membangun proyek KA cepat periode kedua sepanjang 158 km dari Ankara sampai ke Istanbul, ini adalah salah satu dari segelintir proyek KA cepat RRT yang benar-benar terealisasi di negara lain.

Di sisi lain, mesin pembangkit listrik terbesar Turki adalah buatan RRT, lalu ZTE dan Huawei juga menguasai lebih dari separuh pangsa pasar telekomunikasi di Turki. Tahun 2017 perdagangan kedua negara mencapai USD 26 milyar (367 triliun Rupiah), turis RRT yang melancong ke Turki dari 50.000 orang di tahun 2008 telah meningkat menjadi 250.000 orang tahun lalu. Para petinggi Turki tidak mungkin tidak tahu, akibat yang mungkin akan ditimbulkan bila menyerang Beijing.

Terhadap tudingan Turki, keesokan harinya Kedubes RRT di Turki menanggapi, pernyataan yang disampaikan oleh Turki sangat bertentangan dengan fakta, dan “sangat mengada-ada serta memutar-balikkan fakta”, pihak RRT menyatakan tentangannya atas hal tersebut.

Juru bicara pers Kedubes RRT menyebut istilah kamp penahanan tersebut dengan istilah ‘Pusat Pendidikan & Pelatihan’ dan mengatakan bahwa kamp tersebut ‘sama sekali bukan “kamp konsentrasi” seperti yang telah disebut oleh pihak Turki’, suku Uighur di dalamnya belajar bahasa nasional, belajar hukum, belajar ketrampilan, dan de-ekstrimisasi, sedangkan tentang Heyit belum meninggal, ‘Heyit ditahan karena terlibat aktivitas membahayakan keamanan negara, saat ini kondisinya sehat walafiat’. PKT bahkan menunjukkan sepenggal video yang memperlihatkan Heyit masih hidup.

Bantahan PKT yang sama sekali sudah kehilangan kredibiltasnya, selain rakyat Tiongkok sendiri yang terus dicuci otaknya oleh PKT, sebagian besar orang mana ada yang percaya? Logikanya sederhana: jika ada pilihan, tidak akan ada orang etnis Uighur yang akan memilih untuk belajar di lingkungan yang tidak memiliki kebebasan semacam “Pusat Pelatihan & Pendidikan” bentukan PKT itu, karena memiliki kebebasan adalah sifat dasar manusia.

Jadi penjelasan PKT itu sesungguhnya hanya memutar-balikkan fakta, dan sangat memalukan, apalagi di era teknologi modern seperti sekarang ini, membuat sepenggal video (manipulatif) bukanlah hal sulit.

Kesimpulan yang rasional adalah, memerintahkan untuk melakukan tindakan keras terhadap suku Uighur seharusnya telah mendapat persetujuan dari pemimpin tertinggi PKT. Yang dimaksud dengan “aksi terorisme bukan masalah suku dan agama, melainkan musuh bersama semua suku”, terhadap terorisme harus “dengan pola tekanan tinggi”, dan masih jelas dalam ingatannya ledakan di Xinjiang tahun 2014 saat ia baru menyelesaikan kunjungannya ke Xinjiang, dipandang sebagai tantangan terhadap dirinya, bahkan pada Rapat Politik Hukum Pusat bulan Januari lalu masih mengungkit hal ini, menyampaikan sikap yang keras atas hal ini. Jelas, penanggung jawab Xinjiang yakni Chen Quanguo melaksanakan tuntas segala perintahnya.

Aksi teror di Xinjiang memiliki latar belakang yang sangat rumit, dan juga terkait erat dengan gagalnya kebijakan PKT. Dan bukan tidak mungkin pula pemimpin tertinggi PKT hanya mendapat informasi yang bias/subyektif saja. Tapi bisa dipastikan, kebijakan pembersihan yang dilakukan di Xinjiang, PKT yang tengah dalam perang dagang dengan AS dan dari ‘negara hebat’ sedang dikembalikan ke wujud aslinya, telah diwaspadai oleh semua negara Barat yang pernah disusupinya, menuai semakin banyak antipasti dari negara lain yang semakin mengenali sifat asli PKT yang bengis. Di saat yang sama negara Arab juga merupakan sasaran penyusupan PKT, Turki yang mengeluarkan pernyataan itu adalah salah satu pertandanya.

Apa pun alasan di balik pernyataan Turki tersebut, mungkin ada intervensi AS di baliknya. Namun dari perubahan sikapnya terhadap Beijing pasti bukan kabar baik, terlebih lagi bagi Huawei yang telah ditolak banyak negara bukanlah suatu kabar baik.

Sudah sejak tahun 2002, Huawei yang berlatar belakang militer dan keamanan nasional PKT telah memulai bisnisnya di Turki, dan memiliki kantor perwakilan di Ankara dan Istanbul. Hingga saat ini Huawei (Turki) memiliki 1.500 karyawan, sebanyak 85% di antaranya adalah WN Turki. Kantor Huawei (Turki) di Istanbul menyediakan tiga layanan utama: pusat riset, pusat pelatihan dan pusat layanan konsumen serta pusat pengalaman terpadu. Di Turki Huawei telah membangun infrastruktur 4.5G yang telah dioperasikan sejak bulan April 2016.

Setelah serangkaian skandal di Huawei terungkap, pemerintah Turki mau tidak mau menjadi ekstra hati-hati, khususnya baru-baru ini Dubes AS untuk Uni Eropa yakni Gordon Sondland berkata, negara Barat mana pun yang mengijinkan Huawei atau perusahaan RRT lainnya dalam proyek infrastrukturnya akan menghadapi kontra-tindakan dari AS, akan diperlakukan lebih hati-hati oleh AS dalam hal berbagi informasi dan hubungan bisnis.

Apalagi Turki pada dasarnya pro-Barat, hubungannya dengan Uni Eropa dan Amerika adalah titik berat diplomatik Turki. Tahun lalu saat Erdogan mendapat tekanan dari AS, akhirnya membebaskan pendeta AS, adalah salah satu contohnya.

Setelah terang-terangan mengutuk PKT atas kejahatan pembersihan suku Uighur, Turki akan mengikuti jejak AS dan Eropa untuk menjauhi PKT, dan bukan tidak mungkin pula akan mendepak Huawei keluar dari pasar 5G-nya dan bagi Beijing ini adalah tamparan keras.

Serangan Turki terhadap Beijing, apakah akan memicu reaksi negara Arab lainnya, patut untuk dinantikan perkembangannya, namun setidaknya semakin kejahatan PKT ini menyebar luas di kalangan negara Arab, maka reputasinya pun akan semakin tergerus. (SUD/WHS/asr)

Video Rekomendasi : 

Atau anda menyukai video ini :

https://www.youtube.com/watch?v=9xvcoArjaB0