AS Jatuhkan Sanksi dan Bekukan Aset Pejabat Partai Komunis Tiongkok Atas Pelanggaran HAM di Xinjiang

oleh Reuters

AS secara resmi menjatuhkan sanksi sejumlah pejabat Partai Komunis Tiongkok termasuk seorang anggota Politbiro Partai Komunis Tiongkok pada 9 Juli 2020. Mereka terkait pelanggaran serius atas hak asasi manusia minoritas Muslim Uighur. Keputusan itu membuat hubungan antara Washington dan Beijing semakin tegang.

Pemerintahan Trump menargetkan Sekretaris Partai Komunis wilayah Xinjiang, Chen Quanguo. Ia menjadi pejabat tinggi Partai Komunis Tiongkok yang dijatuhkan sanksi oleh AS, dan Biro Keamanan Umum Xinjiang, sebuah lembaga mirip dengan kepolisian.

Langkah itu dilakukan di tengah meningkatnya ketegangan  antara Washington dan Beijing, atas respon rezim Komunis Tiongkok terhadap pandemi coronavirus dan pengendalian lebih ketat di Hong Kong.

“Amerika Serikat menyerukan kepada dunia untuk menentang tindakan Partai Komunis Tiongkok terhadap komunitas minoritasnya sendiri di Xinjiang, termasuk penahanan massal secara sewenang-wenang, kerja paksa, penganiayaan agama, dan pengendalian kelahiran, dan sterilisasi,” kata seorang pejabat Gedung Putih.

PBB memperkirakan lebih dari satu juta Muslim Uighur ditahan di kamp-kamp interniran di wilayah Xinjiang. Korban-korban dari kamp-kamp interniran mengungkapkan, mereka mengalami penyiksaan, pemerkosaan, dan indoktrinasi politik ketika ditahan.

Tahanan Uighur ditekan untuk memberangus kebudayaan dan bahasa asli mereka. Warga Uighur juga dipaksa untuk mencela keyakinan mereka dan mengikrarkan kesetiaan kepada Partai Komunis Tiongkok.

Sanksi tersebut diberlakukan berdasarkan Undang-undang Global Magnitsky Act, sebuah Undang-Undang Federal yang memungkinkan pemerintah AS  menargetkan pelanggar hak asasi manusia di seluruh dunia dengan pembekuan aset dan larangan bepergian ke AS. Termasuk larangan warga AS berbisnis dengan mereka.

Kedutaan Besar Tiongkok di Washington tak segera menanggapi permintaan komentar.

Rezim Komunis Tiongkok terus menerus membantah melakukan penganiayaan terhadap kelompok minoritas. Rezim Tiongkok berdalih kamp-kamp itu hanya sebagai pelatihan kejuruan dan dibutuhkan untuk memerangi ekstremisme.

Partai Komunis Tiongkok  menggunakan alasan potensi “ancaman ekstremis” sebagai pembenaran terhadap pengawasan secara ketat terhadap Uighur dan kelompok minoritas Muslim lainnya di wilayah Xinjiang.

Sanksi itu dijatuhkan kepada Chen, anggota Politbiro partai Komunis Tiongkok, 25 anggota badan pejabat tinggi Partai Komunis Tiongkok, Zhu Hailun, mantan wakil sekretaris Partai daerah; Wang Mingshan, direktur dan sekretaris Partai Biro Keamanan Umum Xinjiang; dan mantan sekretaris Partai biro Huo Liujun.

Menlu AS Mike Pompeo mengatakan sanksi pembatasan visa dijatuhkan lebih lanjut kepada Chen, Zhu, dan Wang. Sanksi itu melarang mereka dan keluarga terdekat mereka berpergian ke Amerika Serikat.

Departemen Keuangan AS mengatakan Chen adalah pejabat partai Komunis Tiongkok berpangkat paling tinggi yang terkena sanksi. Dikarenakan menerapkan “program pengawasan, penahanan, dan indoktrinasi yang komprehensif di Xinjiang, menargetkan warga Uyghur dan etnis minoritas lainnya” melalui Biro Keamanan Umum Xinjiang.

Chen berada di posisi top di Xinjiang pada 2016, dengan aksi massa “anti-teror” dilakukan di kota-kota terbesar di kawasan itu yang melibatkan puluhan ribu pasukan paramiliter dan polisi.

Dia secara luas dianggap sebagai pejabat senior yang bertanggung jawab atas penindasan Uighur di Xinjiang.

Pada Oktober 2019, Departemen Luar Negeri mengumumkan pembatasan visa terhadap sejumlah pejabat Partai Komunis Tiongkok. Mereka diyakini bertanggung jawab atas pelanggaran di Xinjiang, tetapi tidak mengatakan apakah termasuk Chen diantaranya yang dikenai sanksi.

Komunis Tiongkok mengancam akan membalasnya, itu setelah Presiden AS Donald Trump menandatangani Undang-Undang pada bulan Juni yang menetapkan sanksi atas penindasan warga Muslim Uyghur.

“AS berkomitmen untuk menggunakan seluruh kekuatan keuangannya menuntut pertanggungjawaban pelanggar HAM di Xinjiang dan di seluruh dunia,” kata Menteri Keuangan Steven Mnuchin dalam sebuah pernyataan. (asr)