Ratusan Cendekiawan dari Seluruh Dunia Mendesak Amerika Serikat untuk Meloloskan Undang-undang HAM dan Demokrasi bagi Hong Kong

Zhang Dun

Aksi protes menolak Undang-undang ekstradisi yang telah berlangsung selama beberapa bulan yang mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan. Baru-baru ini, lebih dari 400 cendekiawan, aktivis, dan masyarakat internasional mengirim surat kepada Ketua parlemen Amerika Serikat, Nancy Pelosi. Surat itu mendesak agar meloloskan Rancangan Undang Undang RUU Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong secepat mungkin.

RUU tersebut bisa memberi wewenang yang lebih besar bagi pemerintah Amerika Serikat dalam memantau Pemerintah Hong Kong dan Komunis Tiongkok. Hal itu untuk memastikan rakyat Hong Kong menikmati otonomi tingkat tinggi di bawah prinsip “satu negara, dua sistem” dan memberi sanksi kepada pejabat yang merusak hak asasi manusia di Hong Kong.

Media Hong Kong ” The Stand News” melaporkan pada Rabu, 11 September 2019 lalu  bahwa surat bersama yang dikirim kepada Nancy Pelosi itu, ditandatangani sejumlah besar cendekiawan terkemuka Amerika Serikat. Beberapa nama diantaranya, Jerome A. Cohen, mantan rektor Harvard Law School, Larry Diamond, peneliti senior di The Hoover Institution at Stanford University, Andrew Nathan, profesor politik di Columbia University, dan Michael C. Davis, ahli hukum Amerika dan tokoh terkemuka lainnya.

Menurut surat bersama itu, Undang-Undang Kebijakan Hong Kong yang disahkan oleh Kongres Amerika Serikat pada tahun 1992 menunjukkan komitmen Amerika Serikat terhadap hak asasi manusia dan demokrasi di Hong Kong. Juga menganggap Hong Kong sebagai wilayah independen yang tidak sama dengan Tiongkok dalam kebijakan perdagangan, investasi, keuangan, dan imigrasi Amerika Serikat.

Namun, mengingat krisis di Hong Kong dalam beberapa tahun terakhir, Surat Bersama tersebut menyatakan bahwa pemerintah Amerika Serikat perlu memilih lebih banyak cara di luar posisi istimewa Hong Kong untuk mempertahankan atau mengakhiri dalam memantau pemerintah Hong Kong.

Surat bersama itu meminta Senat dan Parlemen Amerika Serikat untuk meloloskan Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong saat ini. Kongres mengatur kementerian Luar Negeri Amerika Serikat untuk meninjau kembali otonomi Hong Kong setiap tahun, meminta laporan Departemen Perdagangan Amerika Serikat, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Luar Negeri untuk melaporkan apakah pemerintah Hong Kong menerapkan kebijakan impor dan ekspor Amerika Serikat yang relevan. Di samping itu juga memberi wewenang kepada departemen terkait untuk memberikan sanksi kepada pejabat yang menindas hak asasi manusia di Hong Kong, dan menolak pengajuan visa Amerika Serikat tokoh atau pejabat Hong Kong yang menetapkan kejahatan terkait demonstrasi.

Surat bersama itu menyatakan bahwa komunis Tiongkok menetapkan posisi istimewa Hong Kong dalam Deklarasi Bersama Tiongkok dengan Inggris pada 1984 dan menjanjikan Hong Kong akan menikmati tingkat otonomi dan demokrasi, aturan hukum dan hak asasi manusia di bawah prinsip “Satu Negara, Dua Sistem”. 

Namun, komunis Tiongkok telah mengikis otonomi dan aturan hukum Hong Kong dalam beberapa tahun terakhir. Tiongkok melanggar komitmen yang dijanjikan pada saat pengalihan kedaulatan, dan fakta-fakta telah membuktikan bahwa Pemerintah Special Administrative Region – SAR Hong Kong  tidak dapat dan tidak bermaksud untuk mempertahankan otonomi tingkat tinggi Hong Kong.

Surat bersama itu juga menyatakan bahwa komunis Tiongkok dan pemerintah SAR telah merusak kebijakan dasar Hong Kong dalam beberapa tahun terakhir. Mereka dituding telah membuat cemas mereka, termasuk diundangkannya “Buku Putih tentang Satu Negara, Dua Sistem” pada tahun 2014, menghapus hak anggota yang dipilih rakyat Hong Kong, dan menjatuhkan hukuman pada demonstran yang memperjuangkan demokrasi.

Surat bersama juga menyebutkan bahwa Pemerintah Hong Kong memilih untuk menekan demonstran yang menolak undang-undang ekstradisi daripada menanggapi tuntutan mereka. Komunis Tiongkok dan Pemerintah SAR Hong Kong bahkan mendorong polisi bertindak represif, sehingga memicu kekacauan sosial yang berkelanjutan.

Sementara itu ada lebih dari 100.000 orang menyerukan agar Amerika Serikat meloloskan Undang-Undang Demokrasi. Itu adalah petisi lain yang diprakarsai oleh rakyat Hong Kong setelah meluncurkan aksi pengumpulan tanda tangan di situs web resmi Pemerintah Amerika yang menyerukan Kongres Amerika Serikat untuk mengesahkan RUU Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong.

Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengumumkan pada Rabu, 4 September 2019 lalu, bahwa ia telah menarik draf revisi Undang-undang Pelanggar Hukum. Namun, para pengunjuk rasa dari berbagai lapisan masyarakat di Hong Kong mengatakan bahwa penarikan amandemen itu sudah “terlambat, dan tidak tulus”. Demonstran menuntut lima tuntutan yang harus dipenuhi.

Empat tuntutan utama lainnya adalah: mencabut pernyataan bahwa aksi demonstran sebagai bentuk “kerusuhan”, mencabut tuduhan terhadap semua pengunjuk rasa, membentuk komite investigasi independen untuk menyelidiki penyalahgunaan kekuasaan oleh polisi, dan segera implementasikan hak pilih universal yakni pemilihan anggota dewan dan kepala eksekutif Hong Kong.

Pada hari pencabutan amandemen, rakyat Hong Kong meluncurkan petisi di situs web resmi Gedung Putih menyerukan Kongres Amerika Serikat agar mengesahkan Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong. Hanya dalam waktu dua hari, yaitu, pada Jum’at 6 September 2019 sekitar pukul 9:00 waktu setempat, jumlah orang-orang menandatangani surat petisi telah melebihi 100 ribu orang.

Menurut peraturan pemerintah Amerika Serikat, Gedung Putih perlu menanggapi petisi yang telah ditandatangani lebih dari 100.000 orang. Sebenarnya, banyak pejabat senior Gedung Putih, termasuk Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menghimbau pemerintah komunis Tiongkok untuk duduk bersama dengan para pemrotes Hong Kong dan secara damai menyelesaikan situasi di Hong Kong.

Pada Minggu, 8 September 2019, pukul 1:30 siang waktu Hong Kong, warga Hong Kong mengadakan pertemuan dan doa bersama terkait RUU Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong di Chater Garden. 

Tujuan utama rapat umum itu adalah meminta Kongres Amerika Serikat untuk mengesahkan RUU Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong. Di Taman itu juga digelar “Deklarasi bersama tentang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong”. Kemudian, makalah bersama itu akan ditempel di dinsing mosaic di depan Konsulat Amerika Serikat di Hong Kong.

Sekitar jam 2 siang waktu Hong Kong, para peserta berangkat dari Chater Garden Park, berjalan ke konsulat Amerika Serikat dan menyerahkan petisi. Mereka meminta Kongres Amerika Serikat untuk meloloskan RUU Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong.

Para peserta mengangkat spanduk dan slogan yang bertuliskan, “Presiden Trump, tolong bantu bebaskan Hong Kong”, “lima tuntutan utama, “Loloskan RUU Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong” serta slogan lainnya dalam bahasa Inggris

Selain itu, ada demonstran yang mengangkat bendera Amerika, sambil meneriakkan slogan “Berjuang demi kebebasan, berdiri bersama dengan Hong Kong” dan menyanyikan lagu kebangsaan Amerika saat menuju ke konsulat Amerika Serikat.

Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Hong Kong menerima surat petisi dari para demonstran.

Lalu apa saja isi dari Undang-Undang Demokrasi?

Aksi protes anti undang-undang ekstradisi yang digelar massa Hong Kong mulai meluas secara bertahap pada bulan Juni 2019 lalu. Pada saat ketika Dewan Legislatif Hong Kong yang awalnya berencana untuk melakukan pembacaan kedua draf revisi Undang-undang ekstradisi pada 12 Juni 2019 lalu, para demonstran menerjang ke Gedung Dewan Legislatif. Pada saat kejadian itu, Pemerintah Hong Kong mengatakan para demonstran sebagai “perusuh.”

Pada 13 Juni 2019 lalu, Senator Republik Amerika Serikat Marco Rubio dan Anggota Kongres dari partai Republik Chris Smith mencetuskan Rancangan Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong di Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat.

RUU terutama mencakup konten berikut ini:

1. Meminta Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat untuk menyerahkan laporan kepada Kongres Amerika Serikat setiap tahun untuk menentukan apakah status otonomi Hong Kong masih terus mematuhi Undang-Undang Kebijakan Hong Kong yang disahkan pada tahun 1992;

2. Meminta Presiden Amerika Serikat untuk menentukan siapa yang harus bertanggung jawab atas insiden di “Toko Buku Causeway” dan penindasan terhadap kebebasan mendasar di Hong Kong, termasuk orang-orang yang terkait dengan insiden toko buku yang diekstradisi ke Tiongkok, membekukan aset mereka di Amerika Serikat, dan menolak memberikan Visa Amerika Serikat;

3. Meminta Presiden Amerika Serikat menetapkan strategi untuk melindungi warga negara dan perusahaan Amerika Serikat dari ancaman revisi Ordonansi Pelanggar Hukum Hong Kong, termasuk menentukan apakah perjanjian ekstradisi antara Amerika Serikat dan Hong Kong akan diubah, dan peringatan perjalanan ke Hong Kong dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.

4. Meminta Departemen Perdagangan Amerika Serikat menyerahkan laporan tahunan untuk menentukan apakah pemerintah Hong Kong menerapkan undang-undang kontrol ekspor Amerika Serikat tentang produk sensitif untuk tujuan militer dan komersial, serta sanksi yang diberlakukan oleh Amerika Serikat atau PBB untuk Korea Utara atau Iran. 

Dalam keadaan yang memungkinkan, departemen-departemen Amerika Serikat yang relevan akan meninjau apakah ada produk-produk terkait, mengekspor kembali melalui Hong Kong, dan digunakan sebagai sistem pemantauan skala besar dan “kredit sosial”. 

Draf tersebut secara spesifik menyebutkan bahwa Tiongkok dapat menggunakan Hong Kong sebagai gerbang independen dan dapat menggunakan Hong Kong sebagai saluran untuk teknologi input sensitif Tiongkok atas nama Distrik Dawan atau Guangdong-Hong Kong-Macao Greater Bay Area.

5. Memastikan bahwa mereka yang berpartisipasi dalam demonstrasi tanpa kekerasan dan memperjuangkan demokrasi, hak asasi manusia dan supremasi hukum di Hong Kong tidak akan ditolak visanya oleh otoritas Amerika Serikat dikarenakan mereka telah ditangkap, dipenjara, atau terkena dampak negatif oleh Pemerintah Hong Kong.

6. Program mengacu pada proses perbaikan politik di Hong Kong dan memastikan bahwa pemilih Hong Kong memiliki hak untuk memilih Ketua Eksekutif dan semua Anggota Dewan Legislatif secara hak pilih universal. 

Isi draf itu dengan jelas menyebutkan akan mendukung Hong Kong dalam membangun “opsi demokrasi sejati”, yaitu, pemilih Hong Kong dapat “secara bebas dan adil mencalonkan dan menentukan pilihan” dan pada tahun 2020 mendatang, dapat secara terbuka memilih semua anggota Dewan Legislatif secara langsung;

7. Jika Hong Kong memiliki undang-undang pasal 23 terkait keamanan nasional di masa mendatang, Presiden dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat akan memeriksa undang-undang yang relevan, apakah melanggar Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris dan apakah hak asasi warga negara Hong Kong dan penduduk asing akan dibatasi.

Radio France Internationale -RFI dan Voice of America melaporkan bahwa Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong, yang dicetuskan oleh anggota parlemen bipartisan Amerika Serikat, membuat komunis tidak tenang.

Melansir laman Radio France Internationale, analis menyebutkan bahwa setelah RUU tersebut disahkan, status Zona Pabean Independen Hong Kong akan diubah dari pengaturan penetapan otomatis Amerika Serikat menjadi “inspeksi tahunan.” Disamping itu juga membentuk mekanisme sanksi bagi pejabat dan pihak-pihak terkait yang merusak sistem otonomi di Hong Kong yang berdampak besar pada Hong Kong, dan dampaknya pada Beijing juga tidak kecil.

Pejabat dan individu yang dikenai sanksi dan merusak otonomi tingkat tinggi Hong Kong mungkin adalah pejabat Hong Kong, atau mungkin juga pejabat Kantor Perwakilan Tiongkok di Daerah Administratif Khusus Hong Kong atau pejabat senior Beijing. 

Seperti diketahui, terjamin tidaknya status otonomi Hong Kong, keputusan mendasar berada di tangan pucuk pimpinan Beijing. Skala protes yang belum pernah terjadi sebelumnya di Hong Kong itu disebabkan oleh ketakutan orang-orang Hong Kong akan status otonomi yang dinikmati Hong Kong selama ini. 

Lalu dari mana asal kekhawatiran orang-orang Hong Kong itu, semua jelas berasal dari akibat menyusutnya prinsip “satu negara, dua sistem” dalam beberapa tahun terakhir.

Laporan itu mengatakan bahwa siapa yang menculik lima penjual buku Hong Kong di Causeway Bay? Bagaimana miliarder Tiongkok-Kanada Xiao Jianhua menghilang di Hong Kong dalam semalam? Siapa yang terlibat dalam penganiayaan terhadap kebebasan mendasar Hong Kong? Biang keladi semua ini diarahkan ke Beijing. 

Miliarder Xiao Jianhua terkenal karena mengelola aset untuk anggota Partai Putra Mahkota Tiongkok. Dia diculik ke Tiingkok pada tahun 2017.

Menurut analisis, begitu RUU Hak Asasi Manusia Hong Kong disahkan, komunis Tiongkok akan menjadi sangat sulit untuk menekan Hong Kong.

Sementara itu, Dr. Wang Youqun, mantan kontributor Komite Tetap Politbiro dan Sekretaris Komisi Inspeksi Disiplin Pusat menulis di harian the Epoch Times pada Rabu 11 September 2019, bahwa Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong adalah undang-undang pendamping dari Undang-Undang Kebijakan Hong Kong. 

Undang-undang tersebut memberi Hong Kong status “zona pabean independen” yang tidak sama dengan semua wilayah di daratan Tiongkok, sehingga Hong Kong menikmati preferensi tarif khusus. “Tarif pajak ekstrem rendah” Hong Kong adalah salah satu syarat terpenting bagi Hong Kong untuk menjadi pelabuhan bebas internasional.

RUU itu juga menetapkan bahwa dolar Hong Kong dapat ditukar secara bebas dengan dolar Amerika Serikat. Itu adalah salah satu syarat terpenting bagi Hong Kong untuk menjadi pusat keuangan internasional ketiga terbesar di dunia. Setelah dolar Hong Kong tidak dapat dikonversi secara bebas ke dolar Amerika Serikat, maka status keuangan internasional Hong Kong akan segera pudar.

Kebijakan preferensi khusus yang diberikan oleh Amerika Serikat ke Hong Kong didasarkan pada komitmen komunis Tiongkok yang mematuhi prinsip “satu negara, dua sistem”.

Jika komunis Tiongkok tidak mematuhi prinsip “satu negara, dua sistem”, “Undang-Undang Kebijakan Hong Kong” menetapkan bahwa Presiden Amerika Serikat memiliki hak untuk mengeluarkan perintah administratif untuk menangguhkan undang-undang itu.

Namun, undang-undang itu tidak memiliki mekanisme hukum yang spesifik dalam pengawasan, penegakan yang bisa dijalankan. Sementara RUU Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong kebetulan dapat melengkapi semua kekurangan itu.

Wang Youqun mengatakan bahwa fungsi terpenting dari RUU Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong adalah untuk mengawasi implementasi komunis Tiongkok atas “satu negara, dua sistem” di Hong Kong. Itu bukan hanya bermanfaat bagi rakyat Hong Kong tetapi juga untuk kepentingan rakyat Tiongkok dan Amerika.

Jika RUU disahkan, maka dapat secara efektif melindungi kebebasan dan hak asasi manusia rakyat Hong Kong, sehingga Hong Kong akan terus mendapat manfaat dari kebijakan preferensi khusus dari Amerika Serikat.  Hong Kong akan terus mempertahankan posisinya sebagai pusat keuangan internasional ketiga terbesar di dunia.

RUU itu juga melindungi kepentingan rakyat Tiongkok. Hong Kong adalah jembatan antara Tiongkok dan dunia bebas, juga merupakan jendela penting bagi Tiongkok untuk mendapatkan dana, talenta, dan informasi dari dunia bebas. 

Selain itu, Hong Kong juga merupakan kota penting bagi keuangan perusahaan Tiongkok. Dari tahun 2015 hingga 2019, perusahaan-perusahaan daratan Tiongkok menanamkan US $ 400 miliar di pasar obligasi Hong Kong.

RUU itu juga melindungi kepentingan rakyat dan perusahaan Amerika. Hingga tahun 2018, sekitar 1.300 perusahaan Amerika Serikat beroperasi di Hong Kong, termasuk hampir semua lembaga keuangan besar Amerika Serikat. Sebanyak 290 perusahaan Amerika  membangun kantor pusat regional di Hong Kong dan 434 perusahaan memiliki kantor regional. 

Pada 2017, Amerika Serikat secara langsung menginvestasikan 41,5 miliar dolar Amerika Serikat di Hong Kong, menjadikannya sebagai sumber investasi terbesar ketujuh di Hong Kong. 

Saat ini, sekitar 85.000 warga Amerika tinggal di Hong Kong. Pada tahun 2018, sekitar 1,3 juta warga Amerika memasuki Hong Kong atau transit di Hong Kong.

Namun terkait RUU itu, Wang Youqun mengatakan bahwa RUU itu merupakan pukulan besar bagi komunis Tiongkok. Jika RUU disahkan, akan secara akurat menyerang “penjahat Hak Asasi Manusia – HAM” yang merusak Hong Kong. Misalnya, “Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam, yang mendukung kekerasan polisi menekan demonstran, Wang Zhimin, Direktur Kantor Penghubung Komunis Tiongkok di Hong Kong, dan Zhang Xiaoming, Direktur Kantor Dewan Negara Urusan Hong Kong dan Makau kemungkinan besar akan dikenakan sanksi.”

Pada 9 September 2019, Kongres Amerika Serikat telah mengakhiri liburan musim panasnya. Ketua Parlemen Amerika Serikat Nancy Pelosi baru-baru ini mengeluarkan beberapa pernyataan yang menyatakan bahwa mereka akan mendorong pengesahan RUU Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong. Hal itu karena tuntutan kedua partai di Amerika Serikat untuk secepatnya mengesahkan RUU tersebut sangat tinggi.

Sementara Chris Smith, seorang Republikan senior Amerika Serikat dan salah satu pendiri RUU itu, mengatakan pada 5 September 2019 bahwa ia berharap pemerintah Hong Kong akan mencabut amandemen itu. 

“Tetapi itu saja tidak cukup. Pemerintah Hong Kong perlu mengambil lebih banyak tindakan untuk memastikan sistem pemilihan dan demokrasi yang bebas serta otonomi tingkat tinggi,” kata Chris Smith.

Chris Smith menekankan bahwa setelah dimulainya kembali Kongres Amerika Serikat, hal itu akan menjadi prioritas pada pengesahan “RUU Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong” yang diusulkan bersama kedua partai di Amerika.

Pemimpin Senat Amerika Serikat Chuck Schumer juga mengatakan pada 5 September 2019 lalu, bahwa pengesahan UU Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong setelah dimulainya kembali Kongres pada 9 September 2019, itu akan menjadi salah satu prioritas utama yang diusulkan anggota Partai Demokrat.

Schumer mengatakan dalam sebuah pernyataan, “Pada  saat rakyat Hong Kong menjalankan kebebasan berbicara dan hak-hak dasar demokrasi lainnya, kita harus menanggapi tindakan Komunis Tiongkok terhadap rakyat Hong Kong, ini sangat penting.”   

Pemimpin Mayoritas Senat Amerika Serikat, Mitch McConnell mengatakan di Twitter bahwa “Amerika Serikat pasti akan membuat respons besar terhadap segala upaya pemerintah komunis Tiongkok untuk menekan upaya orang-orang Hong Kong untuk secara damai mempertahankan hak-hak mereka. Pemerintah komunis Tiongkok sedang bermain dengan api, saya harap mereka tidak akan melangkah terlalu jauh.”

Selain itu, lebih dari 80 cendekiawan dan mantan politisi di Amerika Serikat baru-baru ini mengirim surat kepada Nancy Pelosi dan pemimpin Senat McConnell. Surat berisi seruan kepada anggota parlemen Amerika Serikat untuk mengesahkan RUU mendukung rakyat Hong Kong. 

Jon

FOTO : Siswa saat menggelar aksi di Hong Kong. (Liang Zhen / Epoch Times)