Sikap Xi Jinping Kian Diktator, Uni Eropa Pesimis Bekerja Sama

oleh Lin Yan

Media Amerika SerikatĀ ‘Politico’ untuk Eropa pada Senin (26/4) menerbitkan sebuah artikel yang menyebutkan bahwa sikap kediktatoran dari Sekjen Partai Komunis Tiongkok Xi Jinping telah membuat Uni Eropa khawatir tentang apakah Xi Jinping bersedia memperlakukan secara terpisah kepentingan komersial dan masalah politik antara Eropa dengan komunis Tiongkok. Namun, Uni Eropa semakin pesimis tentang hal ini.

Pada tahun 2019, Uni Eropa telah mengeluarkan laporan yang berjudul EU-Chinaā€“A strategic outlook atau “Visi Strategis hubungan Uni Eropa-Tiongkok.ā€

‘Laporan internal’ yang beredar di puncak pimpinan Uni Eropa sejak pekan lalu ini bertujuan untuk menguak perkembangan yang terjadi pada pemerintahan komunis Tiongkok. Laporan digunakan untuk memberi penilaian terhadap perubahan situasi yang terjadi dalam 2 tahun terakhir. 

Dunia luar berpendapat bahwa ‘laporan internal’ di tingkat tinggi Uni Eropa tampaknya lebih dekat dengan gagasan Washington. Pada bulan Juni mendatang Presiden Amerika Serikat, Joe Biden berencana mengunjungi Brussel untuk berpartisipasi dalam Konferensi Tingkat Tinggi KTT Eropa dan Amerika Serikat. 

Diperkirakan bahwa topik yang berkaitan dengan masalah komunis Tiongkok akan menjadi fokus diskusi di KTT tersebut.

Pemerintah Uni Eropa dan Biden lebih berfokus pada urusan perdagangan dan teknologi dalam isu komunis Tiongkok. Laporan internal Uni Eropa juga memperlihatkan kedua topik ini lebih mencuat. Selain itu, masalah tentang pemerintah Beijing terus menggunakan taktik penundaan dalam memenuhi janji reformasi yang mereka buat di masa lalu.

Baru 4 bulan mencapai kesepakatan investasi, internal Uni Eropa memutuskan untuk bersikap keras terhadap Beijing

Baru 4 bulan mencapai kesepakatan investasi antara Uni Eropa dan komunis Tiongkok. ‘laporan internal’ di tingkat tinggi Uni Eropa ini telah menunjukkan, Uni Eropa menjadi semakin pesimis dengan  gagasan bahwa komunis Tiongkok dapat memisahkan bisnis dari politik. 

Selain itu, laporan tersebut berbeda dengan yang dahulu. Kali ini menggunakan bahasa yang keras yang mana juga mencerminkan bahwa telah terjadi perubahan dalam Uni Eropa bersikap terhadap masalah komunis Tiongkok.

Laporan itu juga mengkritik pemerintah komunis Tiongkok yang nyaris tidak ada kemajuan dalam langkah-langkah reformasi ekonomi sebagaimana yang dijanjikan, terutama dalam membuka pasar digital dan pertanian, mengatasi kelebihan kapasitas produksi baja, dan mengendalikan subsidi industri.

Menurut laporan tersebut, dalam masalah subsidi tidak adil pemerintah komunis Tiongkok kepada industri-industri, pihak komunis Tiongkok sejauh ini belum berpartisipasi dalam pekerjaan substantif. Secara sepihak menyatakan bahwa misi kelompok kerja reformasi  komunis Tiongkok yang berkaitan dengan perdagangan global dengan Uni Eropa hanya terbatas pada pertukaran informasi, tetapi bukan negosiasi.

Laporan itu juga menyerukan untuk mengambil langkah-langkah yang lebih keras untuk menghadapi tantangan baru yang ditimbulkan oleh komunis Tiongkok.

Ke depan, Uni Eropa harus terus memperkuat keamanan infrastruktur penting dan pondasi teknologi. Demikian tertulis dalam laporan itu.

Beijing menjadi lebih otoriter dalam 2 tahun terakhir, Uni Eropa akan memfokuskan perhatian pada Selat Taiwan

Laporan Uni Eropa yang telah beredar luas dalam sepekan terakhir menunjukkan bahwa dalam dua tahun terakhir, Beijing telah menempuh jalan yang lebih otoriter.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa Beijing terus beralih ke kediktatoran dalam  tahun terakhir, semakin menutup ruang politik domestik, memperkuat kontrol sosial, dan menindas warga etnis minoritas di Xinjiang dan Tibet. 

Komunis Tiongkok juga telah menindas demokrasi, kebebasan dasar di Hongkong, yang berdampak negatif terhadap hubungan Uni Eropa  dengan komunis Tiongkok.

Laporan juga menyebutkan bahwa perdamaian dan stabilitas di Laut Tiongkok Selatan jelas terkait dengan kepentingan Uni Eropa. Oleh karena itu, peningkatan ketegangan di Selat Taiwan baru-baru ini perlu dipantau secara ketat.

Selain itu, Uni Eropa juga mengingatkan agar mewaspadai pemerintah komunis Tiongkok yang memanfaatkan epidemi untuk mempercepat pembelian aset-aset utama yang mengancam keamanan nasional di Uni Eropa. 

Laporan menyebutkan bahwa perusahaan Tiongkok yang didukung oleh pemerintah komunis Tiongkok dapat menggunakan penurunan ekonomi luar negeri pasca-epidemi untuk merebut industri utama Eropa, sama seperti mereka memperoleh pelabuhan Piraeus di Yunani selama krisis keuangan 10 tahun silam.

Tingkat Tinggi Uni Eropa : Tidak seharusnya dengan sengaja menyembunyikan perbedaan mendasar dengan komunis Tiongkok

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Josep Borrell pada 21 April mengirimkan surat kepada Dewan Eropa yang terdiri dari para pemimpin 27 negara Uni Eropa untuk meringkas laporan di atas.

Keduanya menulis : Faktanya adalah bahwa Uni Eropa dan komunis Tiongkok memiliki perbedaan yang mendasar, terlepas dari sistem ekonomi dan pemerintahan mereka, globalisasi, demokrasi, dan hak asasi manusia, atau bagaimana mereka menangani negara ketiga. Perbedaan yang dapat diperkirakan di masa depan ini masih akan terus berlanjut dan tidak seharusnya disembunyikan dengan sengaja.

Agar sepenuhnya efektif, Uni Eropa juga perlu bekerja sama dengan mitra lainnya. Pemerintah Amerika Serikat yang baru telah memperjelas bahwa mereka bermaksud untuk terlibat kembali dengan lembaga multilateral dan bekerja sama dengan sekutu dan mitra. Hal ini juga berlaku dalam menanggapi urusan komunis Tiongkok.

ā€œKita harus memegang tangan yang terulur ini, untuk bekerja sama, dan pada saat yang sama menjunjung tinggi posisi dan kepentingan kita di panggung dunia,ā€ Demikian tulis mereka dalam surat.

Anggota parlemen tidak setuju untuk terus mengadopsi penenangan terhadap komunis Tiongkok yang membalas sanksi Uni Eropa 

Laporan tersebut mengatakan bahwa terdapat keputusan kontroversial di Komisi Eropa dalam menyimpulkan tentang perjanjian investasi komprehensif dengan komunis Tiongkok pada bulan Desember tahun lalu.

Pemerintahan Biden saat itu menyatakan bahwa mereka berharap Brussel akan bernegosiasi dengan Washington sebelum melanjutkan perjanjian. Tetapi Brussel akhirnya mengabaikannya dan terus memajukan perjanjian investasi yang akan sangat memudahkan pembuat mobil Eropa untuk mendirikan pabrik di daratan Tiongkok.

Prancis dan Jerman yang memimpin negosiasi perjanjian masih berusaha menjaga hubungan baik dengan Xi Jinping dan menolak proposal Biden bahwa Eropa seharusnya bekerja sama dengan Washington dan membentuk front persatuan demokratis melawan komunis Tiongkok.

Namun, sejak tahun 2021, karena Uni Eropa telah mengikuti jejak Amerika Serikat dan mengumumkan sanksi terhadap komunis Tiongkok yang melibatkan penganiayaan pejabat hak asasi manusia di Xinjiang, Beijing tidak hanya membalas dan memberi sanksi kepada anggota parlemen Uni Eropa, tetapi juga menghasut nasionalisme domestik untuk memboikot perusahaan-perusahaan Eropa.

Saat ini, banyak anggota Parlemen Eropa telah menyatakan bahwa mereka tidak akan pernah menyetujui Perjanjian Investasi Uni Eropa  dengan komunis Tiongkok jika rekan mereka dikenai sanksi.

Laporan internal Uni Eropa  menunjukkan sikap bermusuhan

Laporan Uni Eropa masih menyisakan ruang untuk bermanuver. Laporan tersebut melanjutkan pernyataan sebelumnya dan kembali menegaskan bahwa Uni Eropa masih mutlak perlu untuk tidak memperlakukan komunis Tiongkok sebagai pesaing strategis dan musuh sistem. Ia masih merupakan mitra negosiasi kooperatif bagi Uni Eropa, termasuk dalam kerja sama urusan perubahan iklim atau isu transisi demokrasi di Myanmar.

Secara keseluruhan, laporan ini cenderung berbau lebih bermusuhan daripada laporan sebelumnya.

Sebagaimana yang disebutkan dalam surat itu : Strategi multi-segi … harus terus menjadi cara yang disukai Uni Eropa dalam menangani komunis Tiongkok. Pada saat yang sama, Uni Eropa perlu membuat tanggapan yang lebih kuat dalam hal penerapan peraturan yang ada dan menghadapi beberapa tantangan baru. (sin)