Pejabat Partai Komunis Tiongkok yang Disanksi AS atas Kekejaman di Xinjiang Memiliki Sejarah Hitam Kejahatan HAM

Theepochtimes.com- Menganiaya muslim Uighur di wilayah Xinjiang hanyalah satu dari sekian banyak pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh empat pejabat Partai Komunis Tiongkok, yang baru-baru ini dijatuhkan sanksi oleh pemerintah AS.

Sanksi-sanksi yang diberlakukan di bawah Global Magnitsky Act pada 9 Juli 2020, melarang empat pejabat Partai Komunis Tiongkok itu beserta anggota keluarga dekat mereka memasuki wilayah Amerika Serikat. 

Sanksi lainnya adalah memblokir aset mereka yang berada di bawah nama individu dan melarang transaksi Amerika dengan mereka. 

Di Xinjiang, rumah bagi sekitar 11 juta Uighur, setidaknya 1 juta Uighur dan etnis minoritas Muslim lainnya ditahan di kamp-kamp interniran. Mereka  menjadi sasaran penyiksaan dan indoktrinasi politik partai Komunis, sebagai upaya untuk memaksa mereka melepaskan keyakinan mereka. 

Tetapi penganiayaan semacam itu tidak hanya terbatas di Xinjiang.

Laporan hak asasi manusia dan catatan pemerintah partai Komunis Tiongkok mengungkapkan, serangkaian pelanggaran HAM yang dilakukan di bawah pengawasan pejabat, menargetkan para pembela hak asasi manusia dan kelompok agama, termasuk pengikut Falun Gong.

Falun Gong Juga dikenal sebagai Falun Dafa, sebuah  meditasi yang melatih pikiran dan tubuh berdasarkan prinsip moral Sejati, Baik, dan Sabar sudah menghadapi penganiayaan brutal sejak Tahun 1999. 

Jutaan di antara praktisi Falun Gong kemungkinan ditahan selama dua dekade terakhir, dengan ratusan ribu disiksa, menurut perkiraan Falun Dafa Information Center. 

Minghui.org, situs web berbasis di AS yang berfungsi sebagai tempat clearing untuk informasi tentang penganiayaan Falun Gong di Tiongkok, mengonfirmasi kematian setidaknya 4.500 pengikut, meskipun sulit untuk mengirimkan informasi sensitif keluar dari daratan Tiongkok. 

Angka sebenarnya jauh lebih tinggi. Pakar hak asasi manusia mengatakan bahwa pengalaman rezim Komunis Tiongkok dengan menindas Falun Gong, menjadi pedoman bagi otoritas di Xinjiang untuk menekan etnis Uighur dan minoritas Muslim lainnya.

Pedoman Anti-Falun Gong

Chen Quanguo, bos Partai Komunis Tiongkok Xinjiang dan pejabat tinggi Tiongkok yang dijatuhkan sanksi oleh AS, mulai menganiaya praktisi Falun Gong ketika menduduki sebagai pejabat senior di kota kelahirannya di Provinsi Henan.

Dari tahun 2000 hingga 2005, ia naik pangkat dengan ikut serta dalam penganiayaan, akhirnya menjadi sekretaris wakil Partai Komunis Tiongkok Komite Tetap Henan. Chen mengawasi perusakan selebaran, buku, dan CD Falun Gong, serta memecat pejabat pemerintah yang berlatih Falun Gong, seperti dilaporkan The Wall Street Journal pada tahun 2019, mengutip catatan provinsi. 

Laporan pemerintah itu tampaknya sudah dihapus. Setelah Chen menjadi bos Partai Komunis Tiongkok Xinjiang pada 2016, periode itu menandai “penganiayaan paling parah” bagi para praktisi Falun Gong di wilayah itu. Mereka berisiko ditangkap ketika berada di transportasi umum, melapor ke tempat kerja, atau mengunjungi kantor pemerintah untuk urusan pribadi, menurut laporan Minghui.org.

Sebelum dan sesudah konklaf Partai Komunis Tiongkok, Kongres Nasional ke-19, pada tahun 2017, polisi Xinjiang menanyai semua pengikut Falun Gong setempat, menahan mereka yang menolak untuk melepaskan keyakinan mereka atau menuliskan nama mereka pada daftar orang yang dicari. Beberapa juga ditempatkan di bawah tahanan rumah, menurut laporan Minghui 2018. Praktisi dari daerah lain yang melewati pos pemeriksaan keamanan Xinjiang juga ditangkap. 

Pada Tahun 2017, kawasan itu meningkatkan pengeluaran keamanannya lebih dari 27,5 miliar yuan  —sekitar dua kali lipat angka tahun sebelumnya, menurut anggaran pemerintah. 

Sementara pemerintah Xinjiang tidak menentukan kemana dana itu dialokasikan. Sejak saat itu, Xinjiang telah menyaksikan lonjakan pemolisian kamera pengawasan, pemantauan telepon, dan pengumpulan data DNA.

Selama tiga tahun terakhir, praktisi Falun Gong di Xinjiang juga menghadapi penangkapan karena sejumlah alasan termasuk memiliki “pikiran yang salah,” menolak untuk membuka pintu bagi polisi, atau menggunakan aplikasi seluler selain WeChat, aplikasi perpesanan Tiongkok yang ada di mana-mana didukung oleh pemerintah. Menurut peneliti, aplikasi itu  mengumpulkan data dari pengguna baik di daratan Tiongkok dan luar negeri sebagai mekanisme penyensoran komunis Tiongkok.

Di antara para tahanan adalah Yan Yixue yang berusia 90 tahun. Ia ditahan tanpa komunikasi sejak beberapa saat sebelum Partai Komunis Tiongkok menggelar Lianghui atau Dwi Konferensi pada akhir Mei lalu. Laporan Minghui.org menyebutkan pada tahun 2018, dia ditahan selama setahun di pusat pencucian otak, di mana polisi memukulnya karena berlatih Falun Gong saat dipenjara. Dia juga diborgol ke kursi besi dan tidak bisa bergerak selama hampir setengah bulan. Dia menggelar mogok makan sebagai aksi protes. 

Menurut Minghui.org, petugas polisi dan komite lingkungan di Xinjiang juga sering membobol rumah praktisi Falun Gong setempat dan memotret mereka untuk memperbarui database pengenalan wajah pemerintah. 

Sarah Cook, seorang analis Tiongkok di kelompok hak asasi manusia Freedom House, sebelumnya telah menulis esai yang menganalisis pola serupa dalam penganiayaan terhadap praktisi Falun Gong versus minoritas Muslim di Xinjiang, yang menyatakan bahwa pihak berwenang mengikuti “buku pedoman anti-Falun Gong di Xinjiang.”

“Ini seperti segala jenis manajemen proyek. Setelah Anda melakukannya sebelumnya, itu akan jauh lebih cepat untuk yang kedua kalinya, Mereka mengetahui secara persis apa yang mereka lakukan,” kata Cook kepada The Epoch Times dalam sebuah wawancara.

Dua pejabat lain dalam daftar sanksi adalah Zhu Hailun, mantan wakil ketua Partai di Xinjiang, dan Wang Mingshan, kepala biro keamanan publik wilayah (mirip dengan polisi), juga terlibat dalam penganiayaan terhadap Falun Gong, menurut penelitian World Organization to Investigate the Persecution of Falun Gong, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di AS.

Organisasi itu menghubungkan setidaknya satu kematian dengan Wang: Sheng Kezhi, 77 tahun, seorang praktisi Falun Gong di ibukota Xinjiang, Urumqi.  Istri dan putrinya, juga penganut Falun Gong, menderita bertahun-tahun penahanan di luar proses hukum. Setelah istrinya kembali ditahan pada Tahun 2012, Sheng meninggal dunia karena tekanan.

“Apa yang dilakukan Partai Komunis Tiongkok terhadap rakyatnya sendiri sangat memuakkan,” kata Senator AS Ben Sasse. 

Dalam siaran pers menyusul sanksi terhadap pejabat Partai Komunis Tiongkok, ia menambahkan, “Kita perlu berbuat lebih banyak untuk menyoroti kekejaman Partai Komunis Tiongkok. Sampai mereka sepenuhnya bertanggung jawab atas pelanggaran mereka. “

Keterangan Gambar: Praktisi Falun Gong mengambil bagian dalam nyala lilin untuk memperingati peringatan 20 tahun dimulainya penganiayaan terhadap Falun Gong di Tiongkok, di Rumput Barat Capitol Hill pada 18 Juli 2019. (Samira Bouaou / The Epoch Times)

(asr)

Video Rekomendasi