Setahun Peringatan Lockdown Wuhan, Otoritas Partai Komunis Tiongkok Diam Membisu

Satu tahun lalu di hari ini, pejabat kota Wuhan, Tiongkok mengumumkan penutupan kota pada pukul 2 dini hari. Ratusan ribu orang meninggalkan Wuhan dengan berbagai cara pada hari itu. Keesokan paginya, warga Wuhan yang masih berada di kota Wuhan mulai memborong berbagai kebutuhan pokok, dan harga barang pun seketika naik tajam bagaikan pesawat terbang terus menanjak. 

Setelah lockdown, warga yang tidak siap sama sekali, menjadi putus asa. Rumah sakit penuh sesak. Untuk memeriksa penyakitnya, pasien sampai berlutut memohon kepada dokter. Ada pasien yang sedang antri tiba-tiba jatuh pingsan di tempat. Staf medis bahkan sampai menangis histeris dengan sedih menghadapi kepanikan yang datang tiba-tiba karena mereka tidak memiliki persediaan sarana medis, sehingga tidak dapat merawat pasien. 

Menghadapi hari-hari yang menyiksa batin ini, otoritas Partai Komunis Tiongkok seakan sengaja mengabaikannya, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Media resmi hanya bisa diam membisu pada satu tahun peringatan lockdown Wuhan, dan memuji pidato Pemimpin Tiongkok, Xi Jinping di sesi pleno kelima Komisi Pusat untuk Inspeksi Disiplin.

Satu tahun lalu, Partai Komunis Tiongkok bahkan tidak menyinggung tentang lockdown selama 76 hari. Apalagi, pada 19 Januari 2021, juru bicara Kementerian Luar Negeri Partai Komunis Tiongkok, Hua Chunying, mengatakan, “Hingga 1 Januari 2020 … saat itu, baru lebih dari empat puluh kasus yang ditemukan. Hanya lebih dari pekan sejak ditemukan penyebaran virus hingga lockdown, dan hanya ada lebih dari 500 kasus yang dilaporkan di Wuhan saat itu.”

Hua Chunying yang tidak tahu malu itu benar-benar harus dikirim ke Wuhan dan mengadakan konferensi pers di Wuhan pada saat itu. Demikian juga para pemimpin Partai Komunis Tiongkok juga harus dikirim ke Wuhan, dan mengadakan pesta Tahun Baru di Wuhan. 

Dalam program pada 23 Januari tahun lalu, rakyat Tiongkok memang konyol mengandalkan pemerintah Komunis Tiongkok. 

Zhang Hai, seorang warga dari Wuhan secara khusus kembali ke Wuhan pada Desember tahun lalu, karena abu jenazah ayahnya masih tergeletak di rumah duka Wuchang. Pada Januari 2020, ketika itu mendiang ayahnya ke rumah sakit untuk perawatan patah tulang, namun tak disangka justru terinfeksi virus corona di rumah sakit, hingga akhirnya meninggal dua minggu kemudian.

Zhang Hai menuturkan, jika Partai Komunis Tiongkok tidak dengan sengaja menyembunyikan dan menyamarkan epidemi pada tahap awal penyebaran virus, ayahnya mungkin tidak perlu ke rumah sakit dan tertular virus. 

Ketika Zhang Hai kembali ke Wuhan, sebuah tanda bertuliskan “Nyawa adalah prioritas, utamakan keselamatan rakyat” digantung di gerbang pintu Pusat Pameran Wuhan. Itu yang membuat Zhang Hai merasa sangat ironis. Jika nyawa dan maslahat hidup rakyat adalah prioritas utama, tidak akan terjadi penyembunyian informasi wabah dan kejahatan seperti itu di Wuhan. 

Penutupan kota Wuhan yang mencekam selama 8 jam … 

Ai Xiaoming, mantan profesor di Universitas Sun Yat-sen di Guangzhou, mengalami penutupan total kota Wuhan, dan menghabiskan 76 hari waktunya di Wuhan. 

Ai Xiaoming mengatakan kepada “Apple Daily” bahwa segala sesuatunya terjadi tiba-tiba selama periode itu, sistem medis pun lumpuh seketika, terutama selama 20 hari di bulan Februari tahun lalu.

“Setiap hari banyak yang meninggal, mohon bantuan, dan berita tentang rumah sakit yang meminta bantuan dari masyarakat. Melihat banyak orang tidak bisa masuk rumah sakit, tidak ada pakaian pelindung di rumah sakit, dan banyak sarana yang tidak tersedia, ini benar-benar membuat orang merasa tersiksa.” 

Ai Xiaoming menulis dalam buku hariannya pada tanggal 11 Februari 2020, “Kabar buruk (kematian) telah menjadi kehidupan sehari-hari, jarang ada kabar yang menggembirakan. Siapa yang bisa bahagia dengan keadaan seperti itu ?”

Ai Xiaoming menuturkan “Dilihat dari jumlah, satu, seribu atau puluhan ribu orang tewas, semua ini hanyalah angka. Tapi bagi setiap keluarga, di mata orang tua dan anak, siksaan batin itu bukanlah angka yang bisa dibayangkan. ” 

Ai Xiaoming bertemu dengan sebuah keluarga di Wuhan. Ibunya tewas oleh virus Komunis Tiongkok, sementara sang ayah juga menderita gejala trauma. Dia pernah merekomendasikan cerita ini ke penerbit, tetapi pihak penerbit mengatakan kepadanya, “Jangan pernah menyinggung tentang epidemi Wuhan.”  

Sejak saat itu, kota Wuhan yang terhubung dengan sembilan provinsi terputus dari dunia luar, lalu lintas di dalam dan di luar terhenti. Seluruh kota menjadi sunyi senyap bak kuburan.

Tragedi di bawah pernyataan pejabat Partai Komunis Tiongkok virus “dapat dicegah dan dikendalikan”

Hui, yang berada jauh di Shanghai, meninggalkan Wuhan dua hari sebelum lockdown. Ibunya meninggal sebelum penutupan kota Wuhan. Situs sohu.com Tiongkok melaporkan bahwa pada 6 Januari lalu ibunya mengalami demam dan gejala lainnya. Dia dirawat di klinik demam Rumah Sakit Tongji pada  13 Januari, namun akhirnya meninggal pada  15 Januari 2021.

Hui yang setengah baya tidak mengerti, pada hari kematian ibunya. Dokter meminta untuk segera dibawa ke rumah duka Hankou untuk kremasi pada malam itu juga. Kematiannya begitu mendadak, Hui bahkan tidak tahu penyakit apa yang menyebabkan ibunya meninggal.

Kian banyak orang yang percaya dengan propaganda Partai Komunis Tiongkok, bahwa virus “dapat dicegah dan dikendalikan”, tetapi faktanya tewas hidup-hidup. 

Pada hari penutupan, saat Huang Wei sedang makan malam bersama keluarga di rumah orang tuanya, ibunya sebenarnya mengalami gejala batuk. Tetapi tidak ada yang peduli, karena berita di media mengatakan, epidemi “dapat dicegah dan dikendalikan”, dan virus “tidak menyebar dari orang ke orang.” Tetapi 14 hari kemudian, ibunya meninggal, sedangkan Huang Wei serta ayahnya juga didiagnosis terpapar virus.  

Partai Komunis Tiongkok berhutang pada Dunia Sebuah Jawaban 

The New York Times mengatakan, bahwa Tiongkok berhutang pada dunia sebuah jawaban. Sebenarnya, bukan negeri Tiongkok berhutang jawaban kepada dunia, tetapi Partai Komunis Tiongkok, sebagai biang keladi yang harus bertanggung jawab atas bencana kemanusiaan global ini. 

Para pemimpin Partai Komunis Tiongkok harus memikul tanggung jawab utama atas bencana yang belum pernah terjadi sebelumnya ini. Mereka harus memberikan penjelasan kepada dunia. Selama wabah merebak, apa yang mereka sembunyikan, dan mengapa harus disembunyikan? Bukankah mereka seharusnya diseret ke pengadilan internasional ?

Dalam komentarnya, New York Times meminta negara-negara di dunia untuk menekan pemerintah Komunis Tiongkok. Artikel tersebut menyatakan bahwa dunia perlu menjelaskan kepada Xi Jinping bahwa Partai Komunis Tiongkok menggunakan penyakit yang menyebabkan lebih dari 94 juta orang terinfeksi dan lebih dari 2 juta orang tewas untuk propaganda politik. Bagi Beijing, itu sangat berbahaya dan tidak layak dihormati.

Artikel tersebut menyebutkan, bahwa Partai Komunis Tiongkok kerap mengalihkan fokus, mengklaim bahwa Tiongkok bukanlah sumber epidemi, bahkan meminta Organisasi Kesehatan Dunia berkunjung ke Spanyol dan negara lain untuk menyelidiki epidemi tersebut. Sementara itu, Partai Komunis Tiongkok menghancurkan laporan terkait epidemi, memblokir informasi, sambil membersihkan Pasar Makanan Laut di Wuhan, yang dianggap sebagai sumber epidemi.

Artikel tersebut juga menekankan bahwa virus pertama kali muncul di Tiongkok, karena itu memiliki tanggung jawab utama untuk melacak sumbernya. 

Dua tragedi epidemi di Suihua, Heilongjiang 

Satu tahun telah berlalu, dan sekarang gelombang kedua epidemi muncul kembali. Situasi epidemi terus menyebar di banyak provinsi di daratan Tiongkok, dan berbagai wilayah di Tiongkok seperti menyambut serangan musuh. Saat ini terdapat 6 wilayah berisiko tinggi dan 66 wilayah berisiko menengah di Tiongkok. Untuk mengendalikan epidemi, berbagai tempat telah menerapkan penutupan yang ketat, dan memicu terjadinya tragedi bunuh diri.

Dari sebuah video yang diposting di situs Tiongkok, seorang penduduk di Komunitas Baoding, Kota Hailun, prefektur Suihua, Provinsi Heilongjiang, tewas gantung diri di palang horizontal di depan rumahnya. Kantor polisi Xiangyang setempat mengkonfirmasi kepada reporter grup media The Epoch Times, bahwa memang ada kasus seperti itu tetapi kronologinya harus menunggu pemberitahuan dari pihak kepolisian setempat.  

Sementara itu, seorang warga sekitar mengatakan, “Orang-orang dikurung di rumah, tidak tahu dengan kondisi yang sebenarnya.” 

Seorang warga lainnya menuturkan, “Mungkin epidemi telah menyebabkan orang-orang kehabisan uang. Semoga tidak akan muncul dalam berita seperti ini pada saya.”  

Netizen lain berkata, “Semua itu karena epidemi, dan kita tidak berdaya.”

Masih di Kota Suihua, seorang warga lainnya mengakhiri hidupnya dengan melompat dari sebuah gedung pada tanggal 20 Januari lalu. Polisi dari Kabupaten Suileng melaporkan bahwa seorang wanita berusia 48 tahun bermarga Zhao, terjun bebas dari gedung dan tewas seketika karena bosan dengan  kondisi dunia ini. 

Pada tanggal 19 Januari, sehari sebelum Zhao melompat dari gedung, kota Suihua menerapkan langkah-langkah pengendalian yang paling ketat. Pihak berwenang setempat mewajibkan semua warga untuk tidak keluar rumah, dan mereka akan didenda jika menolak untuk mematuhinya; atau akan dikarantina dengan biaya sendiri jika keluar tanpa izin.

Seorang warga Shanghai mengatakan dalam video, “Distrik Baoshan ditutup dan semua toko komersial harus ditutup.” 

Diantaranya adalah sebuah kafe. Tak lama setelah beberapa wanita masuk ke kafe, seorang petugas masuk dan meminta pengelola kafe untuk tutup, tidak boleh masuk atau keluar. Para wanita itu dikurung di kafe dan tidak bisa keluar.  

Distrik Putuo juga akan ditutup, karena virus tidak mengenal batas. Virus tidak hanya menular di Distrik Huangpu dan Distrik Baoshan, tapi juga menular di Distrik Putuo. Selama ada yang bergerak, virus dapat menyebar dengan cepat. 

Di WeChat, beredar kabar seorang pasien tiba-tiba jatuh tergeletak pingsan di Distrik Jing’an. Warga Shanghai, Nona Wang mengkonfirmasi kepada reporter grup media the Epoch Times bahwa pada tanggal 21 Januari, seorang wanita dengan gejala demam tiba-tiba jatuh pingsan saat membeli obat di apotek Distrik Jing’an.  

Beberapa warga mengatakan bahwa setelah pemilik toko apotik melaporkan ke pihak berwajib, sejumlah besar orang berkaos putih muncul di komunitas Lingshi road dan mengepung komplek hunian itu. Namun, seorang netizen mengatakan dalam sebuah video bahwa Lingshi Road “telah normal kembali.” Garis pagar polisi tidak terlihat lagi dalam video, dan tidak ada petugas pencegahan epidemi di lokasi. 

Selain itu, seseorang yang mengetahui masalah tersebut menuturkan kepada reporter grup media the Epoch Times bahwa banyak kejadian, warga yang tiba-tiba jatuh pingsan di  Stasiun Metro Shanghai baru-baru ini.

Seorang staf kereta bawah tanah mengatakan  bahwa baru-baru ini ia melihat orang-orang jatuh pingsan di peron dan gerbong kereta, di antaranya ada orang tua dan anak muda. Saat ia bekerja di posko, ia melihat ada orang yang demam, pusing dan muntah di peron selama beberapa hari berturut-turut, akhirnya kepala stasiun menghubungi kontak darurat 120 setempat. 

Pekerja kereta bawah tanah mengatakan bahwa waktu ketika orang-orang jatuh pingsan hanya 14 hari setelah epidemi di Timur Laut tidak terkendali. Pihak berwenang Shanghai mengumumkan bahwa dalam transit kereta api, semua personel yang memasuki stasiun harus mengenakan masker dan mengukur suhu tubuh mereka. 

Setiap petugas stasiun kereta bawah tanah harus mengingatkan penumpang untuk memakai masker. Jika kepala stasiun yang bertugas memeriksa dan petugas yang 2 kali lalai mengingatkan penumpang untuk memakai masker, maka petugas  itu akan langsung diberhentikan. 

Metro Shanghai sekarang telah memasuki siaga tempur tingkat pertama. Menurut anggota staf, karena khawatir epidemi di Shanghai akan lepas kendali dan khawatir akan menulari anggota keluarganya setelah tertular penyakit, ditambah dengan upah yang rendah, baru-baru ini banyak pekerja stasiun garis depan telah mengundurkan diri dari pekerjaan mereka. 

Warga mohon bantuan karena kehabisan makanan, sekitar 1186 unit rumah sakit kabin persegi dibangun di Jilin. 

Sementara itu situasi epidemi di Jilin juga semakin serius. Kota Tonghua kini sedang membangun rumah sakit kabin persegi untuk isolasi. Menurut media daratan Tiongkok, proyek yang berlokasi di Pusat Logistik Berikat Tonghua di Distrik Gangwu tersebut dijadwalkan dapat membangun 1.186 unit rumah sakit kabin persegi di tiga gudang pengawasan semula, dengan total luas konstruksi 48.000 meter persegi. Setidaknya 260 manajemen teknis dan pekerja konstruksi sedang bekerja di lokasi. 

Dilihat dari kecepatan pembangunan, situasi epidemi di Jilin sudah sangat serius. Saat ini, Pemerintah kota Tonghua menangani 14 pejabat Partai Komunis Tiongkok. 10 di antaranya mendapat peringatan 1 atau peringatan 2 oleh partai. 3 orang dikeluarkan dari administrasi partai. (jon/rp/asr)

Keterangan Foto : Seorang warga mempersembahkan bunga kepada para martir yang meninggal dalam perang melawan wabah virus PKT dan rekan senegaranya yang meninggal karena penyakit di Wuhan, Tiongkok pada 4 April 2020. (Getty Images)