Banyak Pasien Virus Corona COVID-19 Masih Tak Memiliki Akses untuk Mendapatkan Perawatan

Nicole Hao – The Epochtimes

Penduduk di kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok sebagai  pusat wabah Coronavirus, memohon bantuan karena sistem kesehatan Wuhan yang kewalahan tidak dapat menampung pasien yang sakit.

Meskipun pihak berwenang menyediakan hampir 10.000 tempat tidur rumah sakit di Wuhan, banyak pasien Coronavirus belum dapat menerima perawatan di rumah sakit, menurut laporan saksi mata. Beberapa pasien Coronavirus terpaksa menunggu di udara dingin berjam-jam berbaris di depan rumah sakit.

Pihak berwenang Komunis Tiongkok hanya melaporkan puluhan ribu kasus infeksi dan lebih dari 900 kematian, akan tetapi analisis para ahli dan laporan langsung dari Wuhan menunjukkan jumlah kasus infeksi dan jumlah kematian yang sebenarnya adalah jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan secara resmi.

The Epoch Times baru-baru ini berbicara dengan staf dan pejabat di lima rumah duka Wuhan, yang melaporkan peningkatan asupan rumah duka. Ini menunjukkan bahwa lebih banyak orang meninggal dunia akibat Coronavirus daripada yang dilaporkan secara resmi.

Menunggu di Udara Dingin

Pasangan Ren yang tinggal di distrik Jiang di Wuhan, keduanya didiagnosis terinfeksi Coronavirus. Tetapi kondisi tuan Ren lebih parah.

“Suami saya menderita demam selama lebih dari 10 hari. Kami sudah berusaha menghubungi semua saluran yang berbeda, tetapi pihak rumah sakit dan pejabat meminta kami untuk menunggu,” kata nyonya Ren kepada The Epoch Times berbahasa Mandarin pada tanggal 8 Februari 2020.

“Satu-satunya perawatan yang kami terima adalah satu suntikan di rumah sakit setiap hari. Kami pergi sendiri ke rumah sakit. Kita harus berdiri selama beberapa jam untuk mengantri,” kata nyonya Ren.

Pada tanggal 7 Februari malam 2020, rumah sakit memberitahukan pasangan Ren bahwa tuan Ren dapat dirawat di rumah sakit darurat yang didirikan di Pusat Pameran dan Konferensi Internasional Wuhan. Mereka dengan cepat mengemasi tas mereka dan tiba di sana.

“Kami menunggu berjam-jam di luar pintu depan. Setelah pukul 1 pagi pada tanggal 8 Februari, staf mengatakan kandungan oksigen darah suami saya terlalu rendah, dan rumah sakit tidak dapat merawatnya karena pihak rumah sakit tidak dapat mengobatinya,” tangis nyonya Ren.

Nyonya Ren mengatakan bahwa mereka telah mendengar kondisi yang buruk di fasilitas darurat tersebut. Akan tetapi tetap mengharapkannya karena setidaknya mereka dapat menerima beberapa perawatan dasar.

Akhirnya mereka berdua tidak punya pilihan selain pulang ke rumah.

Bus Menjemput Pasien

Keluarga Shao tinggal di distrik Hankou, Wuhan. Tuan Shao didiagnosis terinfeksi Coronavirus pada tanggal 29 Januari 2020, tetapi tidak dapat menerima perawatan karena semua rumah sakit penuh.

“Awalnya, suami saya menderita gejala ringan. Kondisinya menjadi semakin buruk karena kurangnya perawatan,” kata nyonya Shao kepada The Epoch Times berbahasa Mandarin pada tanggal 8 Februari.

Pada tanggal 7 Februari, tuan Shao diberitahu bahwa ia akhirnya menerima perawatan di rumah sakit dan sopir akan menjemputnya di rumahnya.

“Pihak rumah sakit memberitahukan kepada kami bahwa seorang sopir bus akan menjemput tuan Shao pada jam 4 sore, dan memintanya untuk menunggu di pinggir jalan. Tetapi tidak ada sopir bus yang muncul sampai setelah jam 6 sore. Sebuah bus besar menjemputnya, dan kemudian menjemput 30 pasien atau lebih dalam perjalanan ke rumah sakit,” kata nyonya Shao.

“Pada jam 10 malam, suami saya memberitahukan kepada saya bahwa ia masih menunggu di dalam bus karena ada beberapa bus antri di depan busnya yang penuh dengan pasien yang menunggu [untuk dirawat inap di rumah sakit],” kata nyonya Shao.

Situasi yang Sangat Buruk

Keluarga Zhang tinggal di distrik Jiang’an di Wuhan. Ibu, ayah, dan anak perempuan terinfeksi Coronavirus.

Rumah sakit di daerah itu penuh dan tidak dapat menampung ibunya, kata Zhang dalam sebuah wawancara dengan The Epoch Times. Namun demikian, Rumah Sakit Hankou mengatakan dapat memberikan suntikan untuk perawatan ibunya.

Dimulai pada tanggal 25 Januari 2020, Zhang membawa ibunya ke Rumah Sakit Hankou dengan sepeda listrik, karena tidak ada transportasi umum setelah Wuhan dikarantina.

Pada tanggal 2 Februari, kondisi ibunya memburuk. Karena sang ibu terlalu lemah untuk bergerak, putrinya menemani ibunya saat ibunya tidur di bangku di Rumah Sakit Hankou, menunggu setiap malam.

Sang ibu meninggal dunia pada pagi hari tanggal 5 Februari.

Ayah dan anak perempuan itu dipindahkan ke pusat karantina yang berbeda pada malam tanggal 8 Februari 2020.

Zhang mengatakan banyak pasien tidak dapat dirawat inap di rumah sakit karena kurangnya ruang. 

Satu-satunya pilihan mereka adalah berkemah di rumah sakit – sering tidur di lantai karena banyaknya orang menunggu – berharap ada sebuah tempat tidur tersedia, kata Zhang.

Nyonya Chen berasal dari distrik Qiaokou di Wuhan. Ia mengatakan kepada The Epoch Times bahwa di keluarganya yang beranggotakan enam orang, hanya ayahnya yang belum terinfeksi.

“Aku berpacu dengan waktu,” kata nyonya Chen. 

Ia sendiri juga terinfeksi, tetapi ia berusaha yang terbaik untuk menemukan sebuah tempat tidur rumah sakit untuk ibunya, yang dalam kondisi sangat parah.

Rumah Sakit Huoshenshan 

Rumah Sakit Huoshenshan  dengan cepat dibangun setelah wabah Coronavirus untuk mengakomodasi meningkatnya jumlah pasien. 

Pada tanggal 3 Februari, rumah sakit itu mulai beroperasi sebagai fasilitas yang didedikasikan untuk merawat pasien dalam kondisi kritis. Semua staf yang bekerja berasal dari militer Tiongkok.

Pada tanggal 8 Februari, seorang netizen tanpa disebut namanya memposting foto, yang ia klaim berasal dari Rumah Sakit Huoshenshan, ke platform media sosial 4Chan. Ia mengatakan ia adalah seorang teknisi laboratorium di rumah sakit Huoshenshan. 

Untuk membuktikan identitasnya, ia menerbitkan sebuah foto, di mana seseorang yang mengenakan sarung tangan memegang catatan dengan tanggal yang tertulis di situ.

Ia menulis di postingannya, “Situasinya jauh lebih buruk daripada yang anda tahu. Kematian akibat Coronavirus yang dilaporkan hanyalah tipe yang mendadak, bukan pneumonia.”

Ia mengatakan staf memindahkan pasien dari 200 hingga 400 kamar setiap hari, tetapi tidak jelas ke mana pasien dikirim. Menurut desain rumah sakit, dua pasien tinggal di satu kamar.

“99% pasien pneumonia telah pergi, tidak kembali,” tulisnya. 

“Demam kematian mendadak mendekati 30%, dan tidak ada gejala tetapi ditegakkan diagnosisnya tingkat 5% – 10%.”

Identitas dan informasi di postingannya tidak dapat dibuktikan secara independen. (Vv)

FOTO : Pekerja medis dalam pakaian pelindung mendatangi pasien di Pusat Konferensi dan Pameran Internasional Wuhan, yang telah diubah menjadi rumah sakit darurat untuk menerima pasien dengan gejala ringan yang disebabkan oleh Novel Coronavirus, di Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok pada 5 Februari 2020. (China Daily via Reuters)