Warga Tibet di Pengasingan Ungkap Fakta Tentang Sistem Petani Budak di Tibet

oleh Chen Han

Dewan Negara Tiongkok baru-baru ini mengeluarkan sebuah buku putih yang diberi judul ’60 Tahun Reformasi Demokratis Tibet.’ Buku ini menekankan bahwa Tibet melalui apa yang disebut reformasi demokratis telah berhasil menghapus sistem petani budak dan membuat prestasi yang gemilang dalam pembangunan, di bawah kepemimpinan komunis Tiongkok hak-hak orang Tibet sepenuhnya dijamin.

Seorang warga Tibet yang hidup dalam pengasingan mengatakan bahwa sistem petani budak tidak pernah ada di Tibet. Justru reformasi demokratis yang diusung oleh komunis Tiongkok itulah yang mengubah masyarakat Tibet menjadi masyarakat petani budak.

Dawa Tsering, seorang warga asal Tibet yang menjabat sebagai perwakilan dari Pemerintahan Tibet Pusat di Taiwan berpendapat bahwa pernyataan komunis Tiongkok itu adalah ironi. Justru reformasi demokratis mereka itulah yang mengubah Tibet menjadi masyarakat perbudakan.

Dawa Tsering mengatakan, sebelum tahun 1950, masyarakat Tibet adalah masyarakat yang adil dan damai, dan rakyatnya hidup tenteram. Tanah di Tibet dimiliki oleh pemerintahan Tibet. Warga Tibet bisa mengajukan permohonan untuk mendapatkan tanah dari pemerintah.

Pada saat tanah diterima oleh sau keluarga, maka jumlah pajak berupa hasil panen tanaman pangan langsung ditetapkan. Dan jumlahnya tidak akan pernah berubah. Rakyat senantiasa dapat memanfaatkan tanah tersebut untuk menjamin kehidupan anggota keluarga. Sistem sosial yang menyerupai feodalisme di Tibet ini telah bertahan hingga ratusan tahun, jadi tidak pernah ada sistem petani budak di Tibet.

Sebaliknya, komunis Tiongkok menggunakan sistem petani budak yang mereka karang untuk menipu dan memperoleh legitimasi demi menduduki Tibet.

Dawa Tsering mengatakan bahwa komunis Tiongkok dengan praktik meremehkan atau menciptakan rumor yang merugikan pihak lain. Termasuk mengirim tentara ke Tibet untuk menjalankan pemerintahan otokrasi di sana. Karena Rusia sebelumnya pernah memiliki sistem petani budak, maka komunis Tiongkok mengikuti teori tahapan perkembangan sosial dari Marxisme.

Komunis Tiongkok menerapkan apa yang dipelajari dari Kekaisaran Rusia itu untuk diterapkan di Tibet, menciptakan kesan seakan-akan sistem petani budak dipraktikkan di Tibet. Padahal sistem itu tidak ada di Tibet.

Dawa Tsering mengatakan : “Komunis Tiongkok menciptakan rumor demi legitimasi memerintah di Tibet. Ini adalah untuk merasionalisasi dan melegalkan pendudukannya di Tibet dan untuk membersihkan dosa atas kejahatanan mereka di Tibet. Secara khusus, “reformasi demokrasi” adalah akar penyebab penderitaan rakyat Tibet. Oleh karena itu, sangat ironis untuk menggunakan istilah “reformasi demokratis.”

Dawa Tsering juga mengatakan bahwa semua kejahatan komunis Tiongkok di Tibet dilakukan di bawah panji “reformasi demokratis”. Selama masa pendudukannya, jutaan orang rakyat Tibet meninggal dunia, sejumlah besar dari mereka mati karena kelaparan, kuil-kuil dihancurkan, kekayaan warga Tibet disita dan sistem kolektivasi tanah pertanian ala Uni Soviet diterapkan.

“Yang dapat kami sebutkan, selama 20 tahun pertama komunis Tiongkok menduduki Tibet dan mempraktikkan “reformasi demokratis”, itu adalah masa yang paling gelap, paling sengsara bagi kehidupan rakyat Tibet. Misalnya, mereka melukiskan Revolusi Kebudayaan sebagai bencana kekacauan satu dekade, padahal itu adalah bencana kekacauan dua dekade di Tibet !”

Sheng Xue, seorang penulis warga Kanada etnis Tionghoa berpendapat bahwa dalam masyarakat tradisional Tibet, terutama karena rakyat Tibet adalah rakyat yang percaya pada agama Buddha, tidak ada orang yang mati kelaparan bahkan pengemis pun tidak ada. Orang-orang Tibet memiliki kebebasan bergerak dan kebebasan untuk melakukan proses peradilan, jadi itu bukan sistem petani budak sebagaimana yang dikatakan komunis Tiongkok.

Namun, untuk memungkinkan warga etnis Han di Tiongkok mendiskriminasi Tibet dan tidak memahami masyarakatnya maka komunis Tiongkok memfasilitasi slogan palsu “reformasi demokrasi” untuk memperkuat alasan menduduki Tibet, dan memfitnah dengan kebohongan.

“Kisah-kisah yang dikarang oleh komunis Tiongkok seperti Gadis Berambut Putih, kisah seekor ayam yang berkokok di tengah malam, juga kisah sel tahanan di bawah air di Sichuan dan lainnya. Ini kemudian dikemukan bahwa itu adalah kisah fiktif yang dibuat demi kebutuhan politik komunis Tiongkok. Untuk membuatnya menjadi “realita”, komunis Tiongkok bahkan tidak ragu-ragu untuk menggunakan banyak sumber daya manusia dan material untuk memalsukan, membuat sejarah palsu”, kata Sheng Xue.

Sheng Xue mengatakan bahwa komunis Tiongkok menggunakan cara terorisme negara untuk menguasai Tibet.

Sejak tahun 2009 – 2017 setidaknya 150 orang warga etnis Tibet menggunakan bakar diri untuk menyampaikan ketidakpuasan mereka dan masyarakat Tibet.

Chen Pokong suatu kali pernah mengatakan bahwa komunis Tiongkok menentang agama, berperilaku biadab, otoriter dan menerapkan rasisme di Tibet selama setengah abad. Justru di masa itulah sistem petani budak terjadi. Bukan sebelum kedatangan komunis Tiongkok di Tibet. (Sin/asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=4uCJcxw3lDk