Kisah Pilu dan Kecewa Warga Lujiang, Provinsi Anhui, Tiongkok, yang Desanya Digenangi Air Selama 40 Hari

Hong Ning dan Ling Yun

Tanggul di seksi Lianhe, Kabupaten Lujiang, provinsi Anhui, Tiongkok jebol akibat terjangan banjir. Permukaan air cepat mencapai 8 meter tingginya. Setelah 40 hari, warga setempat mengatakan, ketinggian air di rumah sekarang lebih dari 2 meter. Warga terpaksa tinggal di luar, tidak ada persediaan makanan dan pakaian, sangat tersiksa.

Warga bernama samaran Chen Liang, seorang warga kota Tongda, Kabupaten Lujiang, provinsi Anhui mengatakan kepada reporter the Epoch Times, “Sampai saat ini, air belum surut. Genangan air di rumah kami sedalam sekitar 2 meter, lantai pertama masih direndam air. Ini baru awal, kapan surutnya, kita juga tidak tahu.” 

Menurut Chen Liang, dua desa setempat, Shidawei dan Niuguangwei, semuanya terendam air, dan jarak garis lurus antara kedua kota kabupaten itu sekitar 30 kilometer. Ada puluhan ribu orang di Shidawei yang tidak bisa pulang ke rumahnya masing-masing dan terpaksa menyewa rumah di luar.

Sudah lebih dari 40 hari Chen Liang tinggal di rumah kontrakan. Pemerintah daerah setempat hanya membagikan sekantong beras dan satu barel minyak, lainnya tidak peduli.  “Biaya sewa rumah dan bantuan lainnya, tidak ada sama sekali,” katanya.  

“Awalnya kami mengandalkan kerabat dan teman, tapi hanya bisa tinggal sementara tiga sampai lima hari lalu pindah. Jika terus begini, rumah siapapun tidak ada yang bisa ditinggali lagi. Sekarang semua warga menyewa tempat tinggal, tidak bisa bertahan lama lagi, dan tidak lama lagi persediaan makanan pun habis,” tutur Chen Liang.

Chen Liang mengatakan, pada malam pertama sebelum banjir, otoritas setempat meminta mereka untuk mengungsi. Mereka tidak mengatakan akan melepaskan banjir. Melarang mereka memindahkan barang apapun, dan mereka tidak membawa apapun saat pergi.

Pada 22 Juli 2020 pukul 8.30 pagi, Chen Liang berencana memindahkan barang-barang ke gerbang pintu. Ketika tentara datang dan menyuruh Chen Liang untuk tidak memindahkan barang apapun, mereka langsung membawa orang-orang pergi. Tidak membawa sesuatu apa pun, hanya sehelai pakaian di badan, bahkan untuk mencuci atau ganti pakaian pun tidak bisa. Setelah pergi dari rumah, semua barang kebutuhan pokok harus dibeli sendiri.

Menurut laporan media setempat, pada 22 Juli itu, permukaan air di Stasiun Zhongmiao, Chaohu telah melonjak dari 8,80 meter sebelumnya menjadi 13,43 meter, memecahkan nilai yang ekstrim dalam sejarah. 

Baru kali ini dalam satu abad terakhir menemui tingkat air seperti itu di Chaohu. Sebelumnya Chaohu meningkatkan kapasitas penyimpanan airnya hampir 3,6 miliar meter kubik, setara dengan peningkatan kapasitas penyimpanan air di bawah dua tingkat air normal. Chaohu dan banyak sungai terus menerus mengalami tingkat air dalam level waspada, melampaui tingkat air normal, dan mencetak sejarah ketinggian air abnormal.

22 Agustus 2020 sekitar pukul 08.00 pagi, tanggul Shidawei di Kota Tongda, Kabupaten Lujiang, provinsi Anhui, dekat Chaohu, jebol.

ShiDawei diterjang banjir dari pembuangan air tanggul, namun, pihak berwenang setempat tidak mengakuinya. 

Chen Liang mengatakan bahwa pada awalnya banjir di Shidawei bukan dikarenakan “ledakan bendungan”, melainkan banjir sengaja dilepaskan untuk melindungi daerah lain. Akan tetapi pemerintah daerah tidak pernah mengakuinya dan mengklaimnya sebagai “ledakan bendungan.” Ini membuat Chen Liang marah.

Menurut Chen Liang, pada saat itu dikatakan akan melindungi Provinsi Jiangsu dari banjir, dengan mengorbankan ibukota Hefei, provinsi Anhui. Jika mereka tidak membuang banjir di sini, Hefei akan tenggelam. Tapi pemerintah seharusnya mengevakuasi warga dulu dengan baik, tapi sekarang pemerintah tidak peduli.

“Inilah yang membuat saya marah. Jelas-jelas itu digali dan sengaja dilepaskan. Mengapa pemerintah tidak mengakui bahwa banjir itu memang sengaja dilepaskan, tetapi beralasan kegagalan bendungan? Mengapa? Kami harus berkorban sebesar ini, apa tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun?” kata Chen Liang kesal.

Chen Liang mengatakan, di daerahnya ada puluhan ribu orang, dua kotapraja, dan sekitar 100.000 mu lahan yang subur, terutama untuk industri pembibitan dan tanaman padi, serta pabrik, tapi sekarang semuanya kandas.

Tabungan Seumur Hidup Kandas

Chen Liang menuturkan, mereka sekarang menyewa rumah seluas lebih dari 20 meter persegi, dengan harga sewa bulanan lebih dari 500 yuan, dan harganya terus naik.

“Saya memiliki dua anak, empat orang anggota keluarga, semua biaya termasuk sewa sebulan minimal butuh dua hingga tiga ribu yuan, selain itu, saya juga harus menghidupi kedua orang tua, dan kakek saya,” kata Chen Liang.

“Setidaknya Anda harus memberi makan pada warga, memberi kami makanan dan pakaian,” kata Chen Liang.

Warga pergi ke pemerintah kota Tongda untuk melapor, namun gagal mendapatkan solusinya. Ketika mereka melapor ke kabupaten, mereka juga disuruh kembali. Mereka tidak menemukan pejabat pemda setempat untuk mewakili mereka.

Chen Liang mengatakan: “Dulu, kami selalu menyumbang di mana pun ada bencana, tapi sekarang kami ditimpa bencana, kalaupun ada sumbangan, kami juga tidak mendapatkan bagian, semuanya dikorupsi oleh pejabat pemerintah daerah di semua tingkatan.”

Selain kesulitan bertahan hidup saat ini, kekhawatiran mereka lainnya adalah apakah rumah mereka masih dapat ditinggali setelah air surut?

“Yang paling kami khawatirkan adalah rumah, apakah masih bisa ditinggali, karena sudah terlalu lama digenangi air, lebih dari 40 hari,” kata Chen Liang. 

Itu adalah rumah yang mereka bangun dengan susah payah dari sebagian besar hidup mereka, tapi sekarang semuanya lenyap. Sementara pemerintah daerah bahkan seakan menutup mata.

Chen Liang memiliki dua toko fisik, salah satunya adalah toko bahan bangunan, semua barang yang ada di dalam toko itu juga terendam banjir, dengan kerugian sekitar empat hingga lima juta yuan atau sekitar Rp.840 juta – 10.5 miliar.

Chen Liang juga tampak kurus selama lebih dari sebulan tinggal di luar dan menjadi sering marah. 

“Saya menghabiskan sebagian besar hidup saya di toko. Masih punya hutang dan angsuran pinjaman. Sekarang warga juga tidak bisa berkata apa-apa, hanya pasrah. Partai Komunis memang benar-benar tak berhati nurani,”pungkas Chen Liang dengan nada kesal. (jon/rp)

Keterangan Foto : Sudah 40 hari sejak pihak berwenang menjebol tanggul untuk melepaskan banjir Kota Tongda, Kabupaten Lujiang, Provinsi Anhui masih terendam air. (Disediakan oleh orang yang diwawancarai)

Video Rekomendasi :