Biografi Kaisar Wu dari Dinasti Han Kaisar Masa Jaya (5)

Tiga kebijakan Langit dan Manusia

Oleh sebab itu, Dong Zhongshu mengemukakan lima hal pokok sebagai prinsip utama menjalankan negara:

Yang pertama adalah pergantian sistem raja baru. Menurut Dong Zhongshu, ketika suatu imperium mengalami pergantian kaisar, maka kaisar yang baru disebut “penguasa baru”, maka seharusnya mengubah sistem dan upacara kerajaan, diawali dengan mengubah penanggalan dan warna kerajaan. 

Penyebabnya adalah “kekuasaan raja merupakan karunia Tuhan”, pergantian kaisar dalam kerajaan adalah kehendak langit, tidak bisa diubah atas kehendak manusia, kekuasaan kaisar juga berasal dari langit, adalah ditakdirkan oleh langit untuk menolong mahluk hidup. Oleh sebab itu, raja baru mengubah sistem dan tata upacara, adalah sesuai dengan kehendak langit, dan menjadi simbol membuka era yang baru.

Yang kedua adalah “persatuan”, yakni menyatukan seluruh daratan. Hal ini sejalan dengan harapan Kaisar Wu yang ingin mendamaikan suku barbar dan mewujudkan cita-cita “penyatuan besar”.

Yang ketiga adalah “mendirikan sekolah, menerima orang berbakat”. Sekolah adalah balai pendidikan tertinggi negara, “mendirikan sekolah” berarti membina orang berbakat. 

“Menerima orang berbakat” berarti merekrut orang berbakat dari seluruh negeri. Dong Zhongshu mengusulkan agar Kaisar Wu merekrut orang berbakat dari seluruh negeri setiap dua tahun sekali, serta membuat kriteria dan sistem untuk perekrutan ini. Usulan tersebut sangat sesuai dengan keinginan Kaisar Wu yang sangat mendambakan memiliki orang-orang berbakat.

Yang keempat adalah “menghormati Konfusianisme”, yaitu “meninggalkan segala ajaran lain, dan menerapkan satu ajaran Konfusius”. Menurut Dong Zhongshu, di seluruh kerajaan baik rakyat jelata maupun pejabat, cukup dengan mempelajari “Liu Jing” (six classics, red.) saja, tidak perlu mempelajari buku lain. Karena pikiran adalah yang paling sulit disatukan, berbagai aliran memiliki pemikirannya sendiri, sulit untuk disatukan. 

Tanpa adanya penyatuan, maka sistem hukum dan kedisiplinan akan sulit disatukan, masyarakat pun tidak tahu apa yang harus mereka taati. Oleh karena itu, jika negara memilih ajaran Konfusius sebagai pemikiran ortodoks untuk mendidik rakyat, dan melarang pemikiran yang lain, maka pikiran seluruh negeri akan dapat pula disatukan, dan sistem hukum serta kedisiplinan juga dapat dipersatukan, masyarakat pun tahu apa yang harus ditaatinya.

Yang kelima adalah “perubahan”, yakni reformasi. Dong Zhongshu berpendapat reformasi sangat penting bagi sebuah kerajaan, sejak Dinasti Han berdiri, walaupun berharap dapat berkembang menjadi kuat dan besar tapi tidak bisa mewujudkannya alasan utamanya adalah dikarenakan tidak ada reformasi.

Pemerintahan Baru Terganjal

“Tiga Kebijakan Surga dan Manusia” ala Dong Zhongshu ini ternyata sejalan dengan pemikiran politik Kaisar Wu. Di antaranya pemikiran “menghormati Konfusianisme”, semakin membuat Kaisar Wu ingin mencobanya, maka dipersiapkanlah segala sesuatu untuk mengembangkan pendidikan ajaran Konfusianisme dan kebijakan baru melindungi supremasi kaisar. Kaisar Wu memulainya dengan memberhentikan pejabat, dan merekrut pejabat baru yang menganut ajaran Konfusianisme. 

Pada masa Dinasti Han Barat perdana menteri yang berada di posisi tertinggi dari tiga pejabat istana dulunya memiliki kekuasaan sangat besar, oleh karena itu mengangkat perdana menteri adalah sebuah masalah besar. 

Maka, Kaisar Wu terlebih dahulu memberhentikan perdana menteri yang menganut politik usang, yakni gurunya sendiri yang bernama Wei Wan, setelah itu mengangkat keponakan neneknya Ibu Suri Dou yakni Dou Ying sebagai perdana menteri, dan pamannya Tian Fen sebagai panglima, yang memegang kekuasaan militer. Keduanya adalah tokoh yang menerapkan ajaran Konfusianisme, di satu sisi sesuai dengan orientasi politik Kaisar Wu dalam mentaati ajaran Konfusianisme, di sisi lain Kaisar Wu menggunakan keduanya mengukuhkan kekuasaanya.

Akibat campur tangan Ibu Suri Dou, pemerintahan baru di masa awal Kaisar Wu naik takhta mengalami kendala. Foto adalah lukisan “Ban Ji Tuan Shan” karya Tang Yin dari Dinasti Tang.

Kaisar Wu juga mengundang guru besar Konfusianisme yakni Shen Sheng dengan upacara yang megah, untuk menanyakan perihal dunia. Untuk mengurangi guncangan di perjalanan, Kaisar Wu memerintahkan agar roda keretanya dibungkus dengan rumput ilalang, inilah asal muasal peribahasa kuno “roda dengan ilalang mengamankan kereta”. 

Setelah Shen Sheng tiba di kerajaan, mulai menjadi penasihat imperium. Dua muridnya Wang Zang dan Zhao juga ikut direkrut. Dari usul para pejabatnya yang menganut Konfusianisme, Kaisar Wu pun memberlakukan serangkaian kebijakan reformasi baru: membangun aula sembahyang, menetapkan aturan pernikahan dan pemakaman sesuai kriteria Konfusianisme, tata cara menghadap Kaisar; memerintahkan para bangsawan yang menetap di ibukota agar kembali ke wilayahnya masing-masing, menghapus batasan antar wilayah para bangsawan; menindak perilaku melanggar hukum oleh keluarga dan para elit kekaisaran yang merupakan kerabat Ibu Suri Dou; mempersiapkan diri melawan suku Barbar.

Ibu Suri Dou di Istana dalam baru mendapati, sebuah imperium Dinasti Han yang agung yang dulu dijalankan dengan sistem ajaran Huang Lao (gabungan ajaran Kaisar Huang Di dan Lao Zi, red.) itu telah berubah haluan. 

Cucu yang dicintainya, membawa tekad dan harapan generasi muda, mengubah tradisi memimpin negara para pendahulunya, menjadi pendorong penerapan ajaran Konfusianisme, hal ini membuat Ibu Suri yang menjunjung tinggi ajaran Huang Di dan Lao Zi itu tidak senang. 

Tak hanya itu, tindakan Kaisar Wu itu telah bersinggungan dengan kepentingan para sanak keluarga dan elit bangsawan keluarga Ibu Suri Dou, mendengar segala keluh kesah keluarganya yang mengadu itu, mereka mengatakan Kaisar Wu telah merusak sistem kerajaan leluhur dan mengacaukan struktur kekaisaran.

Yang tidak bisa ditolerir Ibu Suri adalah, Wang Zang mengusulkan kepada Kaisar Wu, agar Ibu Suri tidak lagi campur tangan urusan imperium. 

Mendengar itu Ibu Suri pun murka. Di satu sisi dia memerintahkan Kaisar Wu agar memecat Wang Zang dan Zhao Wan; di sisi lain dia juga menuntut agar Kaisar Wu menghapus seluruh kebijakan reformasi yang  baru saja diberlakukan, mencopot jabatan perdana menteri Dou Ying dan juga panglima Tian Fen, serta mengangkat orang kepercayaan Ibu Suri memegang jabatan penting di istana.

Walaupun Kaisar Wu merupakan seorang Kaisar, tapi pada dasarnya masih muda, dan Dinasti Han sangat menjunjung bakti kepada orangtua, Kaisar Wu pun tidak ingin melanggar keinginan Ibu Suri. 

Sebelum Ibu Suri meninggal dunia, Kaisar Wu setuju untuk menghapus semua kebijakan barunya, setiap kali mengurus perihal kerajaan acap kali meminta pendapat Ibu Suri, juga tidak mengangkat para pengikut Konfusius. 

Pemerintahan baru Jianyuan yang sempat Berjaya itu pun terpaksa harus ditunda semen- tara, memerintah imperium dengan menaati ajaran Konfusianisme pun terkena pukulan. 

Lalu, mengapa Kaisar Wu dengan Ibu Suri Dou mengalami konflik yang demikian hebat karena perbedaan pendapat?

Latar belakang Dinasti Han Awal

Ini ada kaitannya dengan kondisi masyarakat pada saat itu yakni 60 tahun masa Dinasti Han Barat. 

Di awal masa Dinasti Han, yang baru saja mengalami kekejaman pemerintahan generasi kedua Dinasti Qin (Qin Er- Shi, red.) dan peperangan perebutan kekuasaan antara Dinasti Qin (Chu, red.) dan Kerajaan Han, seluruh negeri mengalami kelaparan dan ekonomi yang buruk. 

Seberapa buruk kondisi Dinasti Han pada waktu itu? Menurut catatan di kitab “Han Shu- Shi Huo Zhi” disebutkan, raja tidak bisa menaiki kereta dengan empat kuda, perdana menteri dan jendral hanya bisa menaiki kereta sapi, rakyat tidak bisa bercocok tanam, rumah- rumah tidak ada uang. 

Saat paceklik, satu karung beras harus dibeli seharga lima ribu keping uang, masyarakat tidak mampu membeli beras, sehingga manusia makan manusia, setengah rakyat mati akibat kelaparan. (sud)

https://www.youtube.com/watch?v=c6WCrIb4Bic