Memandang ke Masa Depan: Nimfa Menemukan Kepala Oerfeus

Eric Bess

Ada saatnya dalam hidup kita dibuat untuk merefleksikan siapa kita dan siapa yang kita inginkan. Kita berhenti menyalahkan keadaan dan berusaha menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri. Kita mungkin menghabiskan waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun untuk mengembangkan diri kita menjadi pahlawan dalam cerita kita sendiri.

Tapi, ada juga momen dalam hidup di mana kita tergoda oleh rasa puas diri kita sendiri; kita menjadi lalai dalam upaya kita dan menjadi korban godaan yang nantinya akan membuat kita menderita.

Baru-baru ini saya menemukan lukisan karya pelukis Pra-Raphaelite, John William Waterhouse, yang berjudul “Nymphs Finding the Head of Orpheus” (Nimfa Menemukan Kepala Oerfeus). Lukisan ini mendorong saya keingintahuan tentang bagaimana kita menghadapi godaan dan konsekuensinya.

Penjelajahan Oerfeus

Menurut legenda Yunani, Oerfeus lahir dari Dewa musik, Apollo, dan salah satu pemujanya. Oerfeus memainkan lira dan bernyanyi dengan indah, begitu indah sehingga dia mampu memengaruhi lingkungan terdekatnya dengan musiknya.

Oerfeus jatuh cinta dan menikah dengan Eurydice. Suatu hari, Eurydice digigit ular berbisa saat mencoba melarikan diri dari penyerang. Dia meninggal dan memulai perjalanannya ke Hades.

Oerfeus, yang tidak dapat dihibur, memutuskan untuk menggunakan keajaiban musiknya yang terinspirasi surgawi untuk memasuki Hades dan menyelamatkan Eurydice. Dia menyanyikan lagu-lagunya dan memainkan lira dengan sangat indah sehingga memikat Charon, tukang perahu yang mengangkut roh-roh orang meninggal melintasi Sungai Styx dan Acheron, dan Cerberus, anjing berkepala tiga yang menjaga gerbang Hades.

Oerfeus bernyanyi dan memainkan jalannya menuju Dewa Hades sendiri. Saat bertemu Hades, Oerfeus meminta agar Eurydice kembali ke bumi bersamanya.

Hades, tergerak oleh musik Oerfeus yang indah, setuju untuk mengembalikan Eurydice kepadanya dengan satu syarat: Oerfeus tidak boleh melihat ke belakang ke arah Eurydice sampai mereka meninggalkan Hades.

“Nymphs Finding the Head of Orpheus,” 1900, oleh John William Waterhouse. Minyak di atas kanvas, 58 5/8 inci kali 38 7/8 inci. Koleksi Pribadi. (Domain publik)

Oerfeus memulai perjalanannya dengan Eurydice dari tempat Hades, tetapi dia tidak yakin apakah dia benar-benar mengikutinya. Dia tidak bisa mendengar atau merasakan kehadirannya. Hampir keluar dari Hades, Orpheus tidak  tahan lagi dan berbalik untuk melihat ke mata Eurydice, dan saat dia melakukannya, dia menghilang kembali ke dalam Hades.

Merasa bingung, Oerfeus menyingkirkan lirnya dan menolak untuk bernyanyi lagi. Dia menjelajah tanpa tujuan sampai maenad (wanita yang suka bersenang- senang) Dionysian mendatanginya dan mencabik-cabiknya karena depresinya. Versi lain dari cerita tersebut menunjuk- kan bahwa para maenad memutilasi Oerfeus menjadi berkeping-keping karena dia berkhotbah bahwa Apollo, bukan Dionysus, adalah Dewa terbesar.

Anggota tubuh Oerfeus terbawa arus ke laut, dan kepalanya, membisikkan nama Eurydice, hanyut ke pantai Lesbos di mana ia dikuburkan oleh para muse.

Lukisan John William

Dalam lukisan “Nymphs Finding the Head of Orpheus”, John William menggambarkan momen di mana kepala Oerfeus dan lira-nya hanyut ke arah dua nimfa. Nimfa itu tampaknya sedang mengumpulkan air saat fajar atau senja ketika kepala Oerfeus dan liranya mengambang di dekat mereka, dan mereka melihat dengan saksama ke dua benda yang mengapung itu.

Titik fokusnya adalah dua peri ini: corak terang mereka menonjol dari latar belakang yang gelap, dan area dengan kontras tinggi ini menarik perhatian penonton. Garis pandang mereka dan air yang mengalir dari bebatuan di bawahnya mengarahkan mata kita ke titik fokus sekunder: kepala Oerfeus dan lirnya.

Menatap masa depan

Kisah Oerfeus membuat saya berpikir tentang kekuatan seni. Seni, ketika dibawah pengaruh Surga, dapat menggerakkan jiwa dengan cara yang tak terlukiskan. Oerfeus menggunakan kekuatan musiknya yang terinspirasi surgawi untuk menyelamatkan Eurydice dari Hades. Bagi saya, seolah-olah semua nyanyian dan permainan lira Oerfeus adalah latihan ketika dia perlu menggunakannya untuk menyelamatkan manusia.

Tapi Oerfeus, diliputi oleh keinginan ekstrim untuk orang yang dia cintai, tidak mampu mengendalikan godaan untuk melihatnya. Ketidakmampuannya untuk mengendalikan godaan menyebabkan dia kehilangan dua hal: Eurydice dan hubungan surgawinya dengan musik.

Ironisnya, godaan menyebabkan dia kehilangan hal yang diinginkannya. Dia menderita depresi berat karena ketidakmampuannya untuk mengendalikan godaan ini dan secara harfiah tercabik-cabik karenanya.

Konsekuensi dari ketidakmampuan Oerfeus untuk mengatasi godaan menghantuinya hingga akhir hayatnya. Saya pikir, dia terobsesi dengan masa lalu yang tidak bisa dia ubah. Bahkan dalam kematian, kepalanya mengatakan nama yang didorong oleh keinginannya, dan dia mengapung di samping lira yang tidak bisa dia mainkan.

John William menggambarkan dua nimfa sedang teralihkan dari tugas mereka ketika melihat kedua benda itu mengambang melewatinya.  Mereka  berhenti mengumpulkan air —sumber untuk menopang kehidupan — oleh kepala dan lira yang mengambang, yang  bagi saya merupakan representasi dari konsekuensi menjadi korban godaan.

Apakah pencobaan mengalihkan kita dari hal-hal penting dalam hidup, hal-hal yang akan menopang dan memenuhi hidup kita? Dapatkah konsekuensi dari godaan kita sendiri berdampak negatif pada orang-orang di sekitar kita?

Dengan pandangan kita ke masa depan,bagaimana kita bisa menghadapi masa lalu yang menghantui masa kini? (nit)

Eric Bess adalah seniman representasional yang berlatih. Dia saat ini adalah mahasiswa doktoral di Institute for Doctoral Studies in the Visual Arts (IDSVA).

Keterangan Foto : Detail yang menunjukkan kepala Orpheus dari “Nymphs Finding the Head of Orpheus,” 1900, oleh John William Waterhouse. Minyak di atas Kanvas, 58 5/8 inci kali 38 7/8 inci. Koleksi Pribadi. (Domain publik)

https://www.youtube.com/watch?v=fQFl77LfaWQ