Pemerintahan Komunis Tiongkok Luncurkan Kampanye Disinformasi Secara Massif ke Seluruh Dunia Untuk Menyingkirkan Kritik ‘Virus Komunis Tiongkok’

Bowen Xiao – The Epochtimes

Kampanye disinformasi atau informasi sesat yang luas dan agresif diluncurkan secara massif ke global oleh Pemerintahan Komunis Tiongkok. Langkah tersebut dipicu oleh campuran beragam kegagalan di dalam negeri Tiongkok. Maksudnya bertujuan untuk membalikkan narasi atas pandemi yang kini telah menular ke seluruh dunia. 

Dorongan propaganda, yang meningkat dalam beberapa minggu terakhir, terutama bertujuan untuk menangkis kesalahan dan kegagalan pemerintahan Komunis Tiongkok dalam menangani virus  Komunis Tiongkok yang dikenal luas sebagai Coronavirus baru. Langkahnya dengan menabur perselisihan internasional, dan memberi citra bahwa rezim Tiongkok benar-benar berhasil mengendalikan wabah itu.

Mantan pejabat pemerintah Amerika Serikat, ahli Tiongkok, dan konsultan keamanan mengatakan kepada The Epoch Times bahwa kampanye informasi sesat itu menunjuk ke masalah yang lebih besar yakni aspirasi global Beijing.

Kampanye sesat tersebut membantu menggeser amarah warga Tiongkok menjauh dari rezim Komunis Tiongkok. Tujuannya agar menghampiri Amerika, yang semakin menjadi sasaran propaganda rezim Komunis Tiongkok. Bahkan beberapa orang di Amerika Serikat mendukung propaganda tersebut.

“Penipuan, informasi sesat, manipulasi, perusakan bukti-bukti, mengaburkan niat rezim Tiongkok yang sebenarnya, dan erosi terus menerus dari keinginan untuk menolak bagian orang lain adalah sesuatu yang sangat mendukung ambisi global  Komunis Tiongkok mendominasi dunia,” kata Frank Gaffney, mantan asisten Menteri Pertahanan untuk kebijakan keamanan internasional selama pemerintahan Reagan, kepada The Epoch Times.

Ia mengatakan : “Ini hanya satu manifestasi dari ambisi tersebut, tetapi yang sangat berbahaya, dan itulah salah satu bahaya yang kita hadapi sampai saat ini.”  Frank Gaffney adalah eksekutif  Center for Security Policy.

Gaffney mengatakan, diarenakan, dalam beberapa hal, ini adalah ujung tombak dari yang lebih besar, jangka panjang, dan upaya Tiongkok yang bahkan lebih berbahaya dan semakin meningkat.

Dokumen internal pemerintahan komunis Tiongkok yang diperoleh The Epoch Times menyoroti bagaimana rezim Tiongkok sengaja tidak melaporkan kasus-kasus virus  Komunis Tiongkok. Lebih parah lagi, menyensor diskusi mengenai wabah, yang membantu memicu penyebaran penyakit, yang kini dipastikan telah menginfeksi lebih banyak orang di seluruh dunia.

Pejabat Tiongkok dan media yang dikelola pemerintahan komunis Tiongkok memperkuat teori konspirasi di platform media sosial seperti Twitter.  Baru-baru ini mendorong klaim bahwa asal virus tersebut adalah tidak jelas, atau virus tersebut berasal dari militer Amerika Serikat. Bahkan disiarkan upaya  Komunis Tiongkok dalam mengendalikan virus tersebut telah memberi kesempatan bagi seluruh dunia untuk bersiap-siap.

Outlet yang dikelola pemerintah Tiongkok, banyak di antaranya memiliki situs web berbahasa Inggris, mendorong teori-teori konspirasi ini hampir setiap hari. Bahkan beberapa artikel mengancam Amerika Serikat secara langsung, seperti terlihat dalam tajuk rencana Xinhua pada tanggal 17 Maret, yang menyatakan, “Pihak Amerika Serikat harus segera memperbaiki perilakunya yang salah… sebelum terlambat.”

Meskipun warganegara Tiongkok diblokir dari menggunakan Twitter, bot telah mengerumuni Twitter untuk mempertahankan rezim komunis, menyerang Amerika Serikat, dan membeo narasi propaganda rezim Komunis Tiongkok. 

Seorang juru bicara Twitter tidak menanggapi permintaan komentar mengenai apakah Twitter mengetahui bot dan apakah ada rencana untuk menghapusnya.

Narasi lain yang mendapatkan daya tarik di media Amerika Serikat adalah narasi yang menyebut wabah virus Wuhan adalah rasis, terlepas dari kenyataan media pemerintah Tiongkok menggunakan istilah virus Wuhan, seperti yang terlihat di Xinhua, Global Times, dan lainnya. 

Penyakit sebelumnya seperti Ebola, Zika, virus West Nile, penyakit Lyme, dan flu Spanyol semuanya dinamai berdasarkan lokasi di mana virus tersebut muncul.

Joseph Bosco, seorang mantan pengamat Tiongkok di Kementerian Pertahanan Amerika Serikat tahun 2005–2006 kepada The Epoch Times mengatakan, tujuan kampanye informasi sesat yang meluas oleh rezim Tiongkok adalah untuk “mengalihkan kesalahan dan melarikan diri dari tanggung jawab atas kelalaian, termasuk kurangnya kerja sama dengan organisasi kesehatan internasional.”

Joseph Bosco, seorang konsultan keamanan nasional dan seorang rekan di Institut Studi Korea-Amerika Serikat, mengatakan ada alasan mendasar mengapa Amerika Serikat secara khusus ditargetkan.

“Komunis Tiongkok melihat Amerika Serikat sebagai hambatan utama bagi ambisi global Tiongkok yang agresif, Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kredibilitas dan legitimasi Partai Komunis Tiongkok, dan untuk mendelegitimasi Amerika Serikat dan Barat,” kata Joseph Bosco.

Amerika Serikat dapat memerangi dorongan informasi sesat “dengan cara memerangi kebohongan Komunis Tiongkok dengan mengutarakan kebenaran,” kata Joseph Bosco. Ia mengatakan pemerintah Amerika Serikat harus “menuntut dan memaksakan timbal balik pada semua aspek hubungan Amerika Serikat–Tiongkok,” seperti yang pernah dikatakan oleh Presiden Donald Trump sebelumnya.

Kampanye informasi sesat tidak luput dari perhatian. Dalam beberapa hari, pejabat pemerintahan Donald Trump dan politisi Amerika Serikat menentang dorongan propaganda Tiongkok baru-baru ini. 

Pada briefing tanggal 17 Maret, Donald Trump mengatakan: “Tiongkok mengeluarkan informasi yang salah, yang mengatakan bahwa militer Amerika Serikat membawa virus ini kepada Tiongkok. Hal itu adalah salah, dan bukannya berdebat, saya harus menyebut virus itu dari mana ia berasal. Virus tersebut memang berasal dari Tiongkok.”

Bonnie Glaser, mantan konsultan untuk Kementerian Pertahanan dan Kemnelu AS, mengatakan Beijing berusaha melindungi citra negara Tiongkok di mata internasional, juga di dalam negeri. Ia mencatat bahwa sudah ada beberapa kasus hukum di mana orang Amerika mengajukan keberatan terhadap Tiongkok, termasuk The Berman Law Group, yang baru-baru ini mengajukan gugatan class-action federal terhadap rezim Komunis Tiongkok yang menyebabkan pandemi.

“Hal itu akan merusak citra Tiongkok di mata dunia jika Beijing disalahkan karena salah menatalaksana epidemi tersebut sejak dini dan memungkinkan epidemi tersebut memengaruhi seluruh dunia,” kata Bonnie Glaser kepada The Epoch Times melalui email. Bonnie Glaser adalah penasihat senior untuk Asia dan director of the China Power Project di Center for Strategic and International Studies. 

“Tiongkok berupaya dilihat sebagai pemain global yang bertanggung jawab yang dapat berkontribusi secara efektif untuk mengatasi masalah global. Dengan menunjukkan keefektifan sistem pemerintahan domestik Tiongkok, Beijing dapat memajukan tujuan memimpin reformasi tata kelola global dan mempromosikan model Tiongkok sebagai opsi bagi negara berkembang untuk menyalin model Tiongkok,” kata Bonnie Glaser.

Jika rezim Komunis Tiongkok berhasil mencitrakan diri bahwa rezim Tiongkok telah menangani krisis tersebut secara efektif, maka “selanjutnya Komunis Tiongkok dapat merusak daya tarik demokrasi dan kapitalisme di seluruh dunia.”

Di dalam negeri, rezim Komunis Tiongkok secara aktif mendorong propaganda mengenai virus tersebut untuk warganegaranya sendiri. 

Penasihat keamanan nasional Amerika Serikat Robert O’Brien, saat berpidato di Heritage Foundation, lembaga pemikir yang berbasis di Washington pada tanggal 11 Maret, mengatakan bahwa awalnya rezim Komunis Tiongkok berusaha menyensor dokter yang berusaha mengungkapkan adanya wabah, “sehingga kata virus ini tidak dapat disiarkan.”

“Mungkin butuh dua bulan bagi masyarakat dunia untuk merespons,” kata Robert O’Brien.

Dalam beberapa minggu terakhir, Tiongkok juga mendorong narasi bahwa jumlah kasus infeksi menurun, dan mendorong orang-orang untuk kembali ke Tiongkok. Li Lanjuan, seorang ahli senior di Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok, mengatakan kepada media pemerintah Tiongkok bahwa jika semuanya berjalan dengan baik, Tiongkok mungkin akan terbebas dari semua kasus infeksi baru pada tanggal 20 Maret.

Frank Gaffney berkata: “Kita harus memastikan bahwa rakyat Tiongkok…terpapar kebenaran. Kini ada banyak pembicaraan mengenai  timbal balik, terutama hormat kepada wartawan.”

Partai Komunis Tiongkok mengatur untuk mengusir wartawan Amerika Serikat yang berbasis di Tiongkok yang bekerja untuk New York Times, Wall Street Journal, dan Washington Post sebagai pembalasan atas tindakan pemerintahan Donald  Trump baru-baru ini yang menargetkan outlet media pemerintah Tiongkok di Amerika Serikat.

Ada manfaat tambahan yang dirasakan bagi rezim Tiongkok dalam fokus pada Amerika Serikat.

Dengan menargetkan Amerika Serikat,  Komunis Tiongkok mendapatkan perhatian luas dan memungkinkan Komunis Tiongkok untuk mengingkari beberapa kesepakatan investasi perdagangan dan kekayaan intelektual baru-baru ini dengan Washington, menurut Peter Huessy, presiden dan pendiri Analisis GeoStrategis, perusahaan pertahanan dan keamanan nasional di Potomac, Maryland.

Peter Huessy mengatakan kepada The Epoch Times, bahwa informasi sesat yang diluncurkan oleh Tiongkok memiliki efek yang mengerikan. Lebih jauh lagi, mengakibatkan lebih sulit untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan orang-orang tidak hanya di Amerika Serikat, namun juga seluruh dunia.

“Seluruh strategi Tiongkok adalah satu yaitu informasi sesat dan arahan sesat massa. Sementara Tiongkok berpura-pura menjadi anggota masyarakat internasional yang bertanggung jawab, padahal pada kenyataannya, Tiongkok melakukan banyak hal untuk merusak supremasi hukum dan hak asasi manusia,” kata Peter Huessy.

The Epoch Times merujuk  Coronavirus baru, yang menyebabkan penyakit COVID-19, sebagai virus  Komunis Tiongkok karena Pemerintahan Komunis Tiongkok merahasiakan dan salah menatalaksana virus tersebut, sehingga memungkinkan virus itu menyebar ke seluruh Tiongkok dan mengakibatkan pandemi global. Dalam konteks ini berbeda dengan rakyat Tiongkok atau bangsa Tionghoa dengan pemerintahan Komunis Tiongkok yang menguasai daratan Tiongkok. (Vv)

FOTO : Dua orang yang mengenakan masker dan pakaian pelindung tiba di Stasiun Kereta Api Beijing pada 13 Maret 2020. (Kevin Frayer / Getty Images)