Pompeo Pastikan Filipina Dalam Perlindungan AS tentang Konflik Laut dengan Tiongkok

MANILA — Menteri Luar Negeri A.S, Mike Pompeo, meyakinkan Filipina pada 1 Maret bahwa ia akan membelanya jika diserang di Laut China Selatan, menegaskan kembali kitab undang-undang pertahanan yang ingin direvisi oleh kepala keamanan Manila.

Berbicara saat singgah setelah pertemuan puncak di Hanoi dengan Korea Utara, Pompeo telah mengatakan Perjanjian Pertahanan Bersama AS-Filipina (Philippine-U.S. Mutual Defense Treaty) tahun 1951 akan dipatuhi jika sekutunya adalah korban agresi, dan memilih Tiongkok sebagai ancaman bagi stabilitas.

“Kegiatan-kegiatan pembangunan pulau dan militer oleh Tiongkok di Laut China Selatan mengancam kedaulatan, keamanan dan berakibat pada mata pencaharian ekonomi Anda demikian juga dengan Amerika Serikat,” katanya dalam konferensi pers di Manila.

“Setiap serangan bersenjata terhadap pasukan Filipina, pesawat terbang atau kapal umum di Laut China Selatan akan memicu kewajiban pertahanan bersama.”

Filipina, Tiongkok, Vietnam, Taiwan, Brunei, dan Malaysia bersaing hak kedaulatan atas jalur perairan tersebut, jalur perdagangan untuk lebih dari US$3,4 triliun barang yang diangkut setiap tahun dengan kapal-kapal komersial.

Pompeo mengatakan negara-negara tersebut bertanggung jawab untuk memastikan “jalur-jalur laut yang sangat vital ini terbuka dan Tiongkok tidak berulah menimbulkan ancaman untuk menutupnya.”

Pompeo juga mengatakan para sekutu harus waspada terhadap risiko kemungkinan timbulnya bahaya oleh penggunaan teknologi Tiongkok.

Perjanjian Pertahanan Bersama AS-Filipina (Philippine-U.S. Mutual Defense Treaty) tahun 1951
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menandatangani sebuah buku tamu ketika ia tiba untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri Filipina, Teodoro Locsin Jr. (kiri), di Kantor Departemen Luar Negeri Filipina di Manila, Filipina pada 1 Maret 2019. (Andrew Harnik / Pool melalui Reuters)

Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana telah meminta peninjauan kembali terhadap perjanjian tersebut, yang telah disepakati lima tahun setelah Filipina memperoleh kemerdekaan dari Amerika Serikat pada tahun 1946, dengan tujuan mengklarifikasi sejauh mana Amerika Serikat akan membela Filipina jika ia diserang.

Desakan Lorenzana untuk kepastian yang lebih besar datang di tengah pembangunan pesat aset-aset militer, penjaga pantai dan milisi perikanan di Laut China Selatan, terutama di dan sekitar pulau-pulau buatan di kepulauan Spratly oleh Beijing

Meskipun tidak ada lagi keberadaan militer A.S secara permanen di Filipina, namun latihan-latihan bersama, pertukaran intelijen dan pengiriman-pengiriman perangkat keras berlangsung secara teratur di bawah berbagai perjanjian.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte percaya bahwa aliansi tersebut membuat negaranya menjadi target potensial Tiongkok, yang dengannya dia menginginkan ikatan-ikatan bisnis yang lebih kuat.

Duterte telah berulang kali mempertanyakan komitmen A.S, memperingatkan bahwa AS tidak melakukan apa pun untuk menghentikan Tiongkok dari mengubah karang menjadi pulau-pulau yang dilengkapi dengan radar, deretan-deretan rudal dan perangkat-perangkat untuk jet tempur, dan dalam jarak tembak Filipina.

Pompeo melakukan kunjungan kehormatan ke Duterte Kamis malam.

Menteri Luar Negeri Filipina, Teodoro Locsin, membenarkan bahwa diskusi tentang perjanjian pertahanan sedang berlangsung, tetapi dalam pandangannya sendiri, lebih baik tidak terlalu spesifik tentang parameternya.

“Saya percaya pada teori lama pencegahan,” katanya kepada wartawan. “Dalam ketidakjelasan terdapat pencegahan terbaik.”

Dia menambahkan, “Kami sangat yakin, kami sangat yakin bahwa Amerika Serikat memiliki, di dalam kata-kata Sekretaris Pompeo, dan di dalam kata-kata Presiden Trump kepada presiden kami, ‘kami mendukung Anda’.” (ran)

Video pilihan:

6 Ancaman Serius Komunis Tiongkok Bagi Dunia