Mantan Presiden Peru Tembak Kepala Sendiri Ketika Hendak Ditangkap

EpochTimesId – Mantan presiden Peru, Alan Garcia meninggal di sebuah rumah sakit di Lima pada hari Rabu, 17 April 2019. Dia sebelumnya menembak dirinya ketika polisi tiba di rumahnya, untuk menangkapnya.

Garcia akan ditangkap terkait kasus dugaan suap. Pria 69 tahun itu sudah berulang kali membantah melakukan korupsi dan menerima suap.

Anggota partainya mengumumkan kematiannya kepada masyarakat yang berkumpul di luar rumah sakit Casimiro Ulloa, di mana dia menderita tiga gagal jantung dan menjalani operasi darurat.

Presiden Martin Vizcarra mengatakan di Twitter bahwa dia merasa cemas atas kematian Garcia, dan mengirimkan belasungkawa kepada anggota keluarganya.

Dokter mengatakan mantan Presiden Peru Alan García meninggal karena pendarahan otak parah akibat tembakan dan gagal jantung. Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit José Casimiro Ulloa di ibu kota Lima mengatakan Garcia meninggal sekitar tiga jam setelah tiba di rumah sakit karena luka tembak.

“Dia dirawat di rumah sakit untuk pendarahan yang tidak terkendali di pangkal tengkorak pada 6:45 waktu setempat dan masuk operasi sekitar tiga puluh menit kemudian,” rilis pihak rumah sakit.

Pihak berwenang tiba di rumah García Rabu pagi untuk menahannya sehubungan dengan penyelidikan korupsi. Mereka mengatakan dia menutup diri di kamar tidur dan kemudian suara tembakan terdengar.

‘Korupsi yang Merajalela’
García adalah penghasut populis yang masa kepresidenan pertamanya diwarnai situasi tidak menentu pada 1980-an. Situasi yang ditandai oleh hiperinflasi, korupsi yang merajalela, dan munculnya gerakan gerilya Shining Path.

Ketika dia kembali berkuasa dua dekade kemudian, dia menjalankan pemerintahan yang lebih konservatif, membantu mengantar negara itu pada ledakan investasi yang dipimpin komoditas di mana Odebrecht memainkan peran pendukung utama.

Garcia, seorang orator ahli yang telah memimpin partai Apra yang dulu sangat kuat di Peru selama beberapa dekade, memerintah sebagai nasionalis dari tahun 1985 hingga 1990. Dia kemudian membentuk kembali dirinya sebagai pendukung pasar bebas dan memenangkan masa jabatan lima tahun lagi pada tahun 2006.

Skandal Korupsi Global
Odebrecht dituduh membagikan hampir US$ 800 juta suap antara tahun 2001 dan 2016, untuk mendapatkan kontrak dari pemerintah untuk membangun jalan, jembatan, bendungan dan jalan raya.

Pihak berwenang mengatakan pejabat Odebrecht mengirim uang tunai ke seluruh dunia, dari satu ‘rekening cangkang’ bank ke rekening lainnya. Uang itu kemudian diduga kuat sampai kepada kantong para politisi di belasan negara, termasuk Peru, Meksiko, Venezuela, Kolombia, Argentina, dan Mozambik. Beberapa aliran suap diduga melalui sistem keuangan Amerika Serikat.

Skandal korupsi ini, salah satu yang terbesar dalam sejarah modern, melibatkan beberapa mantan presiden Amerika Latin.

Tahun lalu, Presiden Peru, Pedro Pablo Kuczynski mengundurkan diri sehari sebelum kongres memberikan suara atas pemakzulannya. Dia terus menyangkal terlibat dalam skandal Odebrecht.

Kucyznski ditahan minggu lalu sebagai bagian dari penyelidikan pencucian uang dalam hubungannya dengan perusahaan. Sekutu kongres Kuczynski mengatakan, Dia juga dibawa Selasa malam ke klinik setempat akibat tekanan darah tinggi.

Ekuador melengserkan Wakil Presiden Jorge Glas, yang kemudian dijatuhi hukuman enam tahun penjara pada Desember 2017 karena menerima suap US$ 13,5 juta dari Odebrecht.

Ada pula mantan presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva yang tengah menjalani hukuman 12 tahun karena korupsi dan pencucian uang. Dia juga diduga menerima suap dari Odebrecht, yang membiayai villa liburan keluarganya.

Seorang hakim Peru pekan lalu memerintahkan penahanan Kuczynski selama 10 hari saat mereka menyelidiki dugaan suap sekitar US$ 782.000 yang sebelumnya dirahasiakan dari raksasa konstruksi Brasil, Odebrecht lebih dari satu dekade lalu.

Sidang dijadwalkan berlangsung Rabu untuk memutuskan apakah akan meningkatkan penahanannya menjadi tiga tahun. (Associated Press, CNN Wire, dan REUTERS/The Epoch Times)

Video Pilihan :

https://youtu.be/M_mC5lLx2Ow

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M