Erdogan Hadapi Ancaman Kekalahan Serius dalam Pemilu Dua Kota Terbesar Turki

EpochTimesId – Oposisi Turki tampaknya bersiap untuk memenangkan kendali atas dua kota terbesar di negara itu, pada Senin (1/4/2019) ketika partai itu mengalahkan Partai Keadilan dan Pembangunan pimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan, atau AK Parti. Ini adalah salah satu kemunduran pemilu yang paling serius selama bertahun-tahun. Oposisi memenangkan Ankara, kubu partai yang berkuasa selama beberapa dekade, dan memimpin pertarungan ketat untuk kursi walikota di Istanbul, menurut angka tidak resmi, Senin malam waktu setempat.

Pemimpin yang telah mendominasi politik Turki selama 16 tahun itu tetap mengklaim kemenangan meskipun ada pertentangan.

Pemilihan umum lokal digelar serentak pada hari Minggu (31/3/2019) secara nasional, dan dilihat sebagai ukuran dukungan untuk Erdogan. Karena negara 81 juta penduduk itu menghadapi resesi ekonomi yang menakutkan. Pemilihan kepala daerah ini juga merupakan ujian pertama bagi Erdogan, yang telah dituduh memiliki kecenderungan yang semakin otoriter, sejak mendapatkan ‘kekuasaan presiden yang diperluas’ atau kewenangan tambahan pada 2018 lalu.

Jika dikonfirmasi lembaga penyelenggara pemilu, pukulan di Ankara dan Istanbul bisa sangat menyiksa bagi politisi yang berkampanye sangat keras untuk mempertahankan kekuasaannya. Pihak oposisi juga mempertahankan cengkeramannya atas Izmir, kota terbesar ketiga di Turki.

Meskipun Erdogan tidak mencalonkan diri untuk jabatan publik pada hari Minggu itu, Dia tetap menjadi wajah kampanye kandidat partai penguasa. Dia berkampanye tanpa lelah selama berbulan-bulan di seluruh Turki, dengan menggunakan retorika bermusuhan terhadap partai-partai oposisi. Dia juga menggambarkan pemungutan suara sebagai masalah kelangsungan hidup nasional.

Penurunan dukungan pada kota untuk partai Islam konservatifnya datang meskipun fakta bahwa Erdogan memegang kendali ketat atas media massa, yang hampir tidak memberitakan kampanye kandidat oposisi.

Behlul Ozkan, seorang profesor di Universitas Marmara, mengatakan hilangnya dukungan akar rumput bagi Erdogan di Ankara dan Istanbul menunjukkan bahwa kebijakan sosialnya yang konservatif dan digerakkan oleh konstruksi tidak lagi beresonansi di kota-kota Turki.

“Hegemoni lama Islam politik seperempat abad di dua kota terbesar Turki sudah berakhir. Masalah mendasarnya adalah Erdogan tidak bisa mendapatkan suara dari mereka yang berpenghasilan menengah, yang meyakini bahwa ekonomi, pendidikan, dan pemerintahan kota tidak berjalan dengan baik,” ujar Behlul Ozkan.

Lebih dari 57 juta pemilih memenuhi syarat untuk memilih pemimpin bagi 30 kota besar, 51 ibu kota provinsi dan 922 distrik di Turki, serta ribuan posisi lokal lainnya. Pemilihan itu diwarnai oleh kekerasan sporadis, dengan lima orang tewas dan sejumlah lainnya terluka di seluruh Turki.

Partai Erdogan dan sekutu nasionalisnya mengumpulkan sekitar 52 persen suara secara keseluruhan. Akan tetapi oposisi membuat terobosan penting.

Keputusan strategis oleh partai pro-Kurdi untuk tidak mengikuti kompetisi sengit di kota-kota besar berkontribusi pada perolehan suara oposisi. Pihak oposisi juga meningkatkan dukungannya di sepanjang Laut Tengah, mengambil kota Adana dari kaum nasionalis dan tujuan wisata Antalya dari partai yang berkuasa.

Erdogan mengakui kemunduran perolehan suara dalam pidatonya kepada para pendukungnya. Dia mengatakan partainya akan bekerja untuk memahami apa yang salah dan memperbaiki masalah ini.

Hasil tidak resmi yang dilaporkan oleh kantor berita Anadolu yang dikelola pemerintah setelah semua suara dihitung menunjukkan kemenangan sangat tipis bagi oposisi dalam perebutan walikota Istanbul, kota terbesar di Turki dan pusat komersial. Suara oposisi mendapat dukungan 48,8 persen, dan dukungan bagi calon partai berkuasa 48,5 persen.

Ekrem Imamoglu, kandidat oposisi dalam aliansi yang dipimpin oleh Partai Rakyat Republik yang sekuler, atau CHP, menyatakan bahwa Dia memenangkan kursi walikota Istanbul. Akan tetapi saingannya, mantan Perdana Menteri Binali Yildirim dari partai yang berkuasa, mengatakan masih terlalu dini untuk mengklaim hasil pemilihan.

Yildirim mengakui bahwa pesaingnya memimpin perolehan suara, tetapi dia mengatakan partainya akan mengajukan keberatan. Mereka akan mengajukan penghitungan ulang 319.500 suara yang dinyatakan batal di Istanbul.

Baik Ankara dan Istanbul telah dipegang oleh Partai Keadilan dan Pembangunan Erdogan, AKP, dan pendahulunya yang berorientasi Islam selama 25 tahun. Karir Erdogan sendiri untuk kekuasaan politik dimulai sebagai walikota Istanbul pada tahun 1994.

Hasil tidak resmi menunjukkan Mansur Yavas, kandidat aliansi yang dipimpin CHP, memenangkan posisi teratas di Ankara dengan 50,9 persen dukungan. AKP masih memegang mayoritas dari 25 distrik di Ankara. Pemerintah menuduh Yavas melakukan pemalsuan dan penggelapan pajak, yang telah dibantah dan disebut sebagai fitnah.

Kandidat AKP untuk walikota Ankara, Mehmet Ozhaseki, memenangkan dukungan 47,1 persen dan partainya mengatakan akan menggugat hasilnya.

Pemilihan hari Minggu adalah kemenangan penting bagi oposisi, yang menampilkan strategi yang baik dan kandidat yang menjanjikan, menurut Ozgur Unluhisarcikli, direktur cabang Ankara dari German Marshall Fund.

“Ini tentu akan mengarah pada lanskap politik baru yang muncul di Turki,” kata Ozgur.

Dia berpendapat, bagaimanapun, bahwa jeda dalam pemilihan umum sampai 2023 akan menguntungkan Erdogan.

“Ini memberi partai yang memerintah dan Presiden Erdogan jendela peluang untuk melakukan reformasi ekonomi, reformasi politik jika mereka mau, memperbaiki hubungan Turki dengan negara-negara asing,” sambungnya.

Andrew Dawson, kepala misi pengawasan pemilihan Dewan Eropa, mengatakan Senin bahwa para pengawasnya tidak sepenuhnya yakin bahwa Turki saat ini memiliki lingkungan pemilihan yang bebas dan adil. Sesuatu yang diperlukan untuk pemilihan yang benar-benar demokratis.

Di provinsi-provinsi yang didominasi orang Kurdi, Partai Demokrat Rakyat, atau HDP, memenangkan kembali beberapa kursi dari wali yang ditunjuk pemerintah, termasuk ibukota simbolis Diyarbakir, tetapi kehilangan beberapa bekas ‘bentengnya’ yang direbut oleh partai yang berkuasa.

Pemerintah telah menggantikan 95 pejabat terpilih sejak 2016 karena dugaan hubungan dengan militan Kurdi yang terlarang. Dawson mendesak pemerintah Turki untuk menghormati hasil pemilu.

Partai politik memiliki waktu tiga hari untuk mengajukan keberatan. Sementara hasil resmi diharapkan akan diumumkan dalam beberapa hari mendatang. (THE ASSOCIATED PRESS/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M