Jenazah Korban Kekerasan Militer Myanmar Dicurigai Alami Pengambilan Organ

NTDTV.Com

Sejak militer melancarkan kudeta di Myanmar pada 1 Februari, masyarakat sipil Myanmar dari seluruh penjuru negeri melancarkan demonstrasi dan protes, tetapi mendapat penindasan berdarah dari polisi militer. 

Kelompok hak asasi manusia mengungkapkan bahwa pemerintah militer Myanmar selain membunuh warga, juga meminta uang tebusan kepada keluarga ketika menerima jenazah. Bahkan netizen mengungkapkan bahwa ada keluarga yang menemukan bekas jahitan yang jelas pada tubuh jenazah. Mereka menduga bahwa korban telah mengalami pengambilan organ oleh polisi militer untuk dijual.

Hingga 16 April, tercatat lebih dari 700 orang warga sipil Myanmar telah dibunuh oleh militer Myanmar, dan lebih dari 3.000 orang ditangkap. Bahkan ada polisi militer yang menuntut uang tebusan kepada keluarga korban ketika menerima jenazah, yang memicu kontroversi dari berbagai lapisan masyarakat.

Kelompok hak asasi manusia, Assistance Association for Political Prisoners – AAPP atau Aliansi Dukungan untuk Tahanan Politik menyatakan bahwa pada 8 April, polisi militer menuntut 120.000 baht atau setara USD. 85 dari keluarga korban di Bago sebagai imbalan atas pengembalian jenazah.

Menurut saksi mata, militer Myanmar menumpuk korban luka bersama dengan jenazah korban penembakan, entah dibawa kemana mereka dipindahkan pada pagi harinya. Bahkan masih terlihat banyak noda darah di tanah.

Setelah menerima jenazah, keluarga menemukan ada bekas jahitan pada tubuh jenazah keluarganya itu. Mereka menduga korban telah mengalami pengambilan organ untuk dijual.

Netizen mengunggah foto bagian dada dan perut jenazah yang dijahit, juga menaruh kecurigaan bahwa militer Myanmar telah mencuri organ tubuh warga yang tewas untuk dijual.

Chung Beum-rae, Perwakilan Bersama dari Jaringan Demokrasi Myanmar mengatakan : “Mereka semua mengatakan polisi militer, polisi militer, tetapi tentara yang membunuh orang seharusnya tidak pantas disebut tentara, mereka hanyalah tentara bayaran yang bertindak untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri. Para warga sipil Myanmar tidak mempercayai mereka. Ketika orang-orang ini melakukan hal semacam itu, mereka sama sekali tidak mengedipkan mata, dan mereka tidak memperlakukan rakyat Myanmar sebagai manusia”.

Pada 8 April, Myanmar menggunakan peluncur granat dan mortir militer untuk melakukan penindasan berdarah. Hanya dalam satu hari, 82 orang warga sipil Myanmar tewas. Perwakilan Bersama dari Jaringan Demokrasi Myanmar di Korea Selatan meminta komunitas internasional untuk membantu menuntut keadilan bagi rakyat Myanmar. (sin)