Wapres Pence : AS akan Terus Desak Komunis Tiongkok untuk Hentikan Penindasan Agama

oleh Zhang Ting

Pada Sabtu (30/3/2019), Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence dalam pertemuan dengan para pemimpin agama mengatakan bahwa sejak tahun 1999, komunis Tiongkok telah terdaftar sebagai negara penindas agama oleh Kementerian Luar Negeri AS.

VOA dalam laporannya mengatakan bahwa ketika Amerika Serikat berusaha untuk membangun hubungan perdagangan yang lebih bebas dan lebih adil dengan Tiongkok. Pemerintah AS secara tegas menyampaikan akan berdiri dengan orang-orang Tiongkok yang memiliki kepercayaan agama dan terus mendesak komunis Tiongkok untuk berhenti menindas kelompok beragama.

Pence mengatakan, lebih dari 80% populasi dunia hidup dalam masyarakat yang membatasi kebebasan beragama.

Pemerintah AS saat ini menganut kebebasan beragama dan akan terus mendesak rezim yang menganiaya keyakinan agama untuk menghentikan tindakan tersebut.

Pence menekankan bahwa termasuk Tiongkok, negara yang berpenduduk terbanyak di dunia  harus mengakui dan menghormati kepercayaan rakyat mereka sendiri.

Menurut laporan, baru-baru ini ada peraturan baru di Guangzhou yang memberikan insentif ekonomi dengan nilai paling tinggi RMB. 10.000 bagi warga negara yang melaporkan adanya kegiatan keagamaan ilegal. Tokoh agama mengatakan bahwa ini adalah langkah konkret lain dalam penindasan terhadap kebebasan beragama oleh otoritas.

Laporan tahunan yang dikeluarkan oleh ChinaAid baru-baru ini menunjukkan bahwa perubahan terbesar dalam hubungan politik dan keagamaan Tiongkok pada tahun 2018 adalah komunis Tiongkok menghendaki politik memimpin agama.

Mereka ingin lagu kebangsaan masuk ke gereja, potret pemimpin nasional digantung di kedua sisi platform altar gereja, dan menggabungkan lembaga urusan agama yang sebelumnya berada di bawah Dewan Negara menjadi bagian dari Kementerian Pekerjaan Front Bersatu Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok. Hal ini menunjukkan bahwa otoritas Beijing menghendaki agama dikontrol secara ketat.

Di banyak tempat terjadi pembongkaran secara paksa salib dan bahkan seluruh bangunan gereja. Beberapa gereja rumah dan umatnya disandera.

Pada Kamis (28/3/2019), Sam Brownback, Duta Besar AS untuk Kebebasan Beragama Internasional memberikan laporan singkat mengenai tur Asia kepada wartawan di konferensi pers.

Di konferensi pers, Sam Brownback secara khusus menyinggung soal penganiayaan kejam komunis Tiongkok terhadap kelompok keyakinan Falun Gong dan masalah pengambilan organ praktisi Falun Gong.

Brownback menekankan bahwa komunis Tiongkok berperang dengan keyakinan, tetapi ia tidak mungkin bisa menang.

Menurut siaran pers konferensi Kementerian Luar Negeri AS pada Kamis lalu, Sam Brownback selain menyampaikan rasa kekhawatiran yang tinggi terhadap penindasan komunis Tiongkok di Xinjiang, juga menyebutkan kelompok keyakinan Falun Gong yang telah dianiaya dengan serius selama bertahun-tahun.

“Saya pikir ini adalah hal-hal mengerikan yang sedang terjadi (di Tiongkok)” katanya.

“(komunis Tiongkok) memperlakukan orang-orang beragama dengan cara yang sangat mengerikan. Banyak dari orang-orang beragama ini berada di Tiongkok, dan ada banyak Keyakinan yang berbeda,” tambhanya.

“Falun Gong telah dianiaya oleh komunis Tiongkok selama bertahun-tahun dengan tingkatan yang mungkin tidak pernah Anda bayangkan”, kata Brownback.

Selain itu, komunis Tiongkok telah menerapkan pengawasan dan penahanan yang ketat terhadap warga etnis minoritas di Xinjiang. Komunis Tiongkok mengklaim bahwa kamp-kamp penahanan ini adalah “pusat pelatihan profesional dan pendidikan untuk tujuan kontra-terorisme dan deradikalisasi”. Namun argumen komunis Tiongkok tersebut telah menimbulkan kecurigaan masyarakat internasional.

Laporan Hak Asasi Manusia Kementerian Luar Negeri AS tahun 2018 memperkirakan bahwa komunis Tiongkok secara sewenang-wenang telah menahan 800.000 hingga lebih dari 2 juta warga etnis Uighur, Kazakh, dan umat Muslim di kamp penahanan.

Laporan menyebutkan : “Media internasional, organisasi hak asasi manusia dan mantan tahanan telah mengungkapkan bahwa para penjaga keamanan di kamp-kamp tahanan menganiaya, menyiksa sampai membunuh beberapa dari warga yang ditahan.”

Beberapa warga yang pernah ditahan di kamp penahanan di Xinjiang mengatakan, mereka dipaksa untuk menjalani pencucian otak berintensitas tinggi, termasuk mempelajari dan memperdalam bahan-bahan propaganda komunis Tiongkok.

Pemerintah Tiongkok mengklaim  bahwa kamp-kamp penahanan ini adalah sarana untuk memerangi apa yang disebut ekstrimisme yang tumbuh di Xinjiang.  (Sin/asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=GzObmDotF2w