Ahli Menilai Italia, Korsel dan Iran Sebagai Kluster Utama Pandemi Coronavirus, Tertunda Merespon Wabah Karena Ikatan Strategis dengan Komunis Tiongkok

Italia, Korea Selatan, dan Iran muncul sebagai pusat wabah Coronavirus yang dimulai di Wuhan, Tiongkok. Para ahli mengatakan ini berhubungan dengan ekonomi dan politik negara-negara tersebut dengan Tiongkok hingga mempermudah penyebaran Coronavirus, yang mana kini muncul sebagai pandemi global, sebagaimana ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia. Sebagai catatan, Kadang-kadang aparat komunis Tiongkok malah memelintir kritikan kepada otoritas Komunis Tiongkok sebagai anti Tionghoa bahkan memainkan isu rasial. 

Venus Upadhayaya – The Epochtimes

Virus Wuhan itu muncul pada akhir tahun 2019, kini telah menginfeksi 142.000 orang di seluruh dunia, di mana jumlah tersebut sangat cenderung meningkat, menurut laporan situasi pada tanggal 14 Maret oleh Organisasi Kesehatan Dunia.


Sebagian besar kasus yang dilaporkan setelah tanggal 25 Februari berasal dari luar Tiongkok, yaitu Italia, Iran, dan Korea Selatan muncul sebagai kelompok utama dan berkontribusi terhadap sebagian besar kematian.


“Apa yang awalnya dilihat sebagai kejutan yang terpusat di Tiongkok kini dipahami menjadi krisis global,” kata pakar CSIS, Stephanie Segal dan Dylan Gerstel dalam suatu analisis yang diposting pada hari Rabu lalu.

Saat krisis Coronavirus meningkatkan ketidakpastian dan mengarah pada apa yang disebut Stephanie Segal dan Dylan Gerstel sebagai “volatilitas pasar keuangan terakhir terlihat selama krisis keuangan global” itu, prihatin dengan situasi di Italia, Iran, dan Korea Selatan saat membahas penyebab yang terkait dengan  Tiongkok kepada The Epoch Times.


Ketergantungan Italia pada Komunis Tiongkok

Komunis Tiongkok adalah salah satu mitra dagang terbesar Italia dan Tiongkok adalah salah satunya komunitas imigran terbesar di Italia. Pakar dan politisi percaya bahwa hubungan ekonomi dan politik Italia dengan Komunis Tiongkok  telah berkontribusi terhadap krisis coronavirus di Italia.

Pihak berwenang perlindungan sipil Italia mengatakan 1.441 orang meninggal akibat virus Wuhan, sementara 21.157 orang terinfeksi virus Wuhan pada hari Sabtu, Reuters melaporkan.

Andrea Delmastro Delle Vedove, seorang politisi Italia dari Partai konservatif Fratelli d’Italia atau Brothers of Italia, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa krisis saat ini menunjukkan bahwa saling ketergantungan pada Tiongkok dapat bermasalah.


“Tentu saja Coronavirus membuka skenario yang mengganggu, itu memberitahu kita bahwa saling ketergantungan dari Tiongkok dapat  menjadi masalah tidak hanya dari sudut pandang ekonomi atau industri dan lain-lain, tetapi juga dari sudut pandang keamanan nasional, pencegahan bagi  kesehatan nasional,” kata Andrea Delmastro Delle Vedove, anggota Partai konservatif Fratelli d’Italia untuk Komisi Urusan Luar Negeri.


Andrea Delmastro Delle Vedove wajar untuk khawatir, lebih dari 3 juta turis Tiongkok mengunjungi Italia pada tahun 2018, menurut Reuters. Tiga kasus pertama Coronavirus muncul di Italia pada akhir bulan Januari, di mana  dua kasus adalah turis Tiongkok, menurut The Guardian.

Ini mendorong Italia untuk menutup jaringan transportasi dengan Tiongkok. Karena Coronavirus dan sentimen anti-Tiongkok semakin kuat, maka perusahaan-perusahaan Tiongkok di dalam Italia juga meningkatkan upayanya untuk mengubah opini masyarakat. Selanjutnya isu ini dimanfaatkan dan dipelintirkan oleh Komunis Tiongkok menjadi sentimen anti Tionghoa hingga isu rasial. 

Xiaomi, perusahaan elektronik konsumen Tiongkok, menyumbang puluhan ribu masker FFP3 ke Italia minggu lalu, menurut posting perusahaan di halaman Facebook pada tanggal 5 Maret. Namun Andrea Delmastro Delle Vedove mengatakan tindakan itu berkontribusi meningkatkan rasa takut.


“Kami juga takut kepada Tiongkok saat  Tiongkok membawa kami hadiah, juga andai Coronavirus belum tiba di Italia, kami tidak membutuhkan masker dari Tiongkok, dan kami dapat menghadapi Coronavirus jika Tiongkok segera mengatakan yang sebenarnya mengenai iblis ini, yang lahir di Tiongkok,” kata Andrea Delmastro Delle Vedove.


Menguatkan apa yang dikatakan Andrea Delmastro Delle Vedove, dua pakar Carnegie, Paul Haenle dan Lucas Tcheyan, menulis dalam sebuah analisis bulan lalu bahwa “ketidakterbukaan  Beijing yang terus berlanjut, hanya akan memicu spekulasi lebih lanjut mengenai asal-usul krisis Coronavirus dan tingkat penyebarannya yang sebenarnya.”


Sementara Andrea Delmastro Delle Vedove menyatakan keprihatinan akan “virus yang lahir di Tiongkok,” Presiden Italia Sergio Mattarella mengunjungi sekolah Roma yang sebagian besar muridnya adalah orang Tiongkok pada awal bulan lalu untuk menenangkan sentimen anti-Tiongkok dan menunjukkan  persahabatan Italia dengan Tiongkok, menurut Reuters.


Mengikuti isyarat persahabatan Sergio Matharella terhadap Tiongkok, pemimpin Komunis Tiongkok Xi Jinping berterima kasih padanya dalam pesan yang dibacakan oleh Duta Besar Tiongkok untuk Roma, Li Junhua, pada konser di Istana Kepresidenan Italia beberapa minggu kemudian, ANSA melaporkankannya, sebuah Kantor Berita Italia.


“Ini adalah gerakan konkret lain yang menunjukkan persahabatan nyata terlihat saat dibutuhkan dan saya sangat tersentuh,” kata Xi Jinping dalam surat itu.

Bagi Andrea Delmastro Delle Vedove, ini adalah penyebab kekhawatiran. Ia menuduh Komunis Tiongkok sebagai negara yang  tidak aman dan tidak transparan serta mengatakan bahwa Tiongkok tidak menghormati aturan apa pun, hanya memanfaatkan aturan untuk keuntungan Tiongkok, meskipun menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia.


Hubungan Tingkat-Tinggi Antara Iran dengan Komunis Tiongkok

Sementara Coronavirus terus menyebar dari Italia ke seluruh Eropa, di kawasan Timur Tengah, Coronavirus menyebar dari Iran. Para ahli mengatakan wabah Coronavirus di Iran menunjukkan hubungan tingkat-tinggi antara rezim Iran dengan komunis Tiongkok.

Laporan mengatakan maskapai Mahan Air milik Iran tetap terbang menuju berbagai kota-kota di Iran dan Tiongkok. Itu terlepas dari larangan yang dinyatakan oleh rezim Iran pada tanggal 31 Januari, dengan demikian membahayakan kesehatan masyarakat di dalam negeri Iran. Bahkan masyarakat keseluruhan di kawasan Timur Tengah.


Rilis di situs web maskapai Mahan Air pada tanggal 2 Februari mengatakan bahwa penerbangan ke dan dari Tiongkok dihentikan pada akhir Februari.

“Seperti yang diketahui @khamenei_ir, pertahanan biologis terbaik adalah dengan mengatakan kebenaran mengenai virus Wuhan kepada rakyat Iran saat virus Wuhan menyebar ke #Iran dari Tiongkok. Malahan, @khamenei_ir mempertahankan  penerbangan Mahan Air datang dan pergi ke pusat wabah di Tiongkok, dan memenjarakan orang-orang yang berbicara,” kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dalam cuitannya di Twitter pada tanggal 13 Maret.


Maskapai penerbangan Mahan Air dijatuhkan sanksi oleh perbendaharaan Amerika Serikat pada tahun 2011, karena hubungan Mahan Air dengan Korps Penjaga Revolusi Iran, cabang militer Iran yang dulu dinyatakan sebagai Organisasi Teroris Asing oleh pemeritahan Donald  Trump tahun lalu.


Manjari Singh, seorang wanita pengamat ahli Timur Tengah dari Institut Timur Tengah di New Delhi, mengatakan kepada The Epoch Times dalam sebuah email bahwa kasus Iran adalah  aneh. Dikarenakan Iran terisolasi akibat sanksi ekonomi dan politik tetapi masih terkena dampak pandemi Coronavirus.

“Dengan demikian, artinya Iran tidak terisolasi seperti yang diperkirakan!” kata Manjari Singh.


Laporan oleh Radio Farda, penyiar berbahasa Persia yang didukung oleh
Kongres Amerika Serikat, menguatkan apa yang dikatakan Manjari Singh. Dilaporkan bahwa meskipun ada larangan penerbangan Mahan Air (W578) terbang dari Beijing ke Teheran pada tanggal 21 Februari.

“Selain itu wabah Coronavirus pertama kali terhadi di kota Qom, yang merupakan kota keagamaan, jadi banyak ziarah di sana, tetapi Qom juga adalah kota tempat sebagian besar proyek Tiongkok dibangun. Jadi ada tautan dengan Tiongkok di sana,” kata Manjari Singh.


Nicole Robinson, seorang asisten peneliti untuk Timur Tengah di Heritage Foundation yang berbasis di Washington, juga mengatakan, kepada The Epoch Times dalam sebuah email bahwa ratusan mahasiswa belajar di seminari-seminari Iran di Qom.

Manjari Singh mengatakan, terjadi penutupan besar-besaran dan kurangnya transparansi mengenai wabah virus Wuhan di Iran sejak awal.

“Mungkin Iran tidak ingin perdagangannya dengan Tiongkok terganggu dan itulah sebabnya Iran dengan sangat tidak berperasaan tidak mengungkapkan  penyebaran Coronavirus. Langkah-langkah perhatian terhadap pengendalian Coronavirus tidak dilaksanakan dan bepergian ke sana kemari tidak diperiksa,”  kata Manjari Singh.


Sebuah laporan oleh The Atlantic mempertinggi kekhawatiran Manjari Singh dan Nicole Robinson, yang pada tanggal 4 dan 5 Maret mengatakan bahwa, dua penerbangan evakuasi yang membawa warga Tiongkok diizinkan meninggalkan Teheran menuju Provinsi Gansu, Tiongkok. Sedangkan 11 dari 311 orang yang diuji oleh pihak berwenang Tiongkok di bandara ditemukan terinfeksi Coronavirus.


Sementara media pemerintah Iran, The Islamic Republic News Agency (IRNA), mengatakan 724 orang meninggal akibat terinfeksi Coronavirus pada tanggal 15 Maret. Sekretariat Dewan Nasional Perlawanan Iran, sebuah kelompok anti-rezim Iran mengatakan dalam rilis pada tanggal 14 Maret bahwa jumlah kematian telah melampaui 4.500 kasus

Radio Farda, juga dilaporkan menutup-nutupi Coronavirus oleh rezim Iran pada tanggal 9 Maret lalu mengutip situs berita pro-Rouhani Entekhab. Situs ini  mengatakan korban tewas akibat Coronavirus di Iran adalah lebih dari 2.000 orang.


Kemarahan di Korea Selatan Atas Konsiliasi dengan Komunis Tiongkok

Saat krisis Coronavirus semakin intensif di Korea Selatan, sentimen anti-Komunis Tiongkok di dalam negeri Korea Selatan juga meningkat. Di mana rakyat Korea Selatan menyalahkan pemerintah Korea Selatan karena tidak memberlakukan pembatasan perjalanan ke Tiongkok pada awal wabah.


Rekan peneliti senior di The Heritage Foundation untuk Asia Timur Laut, Bruce Klinger, mengatakan bahwa sementara Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menginginkan Tiongkok memfasilitasi dialog Tiongkok dengan Korea Utara menjelang Pemilu Majelis Nasional pada tanggal 15 April, rakyat Korea Selatan tidak senang dengan hal tersebut.

“Coronavirus berdampak buruk pada perekonomian Korea Selatan. Para kritikus menuduh Moon Jae-in terlalu berdamai dengan Beijing secara ragu-ragu memberlakukan pembatasan perjalanan pada pengunjung Tiongkok pada tahap awal wabah Coronavirus,” kata Bruce Klingner kepada The Epoch Times melalui email.


Masyarakat Korea Selatan menjadi sangat marah kepada Presiden Moon Jae-in, itu setelah Moon Jae-in mengirim peralatan medis senilai  5 juta dolar AS ke Wuhan pada hari-hari awal wabah Coronavirus. 

Masalah menjadi lebih buruk setelah itu saat Coronavirus menyebar dengan cepat di dalam negeri Korea Selatan dan masyarakat, yang mencari layanan kesehatan hingga menyalahkan Komunis Tiongkok.

Lebih dari 1,4 juta warga Korea Selatan menandatangani petisi di situs web Presiden Moon Jae-in pada tanggal 11 Maret, menuntut agar Presiden Moon Moon Jae-in dimakzulkan, itu tak lain dalam menangani Coronavirus dan kebijakannya yang pro-Komunis Tiongkok.

“Semakin banyak Presiden Moon Jae-in menanggapi masalah pneumonia (jenis Coronavirus baru) di Tiongkok, semakin besar kemungkinan Presiden Moon Jae-in harus dilihat sebagai Presiden Tiongkok, bukannya Presiden Korea Selatan,” demikina bunyi petisi tersebut.


“Di Korea, harga masker lebih dari 10 kali dan terjual habis, begitu juga sulit bagi orang untuk membeli masker karena kekurangan masker,” kata petisi tersebut.


Petisi itu juga menyalahkan pemerintah Korea Selatan karena tidak membatasi orang Tiongkok memasuki Korea Selatan. Setelah wabah Coronavirus, 5 juta orang Tiongkok memasuki Korea Selatan sebelum karantina Wuhan. 

FOTO : Para pekerja mendisinfeksi tempat suci Imam Syiah Imam Abdulazim untuk membantu mencegah penyebaran coronavirus baru di Shahr-e-Ray, selatan Teheran, Iran, pada 7 Maret 2020. (Ebrahim Noroozi / AP Photo)

https://www.youtube.com/watch?v=9H2ot4c4W8I