Terungkap, Para Pejabat Partai Komunis Tiongkok Mengeruk Keuntungan dari Pasokan Medis di Tengah-Tengah Pandemi

China Insider – The Epoch Times

Seorang cucu laki-laki dari seorang pejabat senior Tiongkok bernama Jiang, membeberkan kisahnya saat berpartisipasi dalam sebuah skema untuk membeli alat pelindung diri dari negara-negara asing dan menjualnya kepada rezim komunis Tiongkok. 

Pada awalnya, Jiang setuju dengan skema tersebut karena ia pikir ia turut membantu krisis epidemi di Tiongkok. Jiang memiliki Shenzhen Ji Ping Yeom Tech Company, sebuah perusahaan e-commerce yang berbasis di Shenzhen. 

Ia memperoleh pasokan medis melalui perusahaannya yang memiliki sebuah kantor di Korea Selatan di mana Jiang berkantor. Huang Zhongnan, calo Jiang di Tiongkok, memberitahunya bahwa pasokan medis tersebut akan disumbangkan kepada para pekerja medis di garis depan atau warga negara biasa, yang memerlukannya untuk melindungi dari pernyebaran COVID-19. 

Namun Huang Zhongnan kemudian mengungkapkan bahwa pasokan medis tersebut diserahkan kepada para pejabat pemerintahan dan yayasan yang menjual pasokan medis tersebut untuk memperoleh keuntungan. 

Setelah Huang Zhongnan tidak lagi butuh untuk membeli pasokan medis dari luar negeri, Jiang menerima sebuah pengumuman bahwa pihak berwenang pemerintah Tiongkok di kota Suzhou menuntutnya melakukan penipuan kontrak. Jiang memutuskan untuk membeberkan kisahnya untuk membongkar korupsi di Tiongkok. 

Pada bulan Januari saat wabah virus Partai Komunis Tiongkok menjadi parah di Tiongkok, Huang Zhongnan, seorang calo bagi Palang Merah Tiongkok, mendekati Jiang dan meminta bantuan Jiang untuk membeli pasokan medis dari negara-negara asing. 

Palang Merah Tiongkok, tidak seperti Palang Merah di negara-negara lain, secara langsung didanai dan dioperasikan oleh rezim Tiongkok. Sebelumnya Palang Merah Tiongkok terlibat dalam sebuah skandal korupsi setempat pada tahun 2011. 

Jiang waspada akan reputasi Palang Merah Tiongkok yang buruk, tetapi karena desakan Huang Zhongnan, akhirnya Jiang setuju. Jiang mengatakan epidemi virus Komunis Tiongkok  sangat berbahaya. 

“Saya merasa bahwa adalah tugas saya untuk membantu rakyat Tiongkok,” kata Jiang.

Staf medis Tiongkok di Wuhan, asal mula wabah epidemi di Tiongkok, kekurangan alat pelindung diri selama puncak epidemi. Sementara itu, pemerintah pusat memberi dana kepada pemerintah setempat dan badan amal untuk memperoleh pasokan medis, dengan berpura-pura memberikan pasokan medis kepada rakyat yang membutuhkan. 

Menurut Jiang, Huang Zhongnan adalah calo untuk cabang badan amal Palang Merah Tiongkok di Provinsi Zhejiang dan beberapa pemerintahan setempat di Provinsi Zhejiang. Perusahaan Huang Zhongnan yaitu Enboi Hangzhou Industrial Company bertindak sebagai vendor pemerintah. Pemerintah setempat akan membeli tiga juta masker bedah dari Jiang di mana satuan harga untuk delapan benang adalah sekitar satu dolar enam belas sen.  

Kontrak terjadi antara perusahaan Huang Zhongnan dengan perusahaan Jiang. Pemerintah setempat akan berpura-pura bahwa mereka membeli pasokan medis tersebut untuk disumbangkan ke badan amal, namun pada kenyataannya berbeda.

Huang Zhongnan kemudian memberitahu Jiang pada akhir bulan Januari lalu bahwa ia akan menjual masker-masker itu ke cabang-cabang Palang Merah Tiongkok setempat dan badan amal lainnya dengan harga yang lebih tinggi sekitar 35 yuan (lima dolar enam sen) per masker. 

Keuntungan akan dibagi-bagi antara pejabat pemerintahan, Huang Zhongnan dan Jiang. Jiang menyediakan salinan-salinan pesan tertulis di WeChat, aplikasi perpesanan yang populer, antara stafnya dengan Huang Zhongnan untuk mengatur jadwal pengangkutan melalui kapal serta permintaan pembelian antara perusahaan Huang Zhongnan dengan entitas pemerintahan setempat. 

Misalnya pernyataan tertanggal 1 Februari yang dikeluarkan oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di distrik Jiangong di kota Hangzhou memastikan jadwal pengangkutan melalui kapal pasokan medis yang dibeli dari luar negeri antara tanggal 1 Februari hingga 4 Februari. 

Jiang juga menyediakan salinan-salinan transaksi melalui bank antara dirinya dengan Huang Zhongnan untuk pasokan medis tersebut. Jiang berpikir adalah tidak jujur untuk membohongi dana pemerintah pusat tetapi Huang Zhongnan meyakinkannya bahwa rencana tersebut semuanya telah disetujui oleh pemerintah setempat. Di atas kertas, transaksi tersebut tampaknya sah. 

Sebuah dokumen tertanggal 7 Februari dari Komisi Kesehatan distrik Wujiang di kota Suzhou menyatakan bahwa untuk mencegah dan mengendalikan epidemi jenis Corona virus yang baru, Komisi Kesehatan distrik Wujiang mempercayakan General Maneger Shenzhen Jipingyong Tech Company bernama Jiang Pengyong, untuk membeli alat pelindung diri di luar negeri.

 Alat pelindung diri ini akan dikirim melalui kargo pesawat sewaan ke Tiongkok. Dokumen tersebut menerbitkan bahwa pengiriman akan disetujui di bea cukai dan titik pemeriksaan sepanjang jalur transportasi. Namun pada akhirnya Jiang Pengyong menyadari bahwa itu adalah sebuah skema yang lebih dalam. 

Pada tanggal 31 Januari, Jiang Pengyong dijadwalkan berada di bandara di Seoul dan menanti untuk membuat sebuah pengiriman masker bedah untuk ke pesawat bantuan yang disediakan. Huang Zhongnan memberitahu Jiang Pengyong dalam serangkaian pesan WeChat bahwa masker-masker tersebut dipesan oleh cabang utama badan amal di Provinsi Zhejiang untuk didistribusikan di kota Wuhan. Akan tetapi pada hari itu tiba-tiba Huang Zhongnan memberitahu Jiang Pengyong untuk mengirim masker-masker tersebut ke kota Hangzhou yang berada di Jiojiang dengan pengiriman biasa dan tidak diperlakukan sebagai barang-barang untuk amal. Hal ini membuat Jiang Pengyong curiga. 

Pada tanggal 1 Februari, Huang Zhongnan meminta Jiang Pengyong untuk mengirim 3 juta masker wajah KF-95, sebuah masker penyaring standar buatan Korea Selatan yang mirip dengan masker N95 buatan Amerika Serikat. 

Pada tanggal 2 Februari, saat karyawan Jiang Pengyong siap mengirim masker-masker tersebut ke Tiongkok sebagai bahan-bahan bantuan, Huang Zhongnan  mengatakan dalam teks WeChat untuk mengirim alat  pelindung diri ke sebuah perusahaan swasta Tiongkok. Kemudian Huang Zhongnan mengungkapkan kepada Jiang Pengyong bahwa para pejabat Palang Merah Tiongkok dan badan amal lainnya juga terlibat dalam kesepakatan tersebut, mereka akan menjual pasokan medis yang berbeda kepada pengguna pribadi di Tiongkok untuk memperoleh keuntungan. 

Jiang Pengyong memperoleh keuntungan sebesar enam setengah yuan (94 sen) untuk sebuah masker, tetapi Huang Zhongnan yang satu tim dengan para pejabat akan menjual sebuah masker seharga 139 yuan (20 dolar 10 sen) kepada rakyat di Tiongkok. 

Grup media The Epoch Times menghubungi masing-masing Komisi Kesehatan setempat yang membuat kesepakatan dengan Huang Zhongnan serta menghubungi cabang-cabang Palang Merah Tiongkok yang Jiang Pengyong sebutkan. Mereka memastikan bahwa Huang Zhongnan adalah penghubung mereka tetapi tidak menyediakan rincian lebih lanjut mengenai bisnis yang disepakati dengan Huang Zhongnan. 

Kini Jiang Pengyong dituduh oleh Biro Kepolisian di distrik taman industri kota Suzhou. Rekening bisnis Jiang Pengyong di bank telah dibekukan. Jiang Pengyong yakin ini adalah balas dendam dari para pejabat Palang Merah Tiongkok setempat setelah Jiang Pengyong tidak mampu memenuhi beberapa permintaan dari para pejabat untuk membeli pasokan, yang mengakibatkan mereka kehilangan uang mukanya. 

Jiang Pengyong mengaku tidak masalah bila berbisnis dengan mereka atau melakukan sesuatu yang menentang mereka, namun harus membayar mahal. 

Sebuah perusahaan Tiongkok yang terkait dengan militer Beijing dan alat intelijen rahasia telah mengumpulkan rincian pribadi lebih dari 35.000 orang Australia. Sebagai bagian basis data raksasa global yang menargetkan tokoh-tokoh berpengaruh dan keluarganya, Zhenhua Data terkait dengan Tentara Pembebasan Rakyat, Kementerian Keamanan Negara di Partai Komunis Tiongkok dan memeriksa profil 2,4 juta orang di seluruh dunia. 

Data tersebut memuat informasi 35.558 orang Australia yang mencakup orang-orang terkemuka di bidang politik, bisnis, hukum, akademi dan pertahanan. Data tersebut mencakup tanggal lahir, alamat, status perkawinan dan kecondongan politik. 

Orang-orang Australia yang terkemuka yang mencakup Perdana Menteri  Australia Scott Morison dalam informasi mengenai diskusinya dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, mantan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull dan keluarganya dan para anggota Inter-parlemen yang bersekutu dengan Tiongkok Andrew Hastie dan keluarga mudanya. 

Berjudul “Orang-Orang Penting di Luar Negeri,” basis data tersebut juga mencakup informasi mengenai mantan Perdana Menteri Australia Kevin Rudd dan putranya, mantan Bendahara Peter Costello, gubernur bank cadangan yang masih aktif, mantan Duta Besar Australia Joe Hockey dan putranya bernama Mike Cannon-Brookes, pendiri Atlassian, beberapa hakim, selebritis dan akademisi. 

Profil rekam catatan bank, lamaran kerja dan psikologis juga tercakup dalam data tersebut yang banyak diambil dari dokumen umum yang mencakup artikel berita, rekaman kriminal, Twitter, Facebook, LinkedIn, Instagram dan TikTok. 

Namun, dua puluh persen data tersebut tidaklah berasal dari sumber terbuka yang mencakup dokumen rahasia yang menunjukkan informasi tersebut diperoleh melalui peretasan atau web gelap. 

Menurut sebuah posting di WeChat oleh CEO Zhenhua Data Wang Xuefeng menyokong mengobarkan “perang tanpa batas” dengan cara memanipulasi pendapat masyarakat dan melalui “perang psikologis.” Basis data tersebut dibocorkan oleh seorang karyawan Zhenhua Data yang tidak disebutkan namanya dan ditemukan oleh Profesor Chris Balding yang bekerja di Universitas Peking hingga tahun 2018 saat ia melarikan diri ke Vietnam karena alasan keamanan. 

Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan dalam website miliknya, Chris Balding mengatakan ia sedang menyelidiki klaim-klaim mengenai Huawei hingga ia tersandung sesuatu yang sangat diidam-idamkan oleh para peneliti Tiongkok. Chris Balding menyediakan informasi tersebut kepada konsorsium kantor media global di Australia, Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Italia dan Jerman. 

Chris Balding mengklaim data tersebut mensahkan kecurigaan yang terjadi sejak lama seputar operasi pengawasan dan pemantauan Partai Komunis Tiongkok. Ia mengatakan apa yang tidak dapat disepelekan adalah jangkauan pengawasan negara Tiongkok dan perluasan pengawasannya di seluruh dunia. Dunia baru berada dalam tahap permulaan pemahaman bagaimana Tiongkok berinvestasi dalam operasi intelijen dan pengaruh dengan menggunakan jenis data mentah, kita harus memahami sasaran Tiongkok.

 Chris Balding menambahkan, “Kita bekerja dengan pemerintahan, jurnalis dan akademia terpilih atau wadah pemikir terpilih di seluruh dunia untuk membantu menyediakan rentang kepiawaian yang penting yang dibutuhkan untuk menganalisa dan memahami data tersebut.” 

Menteri bayangan untuk Kementerian Dalam Negeri Christine Connelly mengatakan basis data tersebut adalah memprihatinkan dan rakyat berhak merasa diperingatkan. 

Pada tanggal 14 September, Christine Connelly memberitahu ABC Radio, “Tentu saja, negara-negara memiliki intelijen yang telah lama dikumpulkan, tetapi yang penting adalah kemerdekaan setiap negara dihormati, dan saya pikir apa yang disoroti dalam hal ini adalah bahwa ancaman campur tangan asing dan kapasitas untuk mengumpulkan rangkaian mega data  terhadap sebuah populasi adalah nyata dan kita harus menyikapi ancaman tersebut dengan sangat serius.” 

Matt Warren, seorang profesor di bidang keamanan dunia maya di Institut Teknologi Royal Melbourne mengatakan Beijing melakukan pengumpulan data tingkat industri adalah tidak mengherankan, terutama memberikan perluasan pengawasan Beijing di dalam negeri. Ia memberitahu grup media The Epoch Times, “Zhenhua Data hanyalah puncak gunung es dibandingkan dengan apa yang terjadi di dalam Tiongkok.” 

Matt Warren mengatakan bahwa sejak banyak informasi adalah sumber terbuka, maka itu bukanlah memata-matai secara teknis. Namun, keprihatinan yang sebenarnya adalah apa yang akan dilakukan Partai Komunis Tiongkok terhadap data milik Zhenhua Data. Ia mendesak setiap orang untuk lebih waspada terhadap profil media sosialnya dan untuk lebih waspada terhadap menambah orang-orang yang belum pernah ditemuinya di dalam kehidupan nyata. 

Menurut Matt Wareen, masalah muncul saat orang-orang memposting mengenai keluarganya di Facebook atau aktivitas kerjanya di LinkedIn, ‘teman-teman’ barunya itu akan mengumpulkan dan menyimpan informasi tersebut. Masalah lain adalah bahwa orang-orang tidak memahami setting miliknya di media sosial dan hal-hal yang diposting akan menjadi diketahui umum, bukannya diketahui secara pribadi.

WeChat, perangkat lunak perpesanan instan milik Tiongkok, dituduh sebagai alat Partai Komunis Tiongkok untuk memantau orang-orang dan menyebarkan informasi palsu. Platform ini dilarang oleh Amerika Serikat. 

Baru-baru ini, WeChat melaporkan bahwa seorang wanita Tiongkok yang berimigrasi ke Kanada memposting sebuah artikel di WeChat yang tidak sukai Partai Komunis Tiongkok. Setelah kembali ke Tiongkok, polisi mengikatnya di “kursi harimau” untuk diinterogasi.

Karena ada berkas-berkas yang bercokol di WeChat seperti sistem pembayaran, dan lain-lain, itu adalah cara mengendalikan rakyat Tiongkok. Pada saat yang sama, WeChat memantau rakyat Tiongkok melalui komunikasinya, kontaknya, dan aktivitas bisnisnya. Cakupannya adalah sangat besar, maka efek tersebut juga sangat berbahaya dan besar.

WeChat telah memperluas jangkauan Beijing di luar negeri. Sebuah artikel New York Times mengutip pengalaman pribadi nona Lee yang bermigrasi ke Kanada. Nona Lee kembali ke Tiongkok pada tahun 2018. Karena wabah Coronavirus merebak di awal tahun 2020 dan hubungan Tiongkok dengan negara-negara di seluruh dunia menjadi tegang, nona Lee memposting sebuah artikel di WeChat dari Radio Free Asia, sebuah radio milik pemerintah Amerika Serikat mengenai hubungan diplomasi Tiongkok-Kanada yang memburuk. 

Hari berikutnya, empat polisi mendatangi apartemennya dengan membawa senjata dan tameng huru-hara. Polisi tersebut membawa nona Lee beserta telepon genggam dan komputer milik nona Lee ke pos polisi setempat. Nona Lee mengatakan para polisi membelenggu kedua kakinya ke sebuah alat pengekang yang diketahui sebagai sebuah kursi harimau untuk bertanya padanya. 

Para polisi berulang kali menanyakan mengenai artikel tersebut dan kontak-kontak WeChat miliknya di luar negeri sebelum menguncinya di sebuah sel berjeruji selama semalaman. Dua kali ia dibebaskan namun kembali diseret ke pos polisi tersebut untuk sesi interogasi yang baru. 

Nona Lee mengatakan bahkan seorang polisi bersikeras bahwa Tiongkok memiliki perlindungan kebebasan berbicara saat polisi itu menanyakan apa yang ia katakan secara online. Nona Lee mengatakan bahwa ia tidak berkata apa-apa. 

Nona Lee berkata, “Saya berpikir apa kebebasan berbicara menurut anda. Apakah kebebasan berbicara itu untuk menjebloskan saya ke pos polisi dan menahan saya semalaman, setelah saya kurang tidur, anda menginterogasi saya?”

Akhirnya polisi memaksanya untuk menulis sebuah pengakuan dan bersumpah untuk mendukung Tiongkok kemudian membiarkannya pergi.

WeChat adalah sebuah altar senjata perang teramat sangat tanpa batas yang digunakan oleh Partai Komunis Tiongkok untuk mengendalikan secara internal, menyusup secara eksternal, dan menyebarkan kebohongan. Dipastikan pada tahun 2015 bahwa polisi dapat mengumpulkan semua jenis data melalui pintu belakang WeChat. 

Pada kenyataannya, pemantauan Partai Komunis Tiongkok  tidak terbatas pada mahasiswa asing. Semua orang yang menggunakan WeChat dipantau oleh Partai Komunis Tiongkok. Semua data anda dapat dikumpulkan dan digunakan. Partai Komunis Tiongkok dapat menggunakan data-data ini untuk mengintimidasi, mengancam dan memantau anda.

WeChat juga adalah sumber utama informasi bagi rakyat Tiongkok. Asisten Sekretaris Urusan Keamanan Nasional Kementerian Kehakiman John Demers menghadiri sebuah acara wadah pemikir secara online Pusat untuk Penelitian Strategis dan Internasional pada tanggal 12 Agustus  lalu.

Menurut John Demers, WeChat digunakan oleh Partai Komunis Tiongkok sebagai alat untuk memastikan mahasiswa Tiongkok di luar negeri adalah tetap setia pada Partai Komunis Tiongkok. Partai Komunis Tiongkok akan mengirim beberapa pesan kepada para mahasiswa tersebut di luar negeri melalui WeChat, mengawasi mereka dan mencegah mereka menjadi terpapar pada gagasan seperti kebebasan dan demokrasi atau kebebasan beragama. 

Pemerintah Amerika Serikat percaya bahwa WeChat mengancam keamanan nasional Amerika Serikat. Pada tanggal 6 Agustus, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani sebuah perintah eksekutif yang melarang orang-orang dan entitas Amerika Serikat untuk melakukan transaksi dengan perusahaan induk WeChat yaitu Tencent. Larangan tersebut berlaku pada tanggal 15 September. 

Hal ini secara mendasar adalah untuk memangkas WeChat, ancaman terbesar yang menyusup ke dalam Amerika Serikat. Pengaruh WeChat adalah semenakutkan virus tersebut di Amerika Serikat. Oleh karena itu, Amerika Serikat melarang WeChat, mirip seperti menghentikan penyebaran virus Partai Komunis Tiongkok. Hal ini akan mencegah penyebaran kebohongan yang diciptakan oleh Partai Komunis Tiongkok dan mencegah Partai Komunis Tiongkok memantau rakyat Tiongkok.

Gobi Dong percaya bahwa sekali WeChat diarang untuk digunakan di Amerika Serikat, maka tangan-tangan hitam Partai Komunis Tiongkok dalam menjangkau Barat juga dipangkas. Hal tersebut juga membuat Partai Komunis Tiongkok kehilangan senjatanya yang terpenting untuk memulai perang tanpa batas. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, hal tersebut akan mengakibatkan ketidaknyamanan bagi Tiongkok dan para mahasiswa asing di luar negeri bila WeChat dilarang. Beberapa orang mulai mengunduh perangkat lunak perpesanan instan di luar negeri seperti Whatapp, Telegram dan Line. Ada juga orang-orang di Twitter yang bertanya apakah orang Tiongkok di luar negeri dapat menuntut Partai Komunis Tiongkok dan menuntut Firewall disingkirkan. 

Seorang pensiunan guru di Sekolah Komite Pusat Partai Komunis Tiongkok yang dikeluarkan dari Partai Komunis Tiongkok karena mengkritik Partai Komunis Tiongkok dan Xi Jinping terus bebas bicara di luar negeri. Ia percaya bahwa bila Tiongkok benar-benar ingin menjadi sebuah negara demokratis yang modern, maka harus melengserkan Xi Jinping, melengserkan Partai Komunis Tiongkok dan menjadi damai. 

Ia juga mengungkapkan banyak komunis generasi kedua yang kini merenungkan dan mempertanyakan rezim komunis Tiongkok. Pada tanggal 10 September, Cai Xia menunjuk sebuah wawancara dengan Voice of America di mana banyak komunis generasi kedua di dalam Partai Komunis Tiongkok yang kini memikirkan kembali dan mempertanyakan sistem Partai Komunis Tiongkok. 

Komunis generasi kedua percaya bahwa mereka harus merefleksikan apakah sistem yang ditetapkan oleh Partai Komunis Tiongkok di Tiongkok setelah tahun 1949 adalah benar atau salah. Yang lainnya bahkan percaya bahwa refleksi tersebut seharusnya memulai saat pembentukan Partai Komunis Tiongkok pada tahun 1920.

Cai Xia mengungkapkan bahwa orang-orang ini dianggap kelas menengah di antara komunis generasi kedua, di mana kedua orang tua mereka bertugas di militer di bagian yang berbeda-beda pada tahun 1950-an dan 1960-an. Menurut Cai Xia setelah Partai Komunis Tiongkok menumbangkan pemerintah dan membentuk sebuah sistem hak istimewa hirarki, komunis generasi kedua ini menikmati hak istimewa yang khusus ini yang diberikan oleh kedua orang tuanya dan menjadi anggota aristokrat. 

Kini banyak komunis generasi kedua menempati jabatan yang bermakna dan mengendalikan pemerintahan, sumber daya dan militer Tiongkok, dan komunis generasi kedua ini tidak menerima klaim dini Partai Komunis Tiongkok bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan kedaulatan dikembalikan kepada rakyat, yang diklaim oleh Partai Komunis Tiongkok saat Partai Komunis Tiongkok pertama kali dibentuk. Cai Xia percaya bahwa ini adalah kriminal asli komunis generasi kedua.

“Sebenarnya, komunis generasi kedua ini adalah mereka yang melakukan refleksi yang belum diubah bentuk secara sempurna oleh sistem ini. Mereka adalah sebuah kelompok kecil rakyat yang masih tetap mampu untuk berpikir secara bebas,” kata Cai Xia.

Tang Jingyuan seorang komentator politik di Amerika Serikat, menganalisis alasan-alasan bagi refleksi komunis generasi kedua. Salah satu alasan itu adalah melalui pengalaman pribadinya, komunis generasi kedua dapat menyadari bahwa teori-teori Partai Komunis Tiongkok yang dibuat di banyak provinsi pada awal tahun semuanya adalah bohong.

“Dan banyak hak-hak istimewa ini dinikmati mereka sekarang yang diciptakan dari darah dan keringat rakyat Tiongkok, bahkan diciptakan dari mayat-mayat orang Tiongkok yang tidak terhitung banyaknya. Ini adalah kriminal murni seperti yang disebut oleh Cia Xia, yaitu untuk membuat beberapa komunis generasi kedua ini yang masih memiliki kesadaran untuk merasa sangat bersalah.” kata Tang Jingyuan.

Alasan lain yang diyakini Tang Jingyuan membuat komunis generasi kedua ini melakukan refleksi adalah orang tua, teman-temannya, orang-orang dalam dan bahkan diri mereka sendiri yang menghina Partai Komunis Tiongkok pada waktu yang berbeda untuk alasan yang berbeda yang dikorbankan oleh sistem tersebut untuk berbagai tingkat. Sebagai akibatnya, mereka menemukan karakteristik kebrutalan sistem Partai Komunis Tiongkok. 

“Saya pikir jenis refleksi ini menunjukkan bahwa Partai Komunis Tiongkok kini memiliki waktu yang sulit untuk tetap bertahan. Dengan kata lain, rakyat yang sangat dipercayai dan dianggap Partai Komunis Tiongkok sebagai penerus tahta Partai Komunis Tiongkok kini sedang mengalami kesadaran. Sekali fenomena ini hadir di dalam sebuah organisasi, anda dapat mengatakan bahwa organisasi ini sedang menuju keruntuhan,” kata Tang Jingyuan.

Namun, Tang Jingyuan percaya bahwa refleksi yang dibuat komunis generasi kedua ini sejak Partai Komunis Tiongkok dibentuk dan sangat sedikit orang yang melakukan refleksi terhadap teori-teori yang diciptakan oleh Partai Komunis Tiongkok dan terhadap sifat Partai Komunis Tiongkok. 

“Mereka tidak benar-benar melihat apa itu Partai Komunis Tiongkok. Pada kenyataannya, mereka masih merefleksikan Partai Komunis Tiongkok dalam kebohongan ini, cara berpikir ini, dan pola pikir ini yang diciptakan oleh Partai Komunis Tiongkok untuk mereka. Jadi mereka tidak benar-benar melihat apa itu Partai Komunis Tiongkok,” tambah Tang Jingyuan. 

Cai Xia juga berbicara mengenai pengamatannya terhadap masyarakat Tiongkok saat ini dan mengenai peta petunjuk arah yang ia buat untuk Tiongkok untuk berjuang menuju demokrasi modern. Cai Xia percaya bahwa bila Tiongkok benar-benar ingin menjadi demokratis secara politis, maka Tiongkok harus “menyingkirkan Xi Jinping,” “tidak lagi memiliki rezim komunis,” melakukan transformasi,” dan “menjadi damai.”

“Secara teoritis, ini adalah sebuah proposal besar bila rakyat memiliki kekuatan untuk mencapai hal ini. Tetapi saya pikir kemampuan operasinya adalah sangat rendah. Faktor yang amat sangat penting adalah siapa yang memiliki kekuatan untuk memulai dan mendorong proses ini?” kata Cai Xia.

Tang Jingyuan menambahkan dengan memberi sebuah contoh. Langkah pertama adalah untuk meminta Xi Jinping lengser, apakah ia bersedia?

Saat ini Xi Jinping memiliki kekuasaan dan kendali terhadap militer, ia mengendalikan Partai Komunis Tiongkok dan mengendalikan masyarakat Tiongkok yang jauh mengungguli kendali yang dilakukan oleh Mao Zedong di masa lalu. Bagaimana anda melengserkan Xi Jinping? 

Hua, mantan profesor di Capital Normal University menunjukkan bahwa melengserkan Xi Jinping dan tidak ada lagi komunisme adalah rute yang ditargetkan kepada orang-orang, bukan kepada sistem tersebut. Ia percaya alasan bahwa komunisme adalah sebuah momok bagi kemanusiaan. Satu-satunya cara yang dapat dilakukan seseorang untuk membuat keputusan yang tepat adalah menyingkirkan perbudakan roh jahat dari Partai Komunis Tiongkok dan menggabungkan gelombang untuk menghancurkan komunisme. (vv)