Pemimpin Militer ISIS yang Dekat dengan Abu Bakar Al-Baghdadi Tertangkap di Turki

NTDTV.com

Media ‘Central News Agency’ mengutip laporan kepolisian memberitakan bahwa pemimpin militer Negara Islam (ISIS)  dengan nama sandi “Basim” yang keberadaannya menjadi misteri sejak Desember 2017, ternyata bergerak dengan menggunakan paspor palsu. 

“Basim” diduga menjadi anggota komite pembuat keputusan ISIS dan bertanggung jawab atas pelatihan ISIS di Suriah dan Irak.

Media berita independen ‘Middle East Eye’ melaporkan bahwa polisi Turki dan Badan Intelijen Nasional Turki (MIT) dalam operasi gabungan menangkap orang-orang yang dicurigai, kemudian diserahkan kepada pasukan anti-teroris untuk diselidiki.

Stasiun TV swasta NTV memposting foto “Basim” setelah penangkapan. Di sebelahnya ada gambar seorang pria berjenggot dengan seragam militer dan mengacungkan pisau besar. Dikatakan itulah “Basim”.

Namun, saat ini tidak dapat mengkonfirmasi klaim bahwa polisi Turki telah menangkap “Basim”, juga untuk mengkonfirmasi identitasnya, dan negara lain sejauh ini belum memberikan komentar terkait hal ini.

Media Turki melaporkan bahwa “Basim” yang berwarga negara Afghanistan pernah menjalin hubungan dekat dengan Abu Bakr al-Baghdadi. Serangan militer Amerika Serikat  pada bulan Oktober 2019 di provinsi Idlib di barat laut Suriah memaksa Baghdadi bunuh diri dengan meledakkan bom dalam rompi yang sedang dikenakannya.

ISIS pernah menduduki 1/3 dari masing-masing wilayah Suriah dan Irak. Setelah Irak mendapatkan kembali tanah yang hilang pada tahun 2017, cakupan aktivitas militan ISIS menyusut menjadi hanya bergerak di Salah al-Din, Diyala, dan Kirkuk. Di dalam segitiga yang dibatasi oleh 3 provinsi, termasuk Pegunungan Hamrin di timur laut Irak.

Cekungan Hamrin yang naik turun dan sulit untuk dijelajahi menjadi surga terbesar bagi para militan ISIS. Kelompok bersenjata Sunni dan Kurdi yang radikal telah menguasai daerah itu selama beberapa dekade. 

Ketika keamanan di daerah lain ditingkatkan, militan ISIS juga mundur ke daerah tersebut yang terletak di antara yurisdiksi Pasukan Keamanan Federal Irak dan Wilayah Kurdistan Irak.

Pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat masih aktif memerangi ISIS di Irak. Sekretaris Jenderal Organisasi Perjanjian Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg mengatakan pada bulan Februari tahun ini bahwa atas permintaan pemerintah Irak, pasukan NATO penggempur ISIS akan diperluas dari 500 menjadi 4.000 personel.

Misi yang diperluas ini kemungkinan akan mengambil alih bagian dari misi pelatihan yang dilakukan oleh koalisi anti-ISIS pimpinan Amerika Serikat. Anggota NATO termasuk Inggris, Turki, dan Denmark akan berpartisipasi dalam misi tersebut.

Kabarnya ISIS telah menculik puluhan orang di kota al-Saan di Suriah barat pada bulan lalu. Korban penculikan termasuk 11 orang warga sipil yang dituduh menjadi mata-mata pemerintah Suriah, serta 8 orang tentara dan polisi. Ini adalah aksi terbesar sejak runtuhnya ISIS hampir 3 tahun lalu. (sin)