Perusahaan Korea Selatan dan Jepang Diupayakan Berhenti Hengkang oleh Komunis Tiongkok

China Insider – The Epoch Times

Kota Huizhou di Provinsi Guangdong di selatan Tiongkok dulunya adalah pusat manufaktur. Sebuah surat internal dari Biro Perdagangan Kotamadya Huizhou kepada Biro Hubungan Luar Negeri Huizhou pada tanggal 10 Agustus 2020 menunjukkan bahwa selama bertahun-tahun 280 perusahaan yang didanai Korea Selatan telah menetapkan rencana di Huizhou. Namun karena terdampak oleh perang dagang Amerika Serikat-Tiongkok, pandemi Corona virus Komunis Tiongkok  dan perginya Samsung Electronics dari Huizhou bersamaan dengan banyak faktor lainnya, perdagangan ekspor dan impor Huizhou dengan Korea Selatan turun hingga 77,4 persen. Ekspor jatuh terjerembab 89,5 persen dibandingkan dengan tahun lalu. 

Menurut statistik Biro Perdagangan Kotamadya Huizhou, terdapat 96 perusahaan Korea Selatan di Huizhou pada bulan Juli 2020. Dapat dikatakan dua per tiga perusahaan Korea Selatan telah bangkrut atau pergi meninggalkan Tiongkok. 

Surat resmi dari kantor Hubungan Luar Negeri Huizhou yang ditandai sangat darurat menunjukkan bahwa Partai Komunis Tiongkok menjadi putus asa. Surat tersebut berjudul “Mohon sediakan keadaan saat ini dan rencana kerja dalam kerjasama kami dengan Jepang dan Korea Selatan, meminta para pejabat setempat untuk memanfaatkan secara maksimal keadaan kendali pandemi secara relatif lebih baik di Asian Tenggara dan mendukung membasmi pandemi bersama untuk meningkatkan hubungan dengan para negara tetangga Tiongkok, seperti Jepang dan Korea Selatan.”

Komentator hubungan luar negeri saat ini Lee Linyi menafsirkan bahwa surat ini menunjukkan upaya keputusasaan Partai Komunis Tiongkok untuk mempertahankan Jepang dan Korea Selatan guna bersama-sama membasmi pandemi. Tujuannya adalah untuk mencegah perusahaan-perusahaan asing mentransfer garis produksi ke luar dari Tiongkok dan melindungi rantai industri regional Tiongkok. 

Biro Perdagangan Kotamadya Huizhou menyatakan sedikit tindakan dalam dokumen tersebut, seperti memromosikan Taman Industri Tiongkok-Korea Selatan di Huizhou. Pada tahun ini, Konferensi Pertukaran Tiongkok-Korea Selatan dan Konferensi Promosi Ekonomi Jepang-Guangdong, Biro Perdagangan Kotamadya Huizhou juga menyatakan mengundang perusahaan Jepang dan Korea Selatan untuk berkunjung ke Huizhou untuk kesempatan berinvestasi pada dua konferensi tersebut. 

Dokumen internal yang lain dari pemerintahan kotamadya Huizhou mengungkapkan bahwa tujuan untuk mempertahankan perusahaan Jepang dan Korea Selatan tidak hanya karena pertimbangan ekonomi, tetapi juga adalah tugas politik yang terkait dengan Inisiatif Sabuk dan Jalan Partai Komunis Tiongkok. 

Inisiatif Sabuk dan Jalan oleh Huizhou akan dievaluasi dalam aspek-aspek yang menyertainya, membantu perusahaan setempat untuk mendunia, membuka pasar sepanjang rute Sabuk dan Jalan, sering berkunjung ke Jepang dan Korea Selatan untuk mempromosikan dan menarik investasi dan rencana standar yang tinggi di bidang konstruksi di Taman Industrial Tiongkok-Korea Selatan di Huizhou. 

Dokumen tersebut juga memperlihatkan bahwa Huizhou memiliki lima sister city yaitu Seongnam di Korea Selatan, Worcestershire di Inggris, North Vancouver di Kanada, Milpitas di kawasan teluk di Amerika Serikat dan San Martin de las Piramides di Meksiko. 

Di antara lima kota ini, Seongnam di Korea Selatan adalah fokus bagi Huizhou untuk menyuburkan hubungan bilateral. 

Li  Linyi menunjukkan hubungan Huizhou dengan kota Seongnam bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya ekonomi dan teknologi Korea Selatan untuk mengurangi krisi ekonomi Tiongkok. Pada saat yang sama, Partai Komunis Tiongkok juga berupaya mendesak pengaruh politik ke Korea Selatan dan mengekspor hegemoni Partai Komunis Tiongkok. 

Dokumen-dokumen internal ini memastikan bahwa menghadapi kesulitan di dalam negeri maupun di luar negeri, Partai Komunis Tiongkok berupaya untuk terlindungi dari pengaruh ketahanan dan sanksi yang parah dari masyarakat internasional dengan cara mengupayakan yang terbaik untuk mempertahankan Jepang dan Korea Selatan. 

Menurut Li Linyi , National Interest, majalah dua mingguan di Amerika Serikat melaporkan pada tanggal 27 Juli bahwa pemimpin Korea Selatan Moon Jae-in menunjukkan keengganan yang kuat untuk bergabung dengan kampanye anti-Partai Komunis Tiongkok bersama dengan sekutu Amerika Serikat. Meskipun ada tekanan yang meningkat dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat,  Donald Trump, misalnya, Presiden Korea Selatan,  Moon Jae-in menentang larangan terhadap penjualan semikonduktor kepada Huawei dan perusahaan Tiongkok lainnya serta menolak untuk mencela hukum keamanan nasional Tiongkok di Hong Kong. 

Unjuk Rasa di Mongolia Dalam

Sementara itu saat ini rezim komunis Tiongkok secara paksa memperkenalkan sebuah kebijakan pendidikan yang baru di Mongolia Dalam, yang mengharuskan pengajaran dalam bahasa Mandarin dari kelas satu. Secara menyeluruh menyingkirkan bahwa bahasa Mongolia dalam pengajaran buku-buku teks di Mongolia dalam dua tahun. 

Kebijakan yang baru tersebut memicu unjuk rasa yang hebat di antara etnik Mongol. Sedikitnya delapan orang Mongolia bunuh diri untuk mengekspresikan kemarahan dan ketidaksetujuannya. Atas nama pendidikan dua-bahasa alternatif, Partai Komunis Tiongkok mulai memromosikan pendidikan hanya dalam bahasa Mandarin di sekolah di bagian selatan Mongolia pada bulan September.

Unjuk rasa berskala-besar yang terorganisir oleh  orang Mongol bertujuan untuk melindungi kebudayaannya. Guru-guru berunjuk rasa dan para murid boikot masuk sekolah. Meskipun pihak berwenang Tiongkok menahan sejumlah pengunjuk rasa, puluhan ribu orang Mongol tetap terus berunjuk rasa dengan memegang spanduk yang bertuliskan Lindungi Bahasa Mongol dan Hentikan Kebijakan Asimilasi. 

Beberapa orang setempat mengungkapkan bahwa Partai Komunis Tiongkok menindas gerakan orang-orang sipil Mongol yang tidak patuh. Pihak berwenang menuntut anak-anak Mongolia harus masuk sekolah dalam tiga hari, bila tidak, para pejabat setempat di tingkat akar rumput akan meminta pertanggungjawaban kepala sekolah dan guru yang digolongkan dalam diskualifikasi dan tidak akan dipromosikan dalam tiga tahun mendatang. 

Para orang tua akan dihukum berdasarkan hukum dan para murid akan dikeluarkan. Orang tua yang menolak membawa anak-anaknya ke sekolah akan dihukum berdasarkan golongan pekerjaannya. Karyawan pemerintahan akan disingkirkan dari tempat kerjanya. Pemerintahan setempat akan menghentikan penyediaan utang bagi para gembala dan menghentikan pengeluaran kesejahteraan sosial bagi orang tua yang tidak mampu. 

Berita terbaru menyebutkan bahwa pihak berwenang mengirim sejumlah besar polisi dan polisi anti-huru hara ke daerah peternakan tersebut, secara paksa mengambil para murid dari rumah ke rumah untuk memaksa para murid kembali bersekolah. Etnik Mongol merasa hal ini adalah revolusi kebudayaan kedua. Seluruh Mongolia Selatan kini pada dasarnya adalah sebuah negara polisi. Polisi dan polisi anti-huru hara berada di mana-mana. Orang Mongol merasa ini adalah pembantaian yang kedua.

Orang Mongol tidak ingin menyerah dan beberapa orang tua bahkan menyembunyikan anak-anaknya di padang rumput terpencil. 

Di beberapa tempat, sekolah-sekolah tidak dapat dimulai sama sekali. Baik orang tua maupun anak-anak menentang kebijakan baru tersebut. 

“Saya percaya tujuan kebijakan baru ini secara blak-blakan adalah untuk menghilangkan bahasa ibu Mongol. Semua etnik Mongol, yang mencakup orang tua, murid, guru da orang-orang Mongol dalam sistem Partai Komunis Tiongkok, tanggapannya adalah belum pernah terjadi sebelumnya. Buktinya, kami juga terkejut melihat tanggapan yang gigih semacam itu dari semua rekan kerja kami,” kata Li Linyi.

Menurut Apple Daily, kantor berita yang berbasis di Hong Kong, seorang kepala sekolah Sekolah Menengah Pertama di Mongolia Dalam yang tidak ingin mengeluarkan murid-murid yang memboikot masuk sekolah, bunuh diri setelah mengundurkan diri. Enhe Batu percaya paling sedikit delapan orang Mongolia bunuh diri

“Ini bukanlah masalah bahasa yang sederhana. Ini adalah masalah pelenyapan kebudayaan. Kami orang Mongol percaya bahwa bila pemerintah Tiongkok dengan berhasil melenyapkan bahasa Mongol pada saat ini, hal itu sama saja dengan menghancurkan identitas etnik Mongol. Itulah sebabnya mengapa setiap orang menganggapnya secara serius. Tidak hanya murid dan orang tua, tetapi seluruh orang-orang Mongolia Selatan bangkit menentang pendidikan dua-bahasa alternatif,” sebut sebuah sumber.

Menurut informasi yang dirilis dari Pusat Informasi Hak Asasi Manusia Mongolia Selatan yang berbasis New York, mantan presiden Mongolia, Sakiak Albindorcht menerbitkan sebuah pernyataan di video yang mendesak pihak berwenang Tiongkok untuk menghargai hak asasi etnis Mongol untuk memelihara bahasa ibu Mongol dan meminta orang-orang Mongolia di seluruh dunia untuk mendukung rekan-rekannya di Mongolia Dalam.

Pusat Informasi Hak Asasi Manusia Mongolia Selatan menyebutkan, “Kita melihat sebuah fenomena yang sangat mencolok pada saat ini, yaitu tanggapan dari Mongolia Luar adalah sangat kuat. Mantan Presiden Mongolia juga menyadari apa tujuan Partai Komunis Tiongkok. Tujuan jangka panjang Partai Komunis Tiongkok adalah secara perlahan dan secara menyeluruh membuat Mongolia Selatan berasimilasi dengan kebudayaan Han dan menjadi suku Han Tiongkok secara sempurna. Setelah itu, apa rencana Partai Komunis Tiongkok yang berikutnya untuk etnis Mongol di luar Mongolia? Itu juga adalah sebuah pertanyaan yang harus kita pikirkan.”

Dalam sebuah wawancara dengan The Guardian, Ingba Togochoq, Direktur Pusat Informasi Hak Asasi Mongolia Selatan menunjukkan bahwa Mongolia Dalam selalu menjadi sasaran kebijakan pemusnahan kebudayaan oleh Partai Komunis Tiongkok. Penduduk setempat tidak percaya perubahan pendidikan bahasa adalah untuk keuntungan mereka. Setiap orang merasa itu adalah cara untuk melenyapkan bahasa Mongol sekarang dan untuk selama-lamanya.

Ingba Togochoq juga mengatakan tujuh puluh tahun yang lalu, rakyat Mongolia pernah mengalami banyak hal yang mencakup genosida kebudayaan, penindasan politik, eksploitasi ekonomi, asimilasi kebudayaan dan kerusakan lingkungan. Setelah tujuh puluh tahun kebijakan yang dipaksakan oleh Partai Komunis Tiongkok, satu-satunya hal yang tersisa bagi orang Mongolia untuk mengingat identitasnya adalah bahasa Mongol. 

Banyak orang Mongol memprakarsai untuk menyerukan kepada dunia luar untuk mendukung unjuk rasa yang mereka lakukan dan meminta Washington untuk mencegah Partai Komunis Tiongkok menghancurkan bahasa dan kebudayaan Mongol dengan cara menyingkirkan bahasa Mongol dari proses belajar di Sekolah Dasar. 

Banyak orang Mongol percaya Partai Komunis Tiongkok berupaya memaksa orang Mongol untuk berasimilasi dengan kebudayaan Han yang akan mengakibatkan pemusnahan total etnis Mongol sebagai sebuah kelompok etnis.

Uni Eropa Serukan komunis Tiongkok mundur dari tindakan kekerasan di Hong Kong.

Pada tanggal 14 September, para pemimpin Uni Eropa memberitahu pemimpin Tiongkok Xi Jinping untuk membuka pasar, menghargai kaum minoritas dan mundur dari tindakan kekerasan di Hong Kong. Uni Eropa juga menegaskan bahwa Uni Eropa tidak akan lagi mengambil keuntungan dalam perdagangan. 

Khawatir untuk menunjukkan bahwa Uni Eropa tidak akan campur tangan dalam kebuntuan global antara Tiongkok dengan Amerika Serikat, Kanselir Jerman  Angela Merkel bergabung dengan Kepala Eksekutif dan Ketua Uni Eropa untuk mengirim sebuah pesan pembicaraan yang alot kepada Beijing. 

Presiden Dewan Uni Eropa Charles Michel yang berbagi video Konferensi Tingkat TInggi (KTT) tersebut menyatakan  bahwa Eropa adalah pemain, bukannya lapangan permainan.  Dalam acuan terhadap perasaan yang berkembang di Eropa bahwa Tiongkok tidak memenuhi janjinya untuk terikat dalam perdagangan bebas dan adil. Dengan lebih dari satu miliar euro dalam perdagangan bilateral, Uni Eropa adalah mitra dagang Tiongkok yang top. Sementara Tiongkok hanyalah mitra dagang kedua bagi Amerika Serikat sebagai pasar bagi barang-barang dan layanan Uni Eropa. 

Xi Jinping dari Tiongkok bukanlah bagian pasca konferensi pers KTT dan tidak ada pernyataan bersama, tetapi Kantor Berita Xinhua milik Tiongkok melaporkan bahwa Xi Jinping menolak semua campur tangan dalam urusan Tiongkok, terutama masalah hak asasi manusia. 

Xinhua melaporkan selama video KTT, Xi Jinping mengatakan rakyat Tiongkok tidak akan menerima seorang instruktur mengenai hak asasi manusia dan menentang standar ganda. Tiongkok berniat untuk memperkuat pertukaran dengan pihak Eropa, berdasarkan prinsip saling menghargai, sehingga kedua belah pihak dapat membuat kemajuan. Uni Eropa menuduh Tiongkok melanggar sejumlah besar peraturan dagang global, dari memproduksi besi secara berlebihan hingga mencuri kekayaan intelektual Barat. 

Sikap Uni Eropa juga menjadi keras terhadap Beijing karena Coronavirus yang dipercayai banyak ilmuwan berasal dari Tiongkok dan juga karena hukum keamanan baru terhadap Hong Kong di mana Barat mengatakan hukum tersebut membatasi hak asasi manusia. 

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan pada konferensi pers, “Kami benar-benar sangat serius mengenai memiliki akses ke pasar Tiongkok dan meruntuhkan rintangan-rintangan.”

Angela Merkel mengatakan ia dan dua rekan Uni Eropa menekan agar Xi Jinping bersikap tegas mengenai apakah Xi Jinping benar-benar menginginkan sebuah kesepakatan investasi yang sedang dalam proses negosiasi di antara keduanya dan yang akan memaksa Tiongkok untuk membuka pasarnya. 

Angela Merkel memberitahu para reporter dari Berlin, “Kami menekan…untuk membuat kemajuan dalam kesepakatan investasi. Secara keseluruhan, kerjasama dengan Tiongkok harus berdasarkan prinsip-prinsip tertentu,persaingan yang adil dan timbal-balik. Kami memiliki sistem sosial yang berbeda, tetapi sementara kami berkomitmen untuk multilateralisme, maka hal tersebut harus berdasarkan peraturan.”

Menurut  Angela Merkel, kebutuhan akan sebuah lapangan permainan tingkat tertentu dibenarkan saat ini memberi transformasi ekonomi Tiongkok dalam waktu 15 tahun terakhir. Uni Eropa juga menginginkan komitmen yang lebih kuat terhadap perubahan iklim dari pihak Tiongkok, penghasil polusi terbesar di dunia. Uni Eropa dan Tiongkok menandatangani kesepakatan untuk melindungi produk-produk makanan dan minuman yang diekspor satu sama lain dari keju feta hingga pasta kacang pixian. 

Sementara kesepakatan baru yang sederhana adalah sebuah pukulan mendadak di bidang perdagangan bagi Uni Eropa karena produk-produk Amerika Serikat, Australia dan New Zealand tidak lagi mampu menggunakan nama-nama yang dilindungi pada produk ekspornya ke Tiongkok. Walaupun ada sebuah masa transisi untuk keju tertentu.

Tanah Longsor Melanda Sichuan

Pada tanggal 13 September, terjadi tanah longsor di pinggiran kota Myanyong di Provinsi Sichuan. Daerah tanah longsor diperkirakan seluas seribu meter persegi, yang menguburkan sebuah jalan penghubung antar-provinsi. Batu-batu besar dan lumpur tiba-tiba meluncur dari sebuah gunung di dekat sebuah jalan komersial di daerah Yanbian di Provinsi Sichuan pada tanggal 14 September. 

Pada tanggal 15 September, sebuah tanah longsor terjadi dari sebuah perbukitan di belakang sebuah sekolah di kota Panzhihua, dan memporak-porandakan bangunan sekolah dan kampus tersebut.

Kota Panzhihua di Provinsi Sichuan adalah pusat pertambangan terkenal di Tiongkok. Pada tanggal 14 September, kota ini dihantam banjir dan tanah longsor yang parah.

“Menakutkan. Menakutkan.”

“Semakin berbahaya.”

“Kantong-kantong ini berisi pupuk! Tampaknya sebuah gudang telah ambruk.”

Seorang pria hanyut terbawa banjir. Para tetangganya melemparkan sebuah tali kepadanya, dan secara bersama-bersama, mereka menariknya ke tempat yang aman.

Sebuah bus mogok di sebuah jalan akibat terjebak banjir.

Tanah longsor di kota Lijiang di Provinsi Yunnan, Tiongkok pada tanggal menghambat sebuah jalan utama dan beberapa kendaraan mogok dan rusak.Pihak berwenang setempat melaporkan bahwa dua orang hilang.

Semua orang yang berkendara mendekati daerah Danau Lugu, mohon berbalik arah. Jalan rusak. 

Hujan deras pada sore hari tanggal 13 September dengan cepat membanjiri jalan-jalan di daerah Bauan, Shenzhen, Guangdong, Tiongkok. Sebuah bus terjebak dalam banjir yang datang dalam waktu sekejap. Sekitar 20 penumpang bus tersebut memanjat atap bus untuk menanti pertolongan.

Di kota Hauihua, Provinsi Hunan, Tiongkok adalah musim panen beras, tetapi hujan yang melanda selama beberapa hari berturut-turut dan sawah-sawah tergenang, hampir semua tunas biji-biji padi terendam banjir. Para petani mengalami kerugian besar. 

Tiga angin topan melanda Provinsi Jilin dan Heliongjiang di timur laut Tiongkok dari tanggal 27 Agustus hingga 8 September. Para petani setempat berbagi video online untuk menunjukkan tiga angin topan membawa serta hujan lebat dan angin kencang yang menghancurkan lahan kebun jagung dan sawah yang luas yang siap panen. Seorang petani yang membeli asuransi untuk hasil panennya, mengira ia akan mendapat ganti rugi dari perusahaan asuransi tersebut, tetapi klaim asuransinya ditolak. 

“Lihatlah, padi siap panen telah hancur. Seorang karyawan perusahaan asuransi datang hari ini dan saya memberitahunya bahwa sawah ini akan mengalami gagal panen semuanya. Namun, ia mengatakan bahwa saya masih memiliki beberapa hasil panen. 

Kemudian saya berkata, “Bila anda yakin, anda silahkan datanglah ke sini untuk memanen padi sendiri dan saya akan memberi semua hasil panen tersebut kepada anda.”  (vv)