Tatanan Dunia Baru Tiongkok

Mampukah naiknya posisi Tiongkok ke dominasi global, benar-benar “dikelola” oleh aturan dan perjanjian dagang?

EpochTimesId – Apakah tatanan internasional baru berdasarkan kepemimpinan ekonomi dan politik Tiongkok adalah ide yang bagus? Akankah hal ini akan mengarah kepada dunia yang lebih bebas dan makmur?

Hal tersebut adalah anjuran oleh “pakar” bisnis dan politik yang menghadiri Credit Suisse Global Supertrends Conference di Singapura minggu ini. Mereka menunjukkan bahwa kebangkitan Tiongkok bertepatan dengan penurunan pengaruh ekonomi dan militer global Eropa dan Amerika.

Oleh karena itu, menurut argumen mereka, komunitas global harus mengambil kesempatan ini untuk merangkul kebangkitan Tiongkok dan membangun kembali norma-norma perdagangan global.

Siapa yang Sungguh Percaya Akan Hal Ini?

Aturan tersebut dianggap akan mencegah Tiongkok berbuat curang. Ini adalah pemikiran orang-orang seperti mantan duta besar Amerika untuk Uni Eropa Anthony Gardner. Ini adalah sungguh naif.

Para pakar yang disebut tampaknya lupa bahwa prestasi Tiongkok hingga hari ini dicapai dengan melanggar semua aturan sistem internasional selama 40 tahun terakhir. Mengapa Tiongkok harus berhenti melakukan apa yang mendukung pretasinya selama beberapa dekade?

Dengan mengeksploitasi keterbukaan ekonomi Barat, Tiongkok telah menghancurkan seluruh industri di Amerika Serikat dan Eropa, yang telah mengorbankan triliunan dolar demi memindahkan pekerjaan dan pabrik ke Tiongkok serta sejumlah besar pencurian teknologi dan kekayaan intelektual.

Dan kini para pakar bisnis dan politik yang berpengaruh dalam bisnis internasional berpikir Tiongkok harus memimpin dunia dalam membentuk tatanan dunia baru? Tatanan internasional macam apa yang akan diterapkan? Faktanya, seseorang tanpa harus bersusah payah untuk melihat seperti apa tatanan dunia yang dipimpin Tiongkok.

Imperialisme Neo-Fasis Tiongkok

Tidak seperti rezim komunis lainnya, Tiongkok telah merangkul pembentukan modal dari pandangan atas hingga bawah sembari mensubsidi produktivitas melalui siklus pinjaman tanpa akhir dan menyerap produktivitas yang paling sukses ke dalam kepemilikan negara.

Alih-alih mengadopsi keterbukaan ekonomi Barat, Tiongkok memanfaatkan potensi pasarnya yang besar dan keunggulan komparatifnya sebagai produsen upah rendah dengan peraturan tenaga kerja atau lingkungan yang relatif sedikit untuk dengan cepat tumbuh menjadi pesaing ekonomi dan militer di panggung dunia.

Tetapi tidak terjadi apa yang diasumsikan oleh para ahli yaitu perdagangan akan mengarah ke masyarakat yang lebih bebas dan terbuka, malahan terjadi efek sebaliknya. Kekuatan baru yang ditemukan Tiongkok telah menuntun Partai Komunis Tiongkok untuk melakukan eksploitasi yang lebih besar di luar negeri dan penindasan sosial di dalam negeri.

Dengan kata lain, dengan bantuan luar biasa dari Barat, Partai Komunis Tiongkok telah membawa Tiongkok kembali menjadi kekuatan ekspansionis neo-fasis.

Semua orang dapat melihat tanda-tanda yang ada. Eksploitasi Tiongkok yang merajalela terhadap sistem internasional dan penaklukan keuangan yang ditimpakannya pada mitra dagang yang lebih lemah memberitahu kita seperti apa tatanan dunia yang dipimpin Tiongkok. Faktanya, Tiongkok sedang membangun tatanan baru tersebut sekarang ini.

Misalnya, Inisiatif One Belt One Road Tiongkok (juga dikenal sebagai Belt and Road). Untuk semua maksud dan tujuan, One Belt One Road adalah Bola Pendukung Kemakmuran Yang Lebih Besar Kekaisaran Jepang pada tahun 1930-an ala Tiongkok.

Kesamaan antara Jepang dan Tiongkok  antar perang saat ini sangat mencolok. Pada tahun-tahun sebelumnya Perang Dunia II, Jepang kekurangan bahan baku dan sumber daya alam yang diperlukan — termasuk minyak — untuk menopang model ekonominya.

Terlebih lagi, pengaturan sosial dan politik Jepang  didasarkan pada pemujaan terhadap kaisar dan antipati terhadap Barat. Untuk mendukung tujuan ekspansionisnya dan mengurangi ketakutannya akan jatuh tunduk pada kekuatan Barat, Jepang mengejar kebijakan kolonisasi yang agresif di seluruh Asia Tenggara. Tentu saja, manfaatnya tidak hanya dinikmati oleh Jepang.

Sebagai kaisar de facto Tiongkok, pemimpin Tiongkok Xi Jinping telah memupuk banyak kecenderungan budaya yang sama. Namun yang lebih penting, adalah dampak One Belt One Road Tiongkok terhadap mitra dagang Tiongkok yang lebih lemah. Tetapi tidak seperti Jepang, Tiongkok lebih menginvasi secara ekonomi daripada militer.

Meskipun prosesnya bervariasi, hasil dasarnya adalah tetap sama. Tiongkok menjanjikan infrastruktur dan pembangunan ekonomi lainnya pada negara mitra One Belt One Road dan kemudian membebani negara tersebut dengan utang yang tidak mungkin sanggup dibayarnya.

Tiongkok kemudian akan mengambil alih kepemilikan atas aset negara mitra yang memiliki daya ungkit ekonomi dan aset negara mitra merusak lingkungan negara tersebut, menguras  sumber daya alam negara mitra yang sangat dibutuhkan Tiongkok.

Hal ini telah terjadi di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan, wilayah kemakmuran yang jauh lebih besar daripada yang dapat dibayangkan oleh Kekaisaran Jepang.

Cetak Biru untuk Dominasi Teknologi

One Belt One Road menunjukkan rencana Tiongkok  untuk berurusan dengan negara yang lebih lemah di dunia, negara yang tidak sepenuhnya berkembang, negara yang ekonominya maju secara teknologi.

Tetapi untuk negara yang ekonominya maju, rencana tatanan dunia baru Tiongkok yang dijabarkan dalam program Buatan Tiongkok 2025. Sekali lagi, program ini mengikuti jejak beberapa perilaku Jepang di masa lalu, di mana strategi perdagangan Jepang saat ini berlawanan dari strategi perdagangannya di era tahun 1970-an dan tahun 80-an.

Singkatnya, program Buatan Tiongkok 2025 melibatkan pencurian teknologi canggih 10 vertikal utama dari perusahaan Barat dalam. Tujuannya adalah untuk membalikkan arus perdagangan dari Barat ke Timur dengan mengurangi kompetisi harga asing, sehingga Barat akan sulit untuk bersaing.

Tujuan akhir adalah penghancuran basis industri teknologi Eropa dan Amerika, sehingga Tiongkok akan berada di posisi teratas dalam bidang kecerdasan buatan, robotika, mikroprosesor, farmasi, dan teknologi lainnya.

Memperlakukan Dunia Seperti Keluarga

Dengan kata lain, dalam visi Tiongkok untuk tatanan dunia baru, seluruh dunia akan diperlakukan seperti keluarga. Saat Tiongkok  membuat aturan, tidak boleh ada sikap pilih-kasih  dalam keluarga global bangsa-bangsa. Kedengarannya sangat masuk akal dan penuh potensi, bukan?

Selain sarkasme, sangat penting untuk memahami bahwa tatanan internasional liberal yang telah membawa begitu banyak kemakmuran kepada dunia — termasuk Tiongkok — adalah pengecualian terhadap aturan dalam sejarah dunia yang panjang.

Adalah norma hukum dan keterbukaan Barat, ditambah dengan tingkat kebesaran hati yang jarang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan besar sepanjang sejarah, yang telah meningkatkan standar hidup di dunia.

Hak asasi manusia, kebebasan berekspresi, pertukaran ide dan amal semuanya adalah cita-cita Barat. Terkadang ada cacat dalam pelaksanaanya, tidak diragukan lagi; namun jelas lebih disukai daripada prinsip panduan yang akan berikan oleh Partai Komunis Tiongkok pada dunia.

Model Pembangunan Tidak Berkelanjutan Milik Tiongkok

Kesalahpahaman yang paling mencolok di antara para pakar adalah bahwa “model” pembangunan Tiongkok adalah satu model yang patut ditiru oleh negara berkembang lainnya.

Tetapi kenyataannya adalah bahwa ekonomi modern Tiongkok tidak diciptakan oleh kecemerlangan intelektual Partai Komunis Tiongkok – sangat jauh dari hal itu. Berpegang pada ide komunis, Tiongkok akan rakus. Terbukti selama tiga puluh tahun, Tiongkok menyebabkan kematian puluhan juta rakyatnya.

Perkembangan Tiongkok terutama disebabkan oleh keterlibatan besar ekonomi Barat dalam ekonomi Tiongkok. Namun demikian, ekonomi fasis Tiongkok diarahkan oleh pertimbangan politik, bukan ekonomi, yang dimanifestasikan oleh penipuan, korupsi, pemborosan, dan polusi yang meluas.

Faktanya, Tiongkok telah menghancurkan kemampuannya untuk menghasilkan pangan dan merupakan salah satu negara paling tercemar di planet ini. Inilah yang mendorong Tiongkok melirik dunia luar — kebijakannya sendiri telah menjadikan sebagian besar negeri itu menjadi tanah tidak produktif.

Semua ini adalah produk sampingan dari kelas politik yang korup yang merusak efisiensi ekonomi, kebersihan ekologis serta melarang pembangunan ekonomi dan sosial yang luas.

Terlebih lagi, ekonomi Tiongkok yang terbungkus rapi telah terbukti jauh lebih kecil dari apa yang tampak, ditopang oleh kesalahan data yang tertanam dan tingkat utang yang, pada titik tertentu, akan berkontribusi pada kehancurannya.

Ironi dalam prospek tatanan dunia baru yang dipimpin Tiongkok adalah bahwa mirip saat Tiongkok meningkat, demikian juga, saat Tiongkok jatuh.

Bahkan saat ini Tiongkok sedang berjuang mempertahankan ekonomi yang tidak kuat untuk menyangga bebannya sendiri. Apakah bangsa seperti itu yang dijadikan cita-cita dan landasan yang menjadi dasar tatanan dunia baru? (James Gorrie/ Vv)

James Gorrie adalah seorang penulis yang berada di Texas. Dia adalah penulis dari “The China Crisis.”

Pandangan yang dituangkan dalam artikel ini, adalah opini dari penulis pribadi, dan tidak berarti adalah pandangan dari Epoch Times. 

VIDEO REKOMENDASI

https://www.youtube.com/watch?v=YFI5lluIbzs