Pakar Peringatkan Sangat Mengerikan Jika Terjadi Lagi Virus Gelombang Kedua

Laporan jurnalis The Epoch Times Hong Kong, Qi Xianyu

Catatan : Danny Altmann, seorang profesor imunologi di Imperial College London, mengatakan pada 6 Juli lalu, bahwa gelombang kedua epidemi COVID-19 akan tiba. Meskipun pemerintah dari berbagai negara telah membuat persiapan yang lebih baik untuk mengatasi infeksi ulang, namun, situasinya tetap “sangat, sangat mengerikan.”

Penelitian terbaru menemukan bahwa virus COVID-19 atau virus Wuhan yang merajalela di seluruh dunia, telah mengalami mutasi. 

Mutasi bernama “D614G” itu akan membuat virus lebih mudah menyerang tubuh manusia, mengakibatkan infektivitas virus meningkat beberapa kali lipat. 

Ahli terkait mengingatkan masyarakat untuk tidak melonggarkan kewaspadaan karena epidemi telah berlangsung selama lebih dari setengah tahun. Corona virus gelombang kedua sama menakutkan dan “sangat, sangat mengerikan.”

Hingga 7 Juli 2020, sekitar 11.748.985 orang di seluruh dunia terinfeksi, 540.860 orang meninggal dunia dan jumlah infeksi baru terus mencatat rekor tertinggi setiap hari.

Netizen Tiongkok mengatakan, sudah lama tidak melihat Zhong Nanshan (dokter ahli paru Tiongkok yang menemukan coronavirus SARS 2003) di depan publik. Beberapa bulan sebelumnya, Zhong secara terbuka mengatakan sesuai dengan instruksi Partai komunis Tiongkok, bahwa virus Wuhan akan segera mereda pada akhir April 2020. Ketika itu, dibantah oleh para pakar virus Eropa dan Amerika bahwa itu adalah opini yang tidak ilmiah. Sekarang memasuki bulan Juli. Namun, penyebaran virus bukannya menurun, sebaliknya justru meningkat. Kini hanya menjelaskan bahwa Komunis Tiongkok menipu dunia.

Infektivitas virus meningkat tiga hingga enam kali setelah mutasi

Menurut penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal terkenal “Cell” pada 2 Juli, varian dari coronavirus yang saat ini beredar secara global lebih rentan menginfeksi sel manusia daripada virus dari daratan Tiongkok. Ini juga salah satu sebab meningkatnya pandemi di Amerika Serikat dan Amerika Selatan.

Para peneliti dari Los Alamos National Laboratory, New Mexico, AS, dan Duke University, North Carolina bekerja sama dengan tim peneliti dari University of Sheffield, Inggris untuk bersama-sama meneliti urutan genom dari coronavirus-COVID-19.

Penelitian tersebut menemukan bahwa 29% dari sampel virus corona menunjukkan mutasi D614G. 

Dilihat dari bentuknya, virus D614G memiliki jumlah mahkota yang menonjol empat hingga lima kali lebih banyak ketimbang Covid-19.  

Mutasi pada protein S-spike yang mengikat virus ke tubuh manusia ini meningkatkan jumlah ‘tonjolan’ pada coronavirus. 

Para peneliti berpendapat, banyaknya jumlah tonjolan inilah yang membuat virus lebih cepat menginfeksi sel manusia, sehingga lebih mudah menginfeksi orang.

Sejak awal April lalu, para peneliti menemukan bahwa mutasi D614G di bawah kondisi laboratorium dapat menginfeksi lebih banyak sel berdasarkan perubahan Enzim protease atau peptidase, dan mutasi virus meningkatkan infektivitas 3 hingga 6 kali lipat.

Para peneliti kemudian menambahkan materi penelitian lainnya. Mereka menganalisis data 999 pasien Inggris yang dirawat di rumah sakit. Hasilnya menemukan bahwa pasien dengan mutasi virus D614G membawa lebih banyak strain, yaitu jumlah virus dalam tubuh lebih banyak, tetapi patogenisitasnya tidak meningkat.

Penasihat kesehatan Gedung Putih Dr Anthony Fauci mengatakan kepada JAMA: The Journal of American Medical Association: “Saya pikir ada mutasi tunggal yang membuat virus mampu mereplikasi diri lebih baik dan kemungkinan memiliki kandungan virus yang lebih tinggi. Kami belum memiliki bukti yang menghubungkan apakah virus ini lebih berbahaya, tetapi tampaknya kemampuan virus mereplika diri menjadi lebih baik dan mungkin lebih menular,” kata Fauci.

Sementara itu, Nathan Grubaugh, ilmuwan virus di Yale School of Public Health, mengomentari penelitian tersebut : “Sebenarnya, virus mutasi baru sedang menyebar dengan cepat, tetapi kami tidak berpikir bahwa mutasi D614G akan mengubah langkah-langkah pengendalian kami, atau kondisi pasien yang terinfeksi semakin memburuk.”

Pada 6 Juli, Zhang Wenhong, kepala tim ahli perawatan medis Shanghai dan direktur Departemen Infeksi Rumah Sakit Huashan yang Berafiliasi dengan Universitas Fudan, mengatakan di Weibo, bahwa sebuah artikel di majalah “Cell” yang terkenal di dunia menyebutkan, bahwa 29% sampel virus corona menunjukkan mutasi D164G. Terutama strain virus yang ditemukan di Beijing juga mengalami mutasi ini. Lalu, bagaimana dampak epidemi selanjutnya terhadap Tiongkok?

Dia mengutip sebuah artikel di Akun hsinfect – Huashan yang mengatakan: “Meskipun strain mutasi D614G ditemukan dalam epidemi di Beijing, namun, karena tindakan pencegahan dan pengendalian yang cepat dan tegas telah menyebabkan virus kehilangan peluang perluasannya di Tiongkok.”

Artikel itu juga menyebutkan: “Beberapa ilmuwan mengemukakan bahwa mutasi D614G memiliki korelasi kuat dengan kematian penyakit, tetapi masih tetap dalam analisis korelasi statistik.” Artinya, ada data statistik yang menunjukkan bahwa mutasi D614G virus telah menyebabkan naiknya rasio kematian pasien.

Mengenai wabah gelombang kedua di Beijing, pejabat setempat hanya mengumumkan bahwa lebih dari 200 orang terinfeksi, tidak ada yang meninggal dunia. Namun, sumber  mengungkapkan bahwa data statistik yang diketahuinya adalah, setidaknya 25.000 orang terinfeksi dan lebih dari 2.000 orang meninggal.

Beberapa ahli mengatakan bahwa jika virus yang beredar di Beijing adalah jenis mutasi D614G, maka epidemi di Beijing mungkin separah yang terjadi di Eropa, Amerika Selatan, dan Amerika Serikat. Mustahil hanya lebih dari 200 orang terinfeksi. “Beijing jelas menyembunyikan situasi aktual epidemi tersebut,” kata sumber itu. 

Pada 6 Juli, Danny Altmann, profesor imunologi di Imperial College London, mengatakan pada CNBC, bahwa hanya 10% hingga 15% dari populasi yang mungkin menghasilkan antibodi di kota-kota yang terinfeksi oleh virus Komunis Tiongkok.

Imunitas manusia terhadap virus lemah dan hanya sementara

Dia mengatakan: “Kekebalan (manusia) terhadap hal semacam itu (virus Komunis Tiongkok) tampaknya sangat rapuh. Dan sepertinya hanya beberapa orang mungkin memiliki antibodi setelah beberapa bulan kemudian, dan setelah itu melemah, jadi ini tampaknya tidak aman.”

“Ini adalah virus yang sangat menipu, kekebalannya sangat kacau, dan siklus hidup antibodi sangat pendek.”

Penasihat kesehatan Gedung Putih Dr Anthony Fauci juga mengatakan, bahwa jika COVID-19 berperilaku seperti virus corona lainnya, maka “kekebalan terhadap antibodi atau vaksin tidak akan bertahan lama.”

Wabah gelombang kedua “sangat, sangat mengerikan”

Danny Altmann, seorang profesor imunologi di Imperial College London,  mengatakan pada 6 Juli bahwa gelombang kedua epidemi COVID-19 akan tiba. Meskipun pemerintah dari berbagai negara telah membuat persiapan yang lebih baik untuk mengatasi infeksi ulang, namun, situasinya tetap “sangat, sangat mengerikan.”

Dia mengatakan kepada CNBC: “Siapa pun yang berpikir itu (virus) telah menjadi lebih jinak atau (virus) telah menghilang, atau mampu memecahkan masalah (virus) dengan cara tertentu, itu sama dengan menipu dirinya sendiri. Ia tetap saja virus yang mematikan, dan sangat mudah menginfeksi orang, dan saya rasa manusia tidak terbiasa menghadapi kenyataan ini.”

Dia menekankan bahwa sulit untuk memprediksi apakah vaksin yang diidentifikasi efektif melawan COVID-19. “Rincian menentukan keberhasilan atau kegagalan, vaksin tidaklah begitu mudah diperoleh. Saat ini ada lebih dari seratus (vaksin) versi percobaan, mungkin akan terjadi kesalahan dalam prosesnya. Saya pribadi tidak berani  bertaruh pada saat ini,”katanya

Altmann menambahkan bahwa banyak ilmuwan, ahli imunologi dan pakar vaksin masih merasa “sangat takut” terhadap wabah penyakit epidemi tersebut. (Jon)

Keterangan Foto : Gambar mikroskop elektron pemindaian ini, yang diterbitkan pada 13 Februari 2020, menunjukkan SARS-CoV-2 (kuning) —juga dikenal sebagai 2019-nCoV, virus yang menyebabkan COVID-19 — diisolasi dari seorang pasien di Amerika Serikat, muncul dari permukaan sel (biru / merah muda) dikultur di lab. (NIAID-RML)

https://www.youtube.com/watch?v=IvGWCOvdoIw