Terkait Kapas Xinjiang, Komunis Tiongkok Menghasut Boikot Merek Tekstil Produk Asing Sebagai Tekanan

Zheng Gusheng

Media resmi partai Komunis Tiongkok baru-baru ini mengancam perusahaan asing untuk tidak “memakan nasi Tiongkok dan menghancurkan mangkuk Tiongkok”. Sementara itu, menyebarkan kabar tentang kapas Xinjiang menyumbang hampir 90% dari produksi kapas Tiongkok. Disebutkan mereka masih perlu mengimpor 2 juta ton kapas setiap tahun. Hal demikian menyiratkan bahwa meskipun kapas Xinjiang diboikot oleh Eropa dan Amerika, tidak perlu khawatir tentang penjualan.

Namun demikian, Radio Free Asia (RFA) mengutip analisis yang mengatakan bahwa media resmi menghindari pentingnya dan mengabaikan dampak besar industri tekstil Tiongkok. Pasalnya, jika sangat bergantung kepada ekspor, maka akan terpengaruh. Selain itu, industri manufaktur Tiongkok berkembang. Bahkan, setiap mata rantai pasokan merk asing bisa saja melibatkan perusahaan Tiongkok. Sedangkan Boikot merk asing, juga akan berdampak kepada diri mereka sendiri.

Di antara merek pakaian yang telah dihasut oleh Komunis Tiongkok untuk diboikot, seperti perusahaan  Nike memiliki banyak pabrik  di Tiongkok.

Selain itu, sebagian besar industri pengolahan tekstil Tiongkok memasok bahan mentah untuk pakaian luar negeri. Boikot Komunis Tiongkok terhadap merek asing, tentunya akan secara langsung berdampak ekpada industri tekstil dan lapangan kerja Tiongkok.

Jika langkah ini memicu boikot skala total terhadap produk kapas Xinjiang oleh produsen internasional, hal itu akan berdampak lebih besar kepada industri menguntungkan  di Tiongkok yakni industri tekstil dan pakaian jadi.

Bahan baku Tiongkok seperti kapas dan benang terutama digunakan di tiga sektor: pakaian, tekstil rumah tangga dan tekstil industri. Di antaranya, nilai ekspor tahunan industri pakaian adalah sekitar US $ 120 miliar, menyumbang 46% dari total produk output pakaian Tiongkok. Sedangkan nilai ekspor tekstil rumah tangga sekitar US $ 42 miliar, terhitung 60% dari total output; ekspor tekstil industri sekitar US $ 27 miliar, terhitung 70% dari total output.

Berdasarkan perhitungan, ekspor menyumbang lebih dari setengah dari total output industri tekstil Tiongkok. Jika produk kapas Xinjiang diboikot oleh Eropa dan Amerika Serikat, industri tekstil akan sangat menderita.

Baru-baru ini, merek produsen internasional memboikot kapas Xinjiang. Penyebabnya sanksi yang dijatuhkan oleh pemerintahan Trump atas kerja paksa di Xinjiang. Setelah sanksi diberlakukan,  Bea Cukai AS dan Bea Cukai Uni Eropa telah membuat peraturan yang mewajibkan semua produk kapas Xinjiang untuk ditahan dan dilepaskan. Itu setelah importir membuktikan bahwa produk tersebut tidak melibatkan kerja paksa.

Setelah itu, beberapa merek pakaian berhenti bekerja sama dengan pemasok Xinjiang. Tujuannya, untuk menghindari kerugian. Bahkan, banyak merek inernasional secara diam-diam menarik diri dari Tiongkok.

Central News Agency (CNA) mengutip An Liang, seorang ahli organisasi non-pemerintah yang mengetahui situasi industri Tiongkok,  mengatakan bahwa karena faktor-faktor seperti produksi dan pengadaan yang tidak jelas di pabrik-pabrik Tiongkok, sulit bagi importir untuk memberikan bukti bahwa tekstil tidak mengandung kapas Xinjiang. Jika Eropa, Amerika, dan Jepang memboikot sepenuhnya tekstil yang melibatkan kapas Xinjiang, maka akan berdampak besar pada industri tekstil Tiongkok.

Menurut data resmi, industri tekstil dan pakaian jadi Tiongkok memiliki 1,21 juta perusahaan dengan 15,636 juta karyawan. Pada 2018, pendapatan operasionalnya mencapai RMB 12,7 triliun, menjadikannya industri terbesar kedua setelah industri telekomunikasi. Jika Anda menghitung industri individu dan rumah tangga komersial dan petani kapas, industri tekstil dan pakaian jadi secara langsung mempekerjakan sekitar 25 juta orang.

Anliang percaya bahwa, meskipun sikap resmi Komunis Tiongkok tampaknya begitu keras, kenyataannya tidak memungkinkan untuk bersikeras selamanya. Pihak berwenang mungkin saja mengambil kesempatan untuk mengizinkan perusahaan asing menekan pemerintah negara mereka. sedangkan gelombang boikot ini dapat mereda dalam beberapa hari. 

Namun demikian, masalah ekspor kapas Tiongkok pada akhirnya perlu dibuktikan bahwa “Xinjiang tidak memiliki kerja paksa” untuk benar-benar menyelesaikannya. Akan tetapi, merupakan sebuah “masalah besar”.

Anliang memperingatkan bahwa jika “risiko industri yang disebabkan oleh konflik politik dan ideologis” tidak diselesaikan secara serius, sekitar setengah dari perusahaan ekspor tekstil dan pakaian jadi serta seperempat produsen tekstil dan pakaian jadi, dapat kehilangan semua pesanan mereka dalam dua atau tiga tahun mendatang. Selain industri tekstil adalah industri berteknologi rendah yang dapat digantikan. Begitu pesanan asing meninggalkan Tiongkok, mungkin sulit untuk kembali lagi ke Tiongkok. (hui)