PBB: Sedikitnya 149 Orang Tewas dalam Kudeta Myanmar, Ratusan Orang Hilang

Li Yun

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (16/3/2021) mengutuk militer Myanmar karena melancarkan kudeta militer yang menewaskan sedikitnya 149 orang dan ratusan orang hilang. 

PBB juga menyatakan bahwa demonstran yang ditahan mungkin menghadapi siksaan. Sejak militer Myanmar melancarkan kudeta pada awal Februari lalu, sentimen anti-Tiongkok dari pengunjuk rasa Myanmar telah tinggi. PBB mempertanyakan pendanaan Komunis Tiongkok untuk tentara Myanmar.

Menurut laporan Agence France-Presse pada 16 Maret, juru bicara Kantor Hak Asasi Manusia PBB, Ravina Shamdasani mengatakan bahwa jumlah korban tewas di Myanmar telah melonjak dalam seminggu terakhir. Pasukan keamanan terus dan meningkatkan penggunaan senjata mematikan untuk melawan perdamaian demonstran.

Kantor Hak Asasi Manusia PBB mengkonfirmasi bahwa sejak 1 Februari, setidaknya 149 orang telah tewas dalam protes yang ditekan, di antaranya 18 meninggal dunia pada 13 Maret, 39 meninggal pada 14 Maret dan 11 meninggal pada 15 Maret.

Shamdasani menekankan bahwa angka sebenarnya harusnya lebih tinggi. Menurutnya aparat keamanan terus menangkap dan menahan orang secara sewenang-wenang di berbagai tempat, dan setidaknya 2.084 orang telah ditangkap. Laporan penyiksaan dalam penahanan juga sangat mengganggu.

Badan tersebut juga menetapkan bahwa sedikitnya 5 orang telah tewas dalam tahanan dalam beberapa pekan terakhir, dan  sedikitnya 2 orang telah menunjukkan tanda-tanda penganiayaan fisik, yang menunjukkan bahwa mereka telah disiksa.

Ratusan tahanan ilegal masih hilang. Pihak militer menolak mengakui penangkapan orang, yang setara dengan penghilangan secara paksa.

Asosiasi Bantuan Myanmar untuk Tahanan Politik menyatakan bahwa pasukan keamanan membunuh setidaknya 22 demonstran kudeta anti-militer di distrik Hlaingthaya di Yangon, kota terbesar Myanmar, pada 14 Maret. Selain itu, setidaknya 39 orang tewas di daerah lain, yaitu hari paling berdarah sejak kudeta militer Myanmar pada 1 Februari.

Organisasi hak asasi manusia “Political Prisoners Aid Association” menyatakan bahwa lebih dari 180 orang telah tewas sejak pemberontakan militer di Myanmar, dan 74 di antaranya tewas pada 14 Maret.

Utusan Khusus PBB untuk Urusan Myanmar Christine Schraner Burgener mengeluarkan pernyataan pada 15 Maret, mengutuk keras penindasan berdarah oleh militer Myanmar dan menyerukan komunitas internasional untuk bersatu dan mendukung rakyat Myanmar.

Pada 15 Maret, pengguna internet Myanmar meluncurkan tagar “#mengusir Kedutaan Besar Komunis Tiongkok Keluar dari Myanmar” di platform sosial dan men-tweet dengan marah: “Dalam penumpasan brutal pada 14 Maret setidaknya 70 pahlawan tewas. Namun, Kedutaan Besar Tiongkok di Myanmar mengeluarkan pernyataan tentang melindungi investasinya, mengabaikan kematian warga Myanmar. “Kami tidak menginginkan tetangga seperti itu.”

Pada hari yang sama, orang-orang masuk ke sejumlah pabrik milik Tiongkok di zona industri Hlaing Thar Ya Yangon untuk membalas, mengakibatkan banyak orang-orang  cedera dan terjebak.

Seorang pengusaha Taiwan mengatakan kepada Central News Agency bahwa karena pemogokan besar-besaran karyawan, Myanmar Jinliu Logistics semuanya telah ditutup. Perusahaan tersebut tidak hanya menderita kerugian besar, tetapi juga “memiliki masalah dengan harta dan kehilangan nyawa” dan merasa tak berdaya untuk ini.

Pengusaha Taiwan juga mengatakan bahwa Myanmar akan memasuki keadaan anarki. Orang Myanmar sekarang membenci Komunis Tiongkok. Dia telah bersiap untuk menghadapi yang terburuk dan mungkin harus meninggalkan Myanmar terlebih dahulu.

Menurut Kantor Berita Yonhap, Korea Selatan telah berinvestasi di sekitar 130 pabrik jahit di Myanmar.Untuk menghindari kekeliruan dianggap sebagai harta kekayaan Tiongkok, Asosiasi Korea Selatan di Myanmar merekomendasikan agar pabrik-pabrik Korea menggantungkan bendera Tai Chi dan segera mendistribusikan bendera Tai Chi ke pabrik.

Menurut laporan, dari sore hingga malam 14 Maret lebih dari selusin perusahaan yang didanai Tiongkok atau usaha patungan Sino-Myanmar di berbagai zona industri di Yangon dilanda pembakaran. 

Beberapa orang Tionghoa yang bekerja di industri tekstil di Myanmar menunjukkan bahwa lebih dari 20 perusahaan diketahui telah menjadi korban, dan situasinya terus menyebar dan memburuk.

Dalam beberapa tahun terakhir, inisiatif “One Belt, One Road” Komunis Tiongkok telah melihat lonjakan investasi di Myanmar. 

Pada 2017, pipa minyak mentah Tiongkok-Myanmar senilai 1,5 miliar dolar Amerika Serikat dan panjang sekitar 770 kilometer secara resmi mulai digunakan.

Media Myanmar mengatakan bahwa beberapa orang mengatakan mereka akan “meledakkan pipa minyak dan gas Tiongkok”! Dan mengusir perusahaan Tiongkok meninggalkan Myanmar.

Seorang netizen mengunggah tweet: “Tiongkok (Komunis Tiongkok), jika Anda masih berpikir bahwa apa yang terjadi di Myanmar adalah urusan internal, maka meledakkan pipa gas alam yang melalui Myanmar juga merupakan urusan internal kami.” (hui)

Keterangan Foto : Pada 14 Maret, di Yangon, sejumlah besar polisi militer Myanmar memblokir jalan-jalan untuk keamanan. (STR / AFP melalui Getty Images)

https://www.youtube.com/watch?v=tVi1eFlEMOo