Semakin Mengganas! Militer Junta Myanmar Tembakkan Granat, Lebih dari 80 Demonstran Tewas

NTDTV.com

Saksi dan media di Myanmar melaporkan bahwa pasukan keamanan Junta Myanmar, menembakkan granat untuk membubarkan demonstrasi anti kudeta di Bago.

Seorang penduduk menuduh bahwa pihak berwenang Myanmar menolak untuk mengizinkan tim penyelamat mendekati mayat tersebut.

Warga mengatakan kepada AFP bahwa pemerintah militer Myanmar, terus melakukan tindakan kekerasan untuk memaksa mereka mengungsi ke desa tetangga.

Kelompok hak asasi manusia Asosiasi Bantuan Myanmar untuk Tahanan Politik juga mengkonfirmasi, bahwa pasukan keamanan membunuh lebih dari 80 demonstran anti-kudeta di Bago pada 9 April 2021. 

Saksi mata menunjukkan bahwa tentara Myanmar menembakkan granat ke pengunjuk rasa anti-kudeta di Bago. Ada 10 orang tewas dan mayat mereka ditumpuk di dalam pagoda. Militer memblokir area di dekat pagoda.

Perlawanan terhadap kekuasaan militer dan serangan besar-besaran, telah membuat seluruh kegiatan Myanmar terhenti. Menurut statistik dari kelompok hak asasi manusia, lebih dari 600 orang tewas oleh pasukan keamanan yang menekan protes tersebut.

Myanmar sedang bergolak, militer pertama-tama menyebutkan jadwal untuk kembali ke demokrasi

Media Myanmar melaporkan bahwa sebuah kantor polisi di Negara Bagian Shan diserbu oleh Tentara Arakan, Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang, dan Aliansi Demokratik Nasional Myanmar pada pagi hari 10 April. Insiden ity mengakibatkan kematian setidaknya 10 petugas polisi.

Selain itu, Myawaddy TV di bawah militer Myanmar melaporkan pada 27 Maret, seorang wakil perwira terbunuh di distrik Okkalapa Utara di Yangon. Pemerintah militer mengumumkannya. Daerah tersebut diberlakukan darurat militer, dan pengadilan militer menjatuhkan hukuman mati kepada 19 orang  yang terlibat. Ini adalah pertama kalinya Myanmar mengumumkan hukuman mati secara terbuka, sejak kudeta dan menindas pengunjuk rasa pada 1 Februari.

Junta Myanmar yang menggulingkan pemerintah yang terpilih secara demokratis, kini mengklaim aktivitas perlawanan terhadap rezim di negara itu secara bertahap berkurang. Junta juga mengklaim rakyat Myanmar menginginkan perdamaian, dan pemerintah militer akan mengadakan pemilihan umum dalam dua tahun. Ini adalah pertama kalinya militer mengusulkan jadwal untuk kembali ke demokrasi. (hui)