Amerika Serikat Memperkuat Tindakan Tangguh Melawan Beijing

Cathy He

Amerika Serikat sedang meningkatkan upaya untuk melawan rezim Komunis Tiongkok dalam menanggapi tindakannya yang memfitnah Amerika Serikat selama pandemi virus Komunis Tiongkok dan  mengenai masalah Hong Kong.

Selama beberapa bulan terakhir, pemerintah Amerika Serikat, Donald Trump secara gencar menuntut agar rezim Tiongkok dimintai pertanggungjawaban atas kerahasiaannya terhadap wabah virus Komunis Tiongkok. 

Pemerintahan Trump juga menetapkan langkah-langkah penargetan ancaman yang berasal dari Beijing, mulai dari pencurian kekayaan intelektual hingga risiko keamanan yang ditimbulkan oleh raksasa telekomunikasi Tiongkok Huawei.

Pada akhir bulan Mei 2020 lalu, rezim Komunis Tiongkok bergerak  memberlakukan suatu hukum keamanan nasional atas Hong Kong, yang menurut para kritikus akan menandai berakhirnya kebebasan dan otonomi Hong Kong. Hal tersebut mendorong Presiden Donald Trump mengumumkan pada tanggal 29 Mei bahwa Washington akan memulai proses  menghilangkan perlakuan ekonomi istimewa bagi Hong Kong dan memberi sanksi pada pejabat yang terlibat dalam mengikis otonomi Hong Kong.

“Saya pikir jelas bahwa Amerika Serikat bergerak sangat cepat pada dasarnya menyatakan Tiongkok sebagai musuh,” kata Harry J. Kazianis,  pakar keamanan di lembaga pemikir Pusat untuk Kepentingan Nasional yang berbasis di Washington, mengatakan kepada The Epoch Times Amerika Serikat.

Para pengamat menggambarkan pidato Donald Trump selama 10 menit mengenai kebijakan pemerintahan Trump terhadap Tiongkok pada tanggal 29 Mei sebagai momen bersejarah bagi pentingnya  hubungan Amerika Serikat dengan Tiongkok. 

Dalam pidatonya,  Trump mengkritik kampanye Beijing untuk mencuri kekayaan intelektual Amerika Serikat, melakukan aksi militer agresif di Laut Tiongkok Selatan, merahasiakan pandemi, berpengaruh atas Organisasi Kesehatan Dunia, dan “membekap secara  mutlak” kebebasan Hong Kong.

Frank Gaffney, wakil ketua komite kelompok advokasi Bahaya Masa Kini Tiongkok, kepada The Epoch Times Amerika Serikat, pernyataan Donald Trump adalah pernyataan publik yang paling jelas oleh seorang Presiden Amerika Serikat mengenai bahaya Partai Komunis Tiongkok yang ia dengar seumur hidupnya.

Frank Gaffney menilai pidato tersebut adalah “hebat sekali” dalam “penggambaran musuh Amerika Serikat yang mengejar kehancuran Amerika. Tidak hanya secara retoris tetapi juga secara komprehensif.

Hari itu, Donald Trump juga mengumumkan penarikan resmi Amerika Serikat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pembatasan mahasiswa pasca-sarjana Tiongkok yang terkait dengan militer Tiongkok, dan suatu tinjauan terhadap perusahaan Tiongkok yang terdaftar dalam bursa saham Amerika Serikat.

Menurut June Teufel Dreyer, seorang profesor ilmu politik di Universitas Miami,  pidato itu mengisyaratkan pendekatan yang lebih keras terhadap Beijing. Pidato  juga merupakan kelanjutan dari kebijakan politik pemerintah Amerika Serikat terhadap Tiongkok, yang telah mengeras sejak “titik paling bermakna” hubungan saat Donald  Trump bertemu Pemimpin Tiongkok Xi Jinping di resor Mar-a-Lago pada tahun 2017.

Menurut June Teufel Dreyer, “katalis terakhir” untuk pemerintahan Donald Trump adalah kombinasi  menyembunyikan sifat mematikan dari coronavirus ditambah pengkhianatan Beijing atas janjinya pada Hong Kong, dengan cerita-cerita mengerikan yang berasal dari Xinjiang. Hal itu merujuk pada penindasan Beijing terhadap warga Uyghur dan minoritas Muslim lainnya di wilayah barat laut Xinjiang.

Beberapa pembuat undang-undang dan pengamat Amerika Serikat menggambarkan keadaan hubungan Amerika Serikat dengan Tiongkok saat ini sebagai kembalinya ketegangan ala “perang dingin.” 

Tetapi Frank Gaffney menilai keterangan ini  menyesatkan karena rezim komunis Tiongkok telah mengobarkan “perang tanpa batas” terhadap Amerika Serikat selama beberapa dekade.

Suatu strategi yang dibuat oleh para pejabat militer Tiongkok pada akhir tahun 1990-an, perang tanpa batas mengacu pada menggunakan serangkaian siasat yang tidak konvensional yang dirancang untuk mencapai tujuan perang tanpa terlibat dalam pertempuran yang sebenarnya. 

Ini semua termasuk pencurian rahasia dagang asing yang meluas, mendominasi industri dan infrastruktur kritis, dan memanfaatkan media dan saluran informasi untuk mengubah persepsi publik global yang mendukung rezim Tiongkok.

“Soviet mempunyai agenda menjatuhkan Amerika Serikat, tetapi saya pikir Soviet tidak mengejarnya dengan cara yang ringan seperti kelengkapan, kesabaran, tekad, dan sumber daya yang dibebankan Partai Komunis Tiongkok kepada Amerika Serikat saat ini,” kata Frank Gaffney.

Menjauhkan Jarak Ekonomi

Minggu lalu Donald Trump mengarahkan satu kelompok kerja kepresidenan di bidang pasar keuangan untuk menyatakan tindakan dalam 60 hari untuk menindak perusahaan Tiongkok yang terdaftar dalam bursa saham Amerika Serikat yang gagal mematuhi aturan akuntansi Amerika Serikat.

Rezim Komunis Tiongkok menghambat regulator Amerika Serikat untuk memeriksa audit kertas kerja perusahaan Tiongkok, dengan mengatakan bahwa audit kertas kerja perusahaan Tiongkok mengandung “rahasia negara.”

Para kritikus mengatakan kurangnya pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan Tiongkok tersebut membuat para investor Amerika Serikat berisiko. Hal itu mengutip semakin banyaknya perusahaan Tiongkok yang terlibat dalam skandal penipuan. Skandal penipuan terbaru adalah Luckin Coffee yang terdaftar-Nasdaq, yang pada bulan April melaporkan bahwa manajer senior membuat lebih dari USD 300 juta dalam penjualan.

Pada bulan Mei, pemerintah Amerika Serikat juga mengarahkan Federal Retirement Thrift Investment Board (FRTIB) sebuah badan independen yang mengawasi dana pensiun untuk pegawai federal dan anggota militer,  untuk berhenti berencana  berinvestasi di saham perusahaan Tiongkok yang menyebabkan masalah keamanan nasional dan hak asasi manusia. Sebagai tanggapan, Federal Retirement Thrift Investment Board mengumumkan pihaknya akan menunda langkah investasi.

Frank Gaffney menilai adalah sangat penting bahwa Amerika Serikat berhenti menanggung Partai Komunis Tiongkok.

“Kita perlu memastikan bahwa Partai Komunis Tiongkok tidak lagi mampu mengandalkan pembiayaan Amerika Serikat untuk berbagai cara yang Partai Komunis Tiongkok mengobarkan perang melawan Amerika Serikat,” kata Frank Gaffney.

Pandemi juga mendorong pemerintah Amerika Serikat mempercepat rencana untuk menghapus rantai pasokan kritis dari Tiongkok, karena krisis kesehatan masyarakat telah mengungkap perangkap ketergantungan Amerika Serikat terhadap Tiongkok sebagai basis manufaktur.

Menurut Harry J. Kazianis jika Donald Trump memenangkan pemilihan ulang, tidak hanya berharap melihat lebih banyak aksi untuk memisahkan diri dari Tiongkok, tetapi juga kampanye pendidikan yang bertujuan menjelaskan kepada publik Amerika Serikat mengapa mengurangi ketergantungan rantai pasokan Amerika Serikat pada Tiongkok adalah diperlukan.

“Hal terbesar yang sulit bagi orang Amerika Serikat untuk mengerti adalah orang Amerika Serikat mendengar semua tantangan dari Tiongkok, ancaman dari Tiongkok, tetapi pada saat yang sama, Amerika Serikat masih membeli produk dari Tiongkok senilai ratusan miliar dolar  setiap tahun,” kata Harry J. Kazianis.

Hak Asasi Manusia

Joseph Bosco, mantan direktur negara Tiongkok untuk kantor Kementerian Pertahanan, mengatakan pemerintah harus menempatkan masalah hak asasi manusia saat berunding dengan Komunis Tiongkok.

Joseph Bosco menyarankan memohon Undang-Undang Magnitsky untuk memberi sanksi kepada para pejabat Tiongkok yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penganiayaan terhadap  kelompok agama, etnis minoritas, dan pembangkang.

Menurut mantan pejabat itu, Washington juga harus meluncurkan kampanye untuk disiarkan ke informasi Tiongkok dan Hong Kong mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang terus-menerus dan semakin meningkat oleh Beijing, perilaku agresif dan ancam Beijing terhadap negara tetangga yang mencakup Taiwan, dan melakukan pelanggaran hukum dan tidak bertanggung jawab dalam memungkinkan peluncuran pandemi dari Wuhan ke seluruh dunia.

“Di pihak Tiongkok, rezim Tiongkok akan menghadapi untuk menerima perubahan pendapat Amerika Serikat,” kata Harry J. Kazianis.

“Beijing memahami bahwa pemerintahan ini dan pada umumnya, komunitas akademik di Washington, cendekiawan Tiongkok, dan saat ini saya berpikir rakyat Amerika Serikat, benar-benar sadar akan fakta bahwa Tiongkok telah melakukan banyak hal untuk menunjuk dirinya sebagai musuh Amerika Serikat,” kata Harry J. Kazianis.

Harry J. Kazianis menilai rezim Komunis Tiongkok cenderung merupakan ancaman terbesar yang dihadapi Amerika Serikat. (Vv)

FOTO : Presiden Donald Trump berfoto bersama dengan Xi Jinping dalam pertemuan di sela-sela KTT G-20 di Osaka, Jepang, pada 29 Juni 2019. (AP Photo / Susan Walsh)

https://www.youtube.com/watch?v=lQzacGVZBds