Korban Penganiayaan di Tiongkok Yang Selamat Memperingatkan Mengenai Perlakuan Rezim Tiongkok terhadap Kaum Uighur

EpochTimesId – Seorang pengungsi dari Tiongkok baru-baru ini melaporkan mengenai penganiayaan terhadap minoritas kaum Muslim Uyghur, menceritakan penjara-penjara yang penuh sesak, pelecehan, penyiksaan, dan kemungkinan pembantaian tahanan hati nurani melalui pengambilan organ.

Yu Ming adalah seorang pengusaha sukses yang dipenjara selama hampir 12 tahun di kamp kerja paksa dan penjara di Tiongkok karena berlatih disiplin spiritual Falun Gong. Pada bulan Januari 2019, berkat bantuan pemerintah Amerika Serikat, ia berhasil datang ke Amerika Serikat, bergabung dengan istri dan dua anaknya.

Dalam acara yang diselenggarakan oleh kelompok pembela demokrasi, Inisiatif Kekuasaan Warganegara untuk Tiongkok di Washington pada tanggal 22 April 2019, Yu Ming menceritakan apa yang telah ia ketahui  dari anggota keluarga praktisi Falun Gong yang dipenjara yang mengunjungi penjara setiap bulan: Beberapa penjara telah dikosongkan untuk membuat ruang bagi kaum  Uyghur, sekarang fasilitas tersebut penuh di daerah asalnya Xinjiang.

Akun Yu Ming menguatkan laporan Radio Free Asia pada bulan Oktober 2018 bahwa pemerintah di wilayah Otonomi Uyghur Xinjiang barat laut Tiongkok “secara diam-diam memindahkan tahanan Uyghur ke penjara di provinsi Heilongjiang dan daerah lain di seluruh negeri untuk mengatasi ‘luapan’ tahanan politik yang penuh sesak di ‘kamp pendidikan-ulang’ di wilayah Uyghur.”

Yu Ming mengatakan bahwa orang-orang yang anggota keluarganya pernah ditahan di Penjara Tailai, di Provinsi Heilongjiang, timur laut Tiongkok, mengatakan penjara itu dikosongkan, lalu digunakan untuk memenjarakan tahanan Uyghur. Praktisi Falun Gong yang pernah ada di sana telah dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, dan dipindahkan ke berbagai penjara, demikian kata pemberi informasi.

Pengalaman Yu Ming dengan penjara rezim Tiongkok dimulai setelah diktator Jiang Zemin melancarkan kampanye pada bulan Juli 1999 untuk membasmi latihan Falun Gong, yang juga dikenal sebagai Falun Dafa.

Falun Gong menerapkan hidup sesuai dengan prinsip Sejati, Baik, dan Sabar dan berlatih latihan meditasi. Segera setelah pengenalan praktik ini kepada publik Tiongkok pada tahun 1992, Falun Gong menjadi populer di seluruh negeri Tiongkok.

Dalam sebuah surat kepada Politbiro elit Partai Komunis Tiongkok pada bulan April 1999, Jiang Zemin meramalkan penganiayaan yang akan datang. Ia mengeluhkan banyaknya orang yang berlatih Falun Gong – pada tahun 1999, sumber-sumber rezim Tiongkok mengatakan 100 juta rakyat Tiongkok telah berlatih Falun Gong – dan menyatakan keprihatinannya bahwa ajaran moral tradisional Falun Gong mungkin terbukti lebih populer daripada ideologi materialis dan ateis Partai Komunis Tiongkok.

Metode yang Sama

Yu Ming mengatakan bahwa dari beberapa laporan yang tersebar mengenai apa yang telah terjadi di “kamp pendidikan-ulang” di Xinjiang, ia dapat mengatakan bahwa Partai Komunis Tiongkok menggunakan metode yang sama yang telah digunakan terhadap praktisi Falun Gong untuk memaksa mereka melepaskan keyakinannya.

Misalnya, tahanan Uyghur tidak diizinkan menggunakan kamar kecil untuk jangka waktu yang lama, tidak diizinkan menemui dokter bila sakit, dipaksa berdiri untuk waktu yang lama sebagai hukuman, dan dipaksa untuk melakukan latihan seperti tentara.

Bahkan kebohongan, slogan, dan propaganda adalah sama, kata Yu Ming. Kamp pendidikan-ulang digambarkan sebagai “sekolah yang indah” dengan “ruang kelas yang cerah, rerumputan  dan pepohonan yang hijau,” dengan “petugas polisi yang pengasih” merawat semua orang, dan sebagainya.

Bahkan, siapa pun yang tidak taat sedikit akan dihukum berat dan disiksa. Yu Ming mengatakan ia telah mengalami berbagai macam penyiksaan, dan hampir disiksa sampai mati.

Video Rahasia

Yu Ming memutar rekaman video yang diambilnya dengan kamera tersembunyi di dalam Kamp Kerja Paksa Masanjia dan Penjara Benxi di Provinsi Liaoning di Tiongkok. Dalam rekaman itu, para tahanan tampak melakukan kerja paksa, terluka dan terbaring di tempat tidur karena penyiksaan yang parah, dan, dalam satu kasus, terbaring mati di ranjang penjara.

Setelah Yu Ming dibebaskan dari penjara pada tahun 2017, ia menyelidiki tuduhan bahwa rumah sakit Tiongkok mengambil organ dari tahanan hati nurani yang masih hidup untuk dipanen organnya untuk transplantasi. Ia merekam secara diam-diam di dalam beberapa rumah sakit di Beijing, yang menunjukkan penderita mengakui bahwa mereka dapat memperoleh organ dalam waktu tiga bulan.

Yu Ming mengatakan bahwa dalam satu contoh, seorang penderita mengatakan kepadanya bahwa ia dapat memperoleh satu  ginjal lagi hanya satu hari setelah transplantasi ginjal yang pertama, ginjal tersebut gagal berfungsi dengan baik.

Para peneliti yang menyelidiki transplantasi organ di Tiongkok telah menyimpulkan bahwa waktu tunggu yang sangat singkat untuk organ hanya mungkin terjadi jika rumah sakit memiliki sistem donor hidup di mana orang dapat dibunuh berdasarkan permintaan ketika organnya diperlukan.

Yu Ming mengatakan ia telah menjalani uji darah setidaknya tiga kali saat dipenjara, dan jumlah darah yang diambil darinya jauh di atas jumlah normal yang dibutuhkan untuk pemeriksaan kesehatan rutin.

Mengingat bahwa kaum Uyghur juga menjadi sasaran uji darah dan DNA, Yu Ming mengatakan ia sangat khawatir bahwa kaum Uyghur juga menjadi target pengambilan organ secara paksa.

Dibutuhkan Tindakan yang Kuat

Kyle Olbert, direktur operasi Gerakan Kebangkitan Nasional Turkistan Timur, yang membela hak asasi manusia dari orang-orang yang tinggal di wilayah Xinjiang, mengatakan bahwa kesaksian Yu Ming adalah sangat kuat.

“Sejauh mana Partai Komunis Tiongkok menganiaya Falun Gong, Falun Dafa, benar-benar mengerikan, dan Partai Komunis Tiongkok harus bertanggung jawab untuk itu,” kata Kyle Olbert.

Kyle Olbert meminta Kongres Amerika Serikat  dan otoritas lain di seluruh dunia bebas untuk bersatu dalam mengutuk penganiayaan Partai Komunis Tiongkok terhadap etnis minoritas dan agama dan “siapa pun yang menolak untuk menjadi roda penggerak dalam mesin kejam Partai Komunis Tiongkok.”

Kyle Olbert percaya pemerintahan Donald Trump harus menjatuhkan sanksi UU Global Magnitsky yang kuat terhadap pejabat Partai Komunis Tiongkok yang secara langsung bertanggung jawab atas kekejaman tersebut. UU Global Magnitsky memungkinkan pemerintah Amerika Serikat untuk memberi sanksi kepada pejabat di negara lain yang bersalah atas pelanggaran hak asasi manusia.

“Kita tidak dapat terus duduk diam. Kita perlu menggunakan sarana yang dapat kita gunakan, yang mencakup sanksi, tarif, boikot konsumen terhadap barang-barang buatan Tiongkok, serta melepaskan kelembagaan dari perusahaan yang dikelola Partai Komunis Tiongkok – khususnya, perusahaan milik negara Tiongkok,” kata Kyle Olbert.

Perang Dagang Donald Trump

Yang Jianli, presiden Inisiatif Kekuasaan Warganegara untuk Tiongkok, mengatakan bahwa penting agar korban penyiksaan yang selamat seperti Yu Ming diberi forum untuk berbicara, karena pengalaman mereka menawarkan informasi langsung mengenai  penjara rezim Tiongkok.

Yang Jianli mengatakan ia berharap bahwa pertimbangan hak asasi manusia dan keamanan nasional dapat dihubungkan kembali dengan perang dagang, karena masalah ini saling terkait. Menurut Yang Jianli, kesalahan terbesar yang dibuat Amerika Serikat dalam 30 tahun terakhir adalah memutuskan hak asasi manusia dari perdagangan. Kekuatan ekonomi yang diperoleh rezim komunis Tiongkok melalui perdagangan telah meningkatkan kapasitasnya untuk penganiayaan dan pengendalian.

Pada saat yang sama, ketakutan Partai Komunis Tiongkok akan kehilangan kekuasaannya telah mendorongnya ke langkah-langkah yang lebih ekstrim untuk mengendalikan dan menekan rakyatnya, Yang Jianli mengatakan.

Kini banyak orang Amerika menyadari bahwa mereka membuat kesalahan besar dengan percaya bahwa melibatkan Tiongkok dan membantu Tiongkok untuk berkembang secara ekonomi terlebih dahulu akan “secara otomatis” mendorong demokrasi dan kebebasan di sana, kata Yang Jianli. Namun, memperbaiki kesalahan tersebut akan memakan waktu.

Perang dagang Presiden Donald Trump dengan Tiongkok telah membuka wawasan bagi Amerika Serikat untuk mengkonfigurasi ulang hubungannya dengan Tiongkok dan membuat banyak orang mengevaluasi kembali hubungan kedua negara, Yang Jianli mengatakan.

“Karena evaluasi ulang ini, orang-orang menjadi sadar bahwa kami bertindak terlambat. Tiongkok telah menjadi ancaman terbesar bagi Amerika Serikat. Dan alasan Tiongkok menjadi ancaman terbesar bukanlah akibat kekuatan ekonomi Tiongkok, namun diakibatkan oleh sistemnya, demikian kata Yang Jianli.

“Sifat sistem politiknya tidak berubah. Itu adalah rezim otokratis. Setelah memiliki lebih banyak uang, maka akan menjadi semakin mirip fasisme.”

Yang Jianli mengatakan bahwa meskipun Donald Trump tidak secara terbuka menyatakan niatnya untuk mengubah sistem politik Tiongkok, semakin banyak orang Amerika menyadari bahwa pertempuran ideologis dengan Partai Komunis Tiongkok adalah tak terhindarkan. Sementara itu, masyarakat umum memiliki tanggung jawab untuk mendorong perubahan, kata Yang Jianli. (Jennifer Zeng/ Vv)

VIDEO REKOMENDASI

https://www.youtube.com/watch?v=Uv1RJYlnXnE&t=40s