Amerika Habis Kesabaran Terhadap Kolombia Akibat Serbuan Narkoba Melonjak

EpochTimesId — Aliran penyelundupan narkoba yang terus menerus dari Kolombia ke Amerika Serikat telah menjadi titik perselisihan antara kedua negara. Kini Washington kehilangan kesabaran dengan kurangnya kemajuan Bogota dalam membatasi produksi obat-obatan.

Ketika meninggalkan acara politik tentang migrasi di Florida pada 29 Maret 2019, Presiden Donald Trump memuji Presiden Kolombia Iván Duque karena menjadi orang yang benar-benar baik. Akan tetapi, dia kemudian mengkritiknya karena tidak melakukan cukup banyak upaya untuk menghentikan lonjakan dalam produksi kokain.

“Dia mengatakan bagaimana dia akan menghentikan narkoba. Lebih banyak obat yang keluar dari Kolombia sekarang daripada sebelum dia menjadi presiden, jadi dia tidak melakukan apa pun untuk kita,” kata Trump.

Duque kemudian membalas bahwa tidak ada yang memberitahu Kolombia apa yang harus mereka lakukan.

Media lokal melaporkan bahwa Duta Besar AS untuk Kolombia, Kevin Whitaker, telah mengadakan pertemuan rahasia dengan anggota kongres Kolombia menjelang pemungutan suara pada Yurisdiksi Khusus Kolombia untuk Perdamaian, sebuah pengadilan yang dibentuk untuk menyelidiki dan mengadili kejahatan perang selama konflik.

Whitaker diduga melobi para politisi untuk memilih mendukung modifikasi pengadilan untuk memfasilitasi ekstradisi mantan komandan Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) yang menurut Washington terlibat dalam perdagangan ratusan juta dolar obat-obatan ke Amerika. Negara itu diminta mengikuti arahan, atau berisiko kehilangan 500 juta dolar bantuan dari AS.

Para pekerja memanen daun koka di Puerto Bello, di negara bagian Putumayo, Kolombia selatan, pada 3 Maret 2017. (Foto : AP/ Fernando Vergara, File/The Epoch Times)

Produksi Kokain Mencapai Rekor
Presiden termuda Kolombia yang terpilih pada 17 Juni 2018, pada platform konservatif dan merupakan kandidat paling ramah di AS dalam pemungutan suara. Dia diyakini memiliki kedekatan dan hubungan pribadi yang kuat dengan Pemerintahan AS. Ketika Dia dan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo bertemu di Cartagena pada Januari 2019, Dia mengucapkan terima kasih kepada Pompeo atas dukungan pemerintahan Trump terhadap pemerintahannya. Kolombia kini menjadi salah satu sekutu terdekat Amerika Serikat di Amerika Latin.

Namun, sekarang, kesabaran Trump tampaknya mulai menipis dengan kegagalan Kolombia untuk menangani produksi kokain, yang berada pada tingkat rekor tertinggi.

Diharapkan kesepakatan damai 2016 yang bersejarah dengan FARC, sebuah kelompok gerilyawan Marxis yang diyakini sebagai pemain utama dalam perdagangan narkoba, akan mengurangi produksi kokain dan alirannya ke negara-negara asing seperti Amerika Serikat, konsumen global terbesar dari narkoba jenis itu.

Namun terlepas dari perjanjian damai dan bantuan sekitar 400 juta dolar yang dijanjikan oleh Amerika Serikat, serta 300 juta dolar lainnya khusus untuk mengatasi masalah tersebut, produksi kokain tetap melonjak.

Pada tahun 2017, produksi narkoba ini naik 31 persen menjadi sekitar 1.543 ton, yang dibudidayakan di 660 mil persegi perkebunan koka. Ini merupakan rekor tertinggi menurut laporan dari Kantor Kejahatan Narkoba Amerika Serikat yang dirilis pada September 2018.

Pada Agustus 2018, Duque menjanjikan ‘hasil konkret’. Akan tetapi pemerintahannya mengatakan mereka dibatasi oleh penangguhan fumigasi coca melalui udara yang menggunakan glyphosate kimia, keputusan yang dibuat pada tahun 2015 oleh Presiden Juan Manuel Santos saat itu. Keputusan itu menyusul peringatan dari Organisasi Kesehatan Dunia, bahwa bahan kimia tersebut berpotensi menyebab kanker.

Rencana untuk menggunakan pesawat tanpa berawak (drone) untuk menyemprot tanaman koka, bahan dasar kokain, sejak itu terhenti menyusul kritik dari dalam dan luar negeri.

Pompeo membawa masalah ini kembali menjadi sorotan pada 14 April 2019, saat berkunjung ke kota Cúcuta di perbatasan Kolombia-Venezuela untuk membahas krisis ekonomi, politik, dan sosial di perbatasan. Krisis Venezuela yang telah menyebabkan lebih dari satu juta warga Venezuela melarikan diri ke Kolombia.

Pompeo menggunakan nada yang lebih lembut, menyatakan Amerika Serikat akan ‘terus bekerja’ dengan Kolombia untuk membendung aliran obat-obatan terlarang dan ambil bagian untuk mengurangi permintaan obat-obatan terlarang di Amerika, sambil meminta pemimpin Kolombia itu untuk mengatasi permasalahan tersebut di Kolombia.

Pada 15 April, Menteri Pertahanan Kolombia Guillermo Botero mengatakan kepada wartawan bahwa pemerintah berkeinginan untuk memulai penyemprotan udara lagi. Akan tetapi larangan peradilan atas fumigasi udara, yang didukung oleh Mahkamah Konstitusi, menghalangi jalannya.

Sementara itu, pendekatan lain sedang dipertimbangkan.

“Kami mencari alternatif lain seperti hama yang dapat menembus tanaman [coca], tetapi semua itu membutuhkan dukungan ilmiah yang kuat,” ujar Botero.

Adam Isaacson, Analis Andes di Kantor Washington di Amerika Latin, mengatakan bahwa untuk benar-benar memadamkan produksi kokain, pemerintah Kolombia perlu membuat strategi jangka panjang.

“Saya pikir fakta bahwa permintaan tetap konstan adalah penting, dan pemerintah belum memberikan petani alternatif yang layak dalam jangka pendek,” kata Adam Isaacson.

Adam mencatat bahwa 120.000 rumah tangga Kolombia saat ini bertahan hidup dari panen daun Coca, tanpa alternatif ekonomi.

“Juga, pertumbuhan ekonomi ilegal adalah karena peluang [menghasilkan uang] yang sangat besar yang dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang ingin mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh FARC.”

FARC melucuti dirinya sendiri pada Juni 2017 dan direformasi sebagai partai politik yang sah, sesuai dengan ketentuan perjanjian damai. Namun, ribuan pembangkang FARC – pemberontak yang menolak untuk ambil bagian dalam proses perdamaian, atau yang mengambil bagian tetapi kemudian meninggalkannya – masih terlibat dalam perdagangan narkoba. (LUKE TAYLOR/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/M_mC5lLx2Ow

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M