Media Hong Kong Memilih Diam Melaporkan Pidato Pejabat AS Tentang Kebebasan Beragama

Frank Fank- The Epochtimes

Epochtimes.id- Media Hong Kong memilih diam setelah Duta Besar AS untuk kebebasan beragama, Sam Brownback memberikan pidato di Klub Koresponden Asing di Hong Kong pada, Jumat (8/3/2019).

Saat berpidato Brownback menyerukan Komunis Tiongkok untuk mengakhiri segala macam bentuk penganiayaan agama di Tiongkok, dengan mengatakan, “Pemerintah Tiongkok memerangi Keimanan. Itu adalah perang yang tidak akan pernah mereka menangkan. ”

Dia menyebutkan pelanggaran HAM yang dilakukan terhadap kelompok yang dianiaya seperti Umat Katolik, Muslim, Tibet, dan praktisi latihan spiritual Falun Gong.

“Pemerintah Tiongkok menahan dan dilaporkan menyiksa praktisi Falun Gong dengan perkiraan yang kredibel, sehingga memasukkan ribuan praktisi Falun Gong ke dalam penjara,” kata Brownback.

Menurut biro The Epoch Times di Hong Kong, sejumlah pejabat tinggi menghadiri acara tersebut, termasuk Kurt Tong selaku Konsul Jenderal Amerika Serikat untuk Hong Kong dan Makau, Martin Lee selaku ketua pendiri Partai Demokrat Hong Kong, Dennis Kwok selaku anggota dewan legislatif Hong Kong dan anggota pendiri Partai Masyarakat Sipil setempat.

Jurnalis yang hadir terdiri Reuters, Wall Street Journal, dan Radio Free Asia (RFA) untuk meliput pidato Brownback. Turut meliput jurnlasi media lokal dari South China Morning Post, Oriental Daily, dan lainnya.

Beberapa hari sebelum Brownback memberikan pidatonya, media yang berbasis di Hong Kong, Apple Daily, melaporkan acara yang akan berlangsung. Namun, pada saat penulisan ini, Apple Daily belum menerbitkan laporan berikutnya yang membahas pidato Brownback.

Ketika media Hong Kong lainnya yang memilih bungkam, The Epoch Times Hong Kong adalah satu-satunya media lokal yang melaporkan pidato Brownback. Epoch Times berbahasa Inggris juga menyediakan liputan internasional.

Komunis Tiongkok dikenal sangat mengontrol liputan media di daratan Tiongkok. Insiden ini menunjukkan tanda-tanda adanya pengaruh Komunis Tiongkok semakin merambah ke Hong Kong.

Hong Kong, bekas koloni Inggris, kembali ke pemerintahan Tiongkok pada tahun 1997 di bawah prinsip “satu negara, dua sistem”, yang menjamin wilayah administrasi khusus otonomi dan kebebasan tingkat tinggi, termasuk kebebasan pers.

Namun pasca-1997, Komunis Tiongkok belum sejalan dengan prinsip tersebut. Beberapa tahun terakhir, mengikuti Gerakan Payung pro-demokrasi tahun 2014 yang disorot dunia, rezim Komunis Tiongkok telah menindak lebih lanjut aktivis demokrasi dan pers.

Pada Oktober 2018, pemerintah Hong Kong menolak untuk memperpanjang visa kerja untuk Victor Mallet, editor berita Asia Financial Times, yang juga menjabat sebagai wakil presiden Klub Koresponden Asing Hong Kong.

Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt menyebut penolakan visa itu “bermotivasi politik.”

The Financial Times, dalam tajuk rencana yang diterbitkan pada bulan yang sama mengatakan insiden itu menyoroti “cengkeraman pengetatan Beijing atas wilayah itu dan erosi terus-menerus hak-hak dasar yang dijamin di Hong Kong, hukum dan perjanjian internasional.”

“Kali ini, media Hong Kong mungkin telah menginjakkan kakinya dengan hati-hati karena Brownback menyebut-nyebut masalah Falun Gong — sebuah topik yang dianggap tabu di Tiongkok.”

Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa, adalah disiplin spiritual yang populer di Tiongkok. Menurut perkiraan resmi, jumlah warga Tiongkok yang mengikuti latihan ajaran moral dan meditasi ini berjumlah lebih dari 100 juta jiwa.

Popularitas Falun Gong dengan cepat dipandang oleh pemimpin Partai Komunis Tiongkok saat itu, Jiang Zemin sebagai ancaman terhadap pemerintahannya. Pada Juli 1999, Jiang meluncurkan penganiayaan skala nasional terhadap pengikut Falun Gong di Tiongkok.

Sejak itu, diperkirakan ratusan ribu praktisi Falun Goong diculik dan ditahan di dalam penjara, kamp kerja paksa, dan pusat pencucian otak. Lebih miris lagi, ribuan dilaporkan telah terbunuh karena penyiksaan. Laporan ini diungkapkan Minghui.org, sebuah situs web yang berbasis di AS yang mengungkap penganiayaan terhadap Falun Gong di Tiongkok.

Penduduk Hong Kong tidak optimis tentang lanskap media di kota itu. University of Hong Kong pernah menerbitkan sebuah survei pada September 2018 yang menunjukkan sebanyak 56 persen dari mereka yang disurvei percaya media lokal mempraktikkan swa-sensor. Porsentase ini menjadi rekor tertinggi sejak 1997. (asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=MzQxvf0KGs4