Bunga Sakura Jepang: Perayaan Kilat Musim Semi

Cora Wang

Warna bunga sakura merah muda berpadu dengan langit biru cerah adalah pemandangan yang tidak mudah ditemui seperti halnya pemandangan lainnya di dunia.

“Sakura” adalah nama bunga plum di Jepang. Mereka melayang jatuh perlahan ke tanah saat orang banyak mulai berdatangan untuk menikmati keindahan musim semi. Di seluruh negeri Matahari Terbit, suasananya berganti. Tunas-tunas bunga bermekaran. Musim dingin akan segera berakhir. 

Sama seperti musim semi yang menjanjikan awal yang segar, aroma manis dari bunga sakura membawa harapan dan keceriaan. Keluarga dan teman berkumpul untuk mengagumi pemandangan dan menikmati cuaca yang lebih hangat.

Setiap musim semi, ratusan orang berduyun-duyun ke Kastil Hirosaki yang megah untuk mengambil bagian dalam festival bunga sakura. (Gambar Koichi Kamoshida / Getty Images)

Sebuah Tradisi yang Dihormati

“Hanami” adalah kata dalam bahasa Jepang untuk “tindakan mengagumi bunga sakura”, yang merupakan tradisi yang dihormati di sana. Ini berasal dari periode Nara (710–794) ketika utusan Jepang yang belajar ke Tiongkok mengusung tradisi penduduk Tiongkok saat itu dalam menikmati keindahan bunga plum. Festival yang didedikasikan untuk Bunga sakura dimulai pada periode Heian (794–1185).

Saat itu, orang Jepang percaya bahwa Dewa menandakan tahun panen yang baik melalui bunga sakura. Jadi mereka berdoa, memberikan persembahan, dan berpesta untuk menghormati pohon-pohon suci. Hanami — festival sakura seperti yang kita kenal sekarang — pertama kali populer di kalangan istana kekaisaran.

Para bangsawan mengadakan perayaan akbar menikmati bunga sakura yang mencakup menyanyi, menari, berpesta, dan minum. Seiring waktu, tradisi hanami menyebar ke masyarakat umum dan dinikmati secara luas di seluruh Jepang.

Seseorang dapat mengambil bagian dalam budaya hanami di Amerika juga. Setiap tahun dari akhir Maret hingga awal April, Washington mengadakan festival bunga sakura nasional. (Sean Pavone / Shutterstock.com)

Salah satu Hanami terbesar yang pernah diadakan adalah Pesta Bunga Sakura Hideyoshi Toyotomi pada 1598, yang diadakan di Kuil Daigo-ji yang terkenal di Kyoto. Kuil itu dalam keadaan rusak sampai Hideyoshi mengundang ribuan orang untuk menghadiri acaranya. 

Dengan lebih dari 700 pohon sakura ditanam di sekitar kuil, pesta mewah ini semakin memperkuat Hanami sebagai bagian berharga dari budaya Jepang. Setelah itu, Kuil Daigo- ji direvitalisasi dan sekarang menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO.

Keindahan dalam Ketidakkekalan

Dari tahun 1600-an hingga pertengahan 1800-an, menikmati keindahan bunga sakura adalah acara populer yang dinikmati oleh orang Jepang dari semua lapisan masyarakat. Bunga dan festival mereka menjadi motif berulang dalam seni dan sastra, karena bunga yang menawan menetapkan dirinya sebagai citra nasional Jepang. 

Utagawa Hiroshige menggambarkan beberapa pemandangan pohon sakura yang bermekaran dalam serial lanskap format vertikal “Seratus Pemandangan Edo yang Terkenal”. Cetakan ini adalah “Kuil Suijin dan Massaki di Sungai Sumida”. (Domain publik)

Utagawa Hiroshige yang terkenal menggambarkan beberapa cabang bunga sakura yang bermekaran dalam serial lanskap format vertikal “Seratus Pemandangan Edo yang Terkenal”. Utagawa adalah seniman ukiyo-e Jepang dan dianggap sebagai salah satu ahli tradisi terakhir.

Bunga sakura yang legendaris menemukan jalannya menjadi puisi terkenal saat itu, dimulai pada periode Heian. “Waka” adalah salah satu bentuk puisi Jepang yang paling dikenal dan dasar untuk haiku. Bunga sakura sering muncul di “Kokin Wakashu,” salah satu antologi puisi waka paling awal yang disusun oleh Kaisar Uda.

Melampaui keindahannya, bunga sakura juga melambangkan ketidakkekalan. Meskipun sangat dipuja, bunganya hanya bertahan untuk waktu yang sangat singkat. Bunga sakura mekar setahun sekali hanya dalam seminggu — mungkin yang paling lama dua minggu. Bagian dari kecantikan bunga ini terletak pada betapa sekejapnya mereka.

“Chiyoda Great Interior Flower Viewing,” 1894, oleh Toyohara Chikanobu. Lukisan ini menggambarkan “hanami”, tradisi yang dihormati di Jepang dalam mengagumi bunga sakura. (Domain publik)

“Orang Jepang mungkin yang pertama menemukan kesenangan khusus dari ketidakkekalan dan mempercayai… bahwa ketidakkekalan adalah elemen penting dalam keindahan,” kata cendekia Jepang- Amerika Donald Keene.

Nyatanya, banyak kesusastraan Jepang yang dipenuhi dengan rasa penerimaan — bahkan perayaan — ketidakkekalan. “Mono no aware”, yang diterjemahkan menjadi “pathos of things,” adalah istilah Jepang untuk kesadaran akan ketidakkekalan, atau kefanaan sesuatu.

Ini berasal dari “Kisah Genji”, sebuah karya klasik sastra Jepang dari periode Heian yang sering dianggap sebagai novel pertama di dunia. Bunga sakura telah mewujudkan ungkapan ini, mewakili pahit-manis kesederhanaan hidup.

Bunga biasanya dikaitkan dengan feminitas, namun bunga sakura juga memiliki sisi maskulin. Mereka adalah simbol keberanian samurai. Orang-orang ini menghadapi kematian dengan keberanian. Seperti kata pepatah Jepang kuno, “Bunga terbaik adalah bunga sakura; pria terbaik adalah pejuang.” Sama seperti bunga sakura yang jatuh pada masa jayanya, samurai diketahui mengorbankan hidup mereka tanpa ragu demi negara mereka

Meskipun sakura mekar hanya sebentar, namun pengaruhnya terhadap Jepang sangat besar. Bunga ini telah menanam benih di hati orang-orang, memasuki kehidupan sehari-hari. Mulai dari makanan ringan dan minuman rasa sakura, dekorasi bercorak sakura, hingga pakaian yang terinspirasi dari sakura, bunga ini memenuhi orang-orang dengan rasa nyaman dan sukacita. Setelah hari yang panjang, sekilas keindahannya sudah cukup untuk mengangkat semangat jiwa seseorang.

Daya Tarik Universal

Ada banyak jenis sakura, masing-masing memiliki keindahannya sendiri, diantaranya bunga Somei Yoshino yang paling umum, bunga Yamazakura liar, dan bunga Shidarezakura merah muda cerah, atau sakura menangis. Sakura berasal dari negeri Tiongkok, di mana variasi spesies terbesarnya masih hidup di sana. Orang Jepang telah membudidayakan bunga ini sejak membawanya ribuan tahun yang lalu, dan telah menyebarkan keindahannya ke seluruh dunia.

Pemandangan bunga sakura pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat pada 1912, ketika Walikota Yukio Ozaki dari Tokyo menghadiahkan 100 pohon sakura ke Washington, D.C. Seiring waktu, budaya Hanami menyebar ke seluruh Amerika.

Sekarang, setiap tahun dari akhir Maret hingga awal April, Washington mengadakan festival bunga sakura nasional. New York, Los Angeles, dan Vancouver mengadakan perayaan mereka sendiri, seperti halnya kota-kota lain di Amerika Utara.

Di zaman ketika orang-orang semakin terisolasi, bunga sakura memiliki kekuatan untuk menyatukan orang. “Di bawah bunga sakura, tidak ada orang asing,” kata penyair Jepang Kobayashi Issa. Utagawa Hiroshige menggambarkan beberapa pemandangan pohon sakura yang bermekaran dalam serial lanskap format vertikal “Seratus Pemandangan Edo yang Terkenal”. Cetakan ini adalah “Kuil Suijin dan Massaki di Sungai Sumida”.

Tidak peduli seberapa besar perbedaan mereka, setiap orang dapat berkumpul untuk mengagumi keindahan sakura. (jen)

Artikel ini oleh Cora Wang dan diterjemahkan oleh Angela Feng diterbitkan ulang dengan izin dari Majalah Gaya Hidup Elite