Keluarga Peserta ‘Maraton Merenggut Nyawa’ di Tiongkok, Tolak Kompensasi Bersyarat Tutup Mulut

 oleh Li Jing

Insiden “Maraton Merenggut Nyawa” yang merenggut nyawa 21 orang peserta Maraton Lintas Alam di Gunung Baiyinyi, Provinsi Gansu pada 22 Mei lalu telah memicu perhatian besar publik. Publik meminta pihak berwenang Provinsi Gansu melakukan penyelidikan secara menyeluruh untuk mengetahui penyebab kecelakaan tersebut. Sementara pihak keluarga korban tidak puas dengan pihak penyelenggara  dan menolak menerima kompensasi dengan syarat tutup mulut. 

Kematian 21 orang peserta Maraton Lintas Alam di Gunung Baiyinyi, Provinsi Gansu pada 22 Mei lalu telah memicu perhatian besar masyarakat dalam dan luar negeri. Julukan “Maraton Merenggut Nyawa” juga mengejutkan para pejabat tinggi di Zhongnanhai, dan mereka meminta pihak berwenang Provinsi Gansu melakukan penyelidikan secara menyeluruh untuk mengetahui penyebab kecelakaan tersebut. 

Keluarga korban tidak puas dengan praktik resmi dan menolak menerima kompensasi. 

“Ini bukan bencana alam tapi bencana buatan manusia. Berapa banyak dari 21 orang korban itu adalah pilar keluarga ? Bagaimana kita melewati hari-hari mendatang ?” kata keluarga korban yang tidak puas.

Pejabat komunis Tiongkok tingkat tinggi baru tidak tinggal diam setelah 2 hari tragedi maraton merenggut nyawa mendapat perhatian tinggi dari masyarakat Tiongkok yang menuntut penjelasan. 

Menurut laporan dari media corong Partai Komunis Tiongkok ‘Xinhuanet’ pada 25 Mei, bahwa Komite Tetap Partai Komunis Tiongkok Provinsi Gansu mengadakan pertemuan pada 24 Mei untuk menyampaikan instruksi dari pemimpin Tiongkok, Xi Jinping dan Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang, serta mulai melakukan pengusutan terhadap kejadian dan mengambil tindakan yang diperlukan. 

Pertemuan juga menyebutkan terkait penanganan keluarga korban, pencarian penyebab kecelakaan untuk menuntut pertanggungjawaban pihak yang terlibat berdasarkan hasil investigasi.

Namun, komentator Zheng Haochang berpendapat bahwa karena insiden ini sudah diketahui oleh umum sehingga tidak mungkin bisa disembunyikan. Maka sebagai tindak tanggapan, yang dilakukan pejabat senior komunis Tiongkok tak lain adalah mengubah masalah menjadi lebih kecil dengan mencarikan seekor kambing hitam untuk menjalani hukuman. Kasusnya mirip “Pak De dalam tragedi pembunuhan Ditje”, lalu mengubah dukacita menjadi sukacita dengan memberikan kompensasi.

Keluarga korban menolak kompensasi yang bersyarat tutup mulut

Tahun ini merupakan tahun keempat diselenggarakannya Maraton Lintas Alam Gunung Huanghe Shilin di Provinsi Gansu, sponsor penyelenggara adalah Komite PKT Kota Baiyin dan Pemerintah Kotamadya Baiyin. 

Sementara penyelenggaranya adalah Biro Olahraga Kota Baiyin, Komite PKT Kabupaten Jingtai, dan Pemerintah Kabupaten Jingtai. 

Pelaksananya adalah Komite Pengelolaan Kawasan Pemandangan Hutan Huanghe Shilin dan Gansu Shengjing Sports Culture Development Co.

Baru-baru ini, para instansi terkait telah mengeluarkan kesepakatan untuk memberikan kompensasi dengan syarat tutup mulut, tetapi ada beberapa keluarga korban yang menolak menerimanya.

Media ‘Shandong Shangbao’ mengutip laporan keluarga korban pada 25 Mei memberitakan bahwa pihak berwenang setempat telah membuat kesepakatan kompensasi sebesar RMB. 950.000 kepada setiap keluarga korban tewas. Kompensasi  termasuk RMB. 500.000 kompensasi kecelakaan dari asuransi. Namun, banyak keluarga korban menolak menandatangani.

“Kami merasa bahwa ini bukan bencana alam, tapi bencana akibat ulah manusia. 21 orang korban tewas itu adalah tumpuan bagi keluarga,” kata keluarga korban.

Pihak keluarga percaya bahwa pengelola yang melakukan kesalahan, karena itu perlu bertanggung jawab, dan harus menunjukkan ketulusan dalam memberikan kompensasinya. 

Banyak anggota keluarga yang berpikir : “Kami tidak datang untuk meminta uang. Jika boleh, saya bersedia menggunakan uang untuk menebus nyawa korban. Tetapi toh sekarang tragedi sudah terjadi, bagaimana saya harus melewati hari-hari di depan ?”

“Ini uang untuk apa ? Bagaimana sifatnya ? Tidak ada orang yang memberikan penjelasan kepada saya,” kata anggota keluarga yang sesungguhnya lebih berharap mendapat penjelasan atas tragedi.

Salah satu anggota keluarga menunjukkan kepada media selembar surat perjanjian kompensasi yang di dalamnya tertera : “Pihak A dari perjanjian tersebut adalah Jingtai Yellow River Stone Forest Cultural Tourism Development Co., Ltd., dan Pihak B adalah pasangan, anak-anak atau orang tua dari korban.”

Bahwa pihak A dan B telah mencapai kesepakatan berikut atas dasar persamaan dan konsensus sukarela, yakni Pihak A secara sukarela membayar dana sebesar RMB. 900.000 sebagai kompensasi kematian, alimentasi, tunjangan dan biaya lainnya kepada Partai B dalam satu jumlah sekaligus.

Ini termasuk: “① Asuransi kecelakaan kelompok sebesar RMB.500.000 (dibayar oleh Yellow River Property Insurance Co., Ltd. Cabang Jingyuan). ② Dana asuransi bantuan bencana alam sebesar RMB. 100.000 (dibayar oleh Biro Manajemen Darurat Kabupaten Jingtai). ③ Dana kompensasi sebesar RMB. 100.000 (dibayar oleh Jingtai Yellow River Shilin Pengembangan Pariwisata Budaya Co, Ltd). ④ Dana kompensasi sebesar RMB. 100.000 (dibayar oleh Gansu Shengjing Sports Culture Development Co, Ltd.). ⑤ Dana bantuan sebesar RMB. 100.000 (dibayar oleh Pemerintah Rakyat Kabupaten Jingtai)”.

Juga disebutkan dalam perjanjian bahwa jumlah pembayaran di atas adalah kompensasi yang diberikan dengan pertimbangan komprehensif dari semua keadaan sebenarnya dari Pihak B. Jumlah ini merupakan kompensasi satu kali dan final. Dan pihak B tidak akan mengklaim biaya apa pun dari Pihak A atau departemen lain dengan alasan apa pun.

Selain itu, juga tertera : “Jika salah satu pihak melanggar ketentuan perjanjian ini dan menyebabkan kerugian bagi pihak lainnya, pihak yang mentaati perjanjian berhak untuk mengajukan tuntutan melalui pengadilan dengan yurisdiksi tempat kecelakaan itu terjadi.”

Permintaan bantuan yang disampaikan sejumlah peserta melalui grup WeChat, tetapi tim penyelamatan tak kunjung tiba

Karena semakin banyak orang yang mengetahui masalah itu,  mengungkapkan situasi yang terjadi, penyebab kematian tragis dalam marathon lintas alam berangsur terungkap.

Peserta maraton bernama Li Jian’an adalah direktur pusat rehabilitasi dari sebuah rumah sakit di Nanjing. Pada 22 Mei, ketika badai angin dan hujan dingin melanda, dia membuat keputusan untuk mundur dari lomba lari maraton dengan mempertimbangkan kondisi cuaca dan fisik dirinya. Ia menjadi salah satu peserta yang mundur dan kembali ke hotel tempat menginap rombongan.

Beberapa kontestan meminta bantuan melalui grup WeChat setelah berada dalam bahaya. Li Jian’an ingat dengan jelas bahwa pada 22 Mei siang sekitar pukul 2 ada seruan minta tolong di grup WeChat dari para peserta maraton. 

Seorang peserta wanita terus mengirimkan pesan minta tolong : “Bantu aku, aku kedinginan dan sudah tidak tahan lagi”, “Aku tidak bisa melihat siapapun di sekitar”, “Minta kalian segera mengirim helikopter ke sini”. 

Pesan permintaan bantuan membuat semua orang sangat khawatir, namun kemudian tidak terdengar lagi kabar peserta wanita tersebut.

Dalam sebuah wawancara dengan China News Weekly, Li Jian’an mengatakan, ia baru mengetahui melalui media bahwa petugas penyelamat setempat baru tiba di lokasi sekitar senja harinya. Padahal panggilan minta tolong awal dari peserta sudah dikirim sekitar jam 1 siang, dan kebanyakan peserta juga mengirim permintaan yang sama pada sekitar jam 2. Bahkan jika pasukan penyelamat tiba di gunung pada jam 4 sore, pertolongan sudah terlambat.

Sebelum tragedi terjadi, tim penyelamat sudah meminta perlombaan dibatalkan

Selain itu, Li Jian’an juga menyebutkan bahwa di lokasi CP2 sekitar pukul 1 siang hari itu, ia bertemu dengan salah satu anggota Tim Penyelamat Langit Biru yakni sebuah organisasi penyelamat profesional swasta, yang sedang berbicara dengan pihak penyelenggara lewat sambungan telepon. 

Anggota Tim penyelamat itu mengatakan bahwa menurut pengalamannya, perlombaan maraton seharusnya dihentikan. Tapi lawan bicaranya masih ragu-ragu, sehingga membuat orang dari Tim Penyelamat Langit Biru sangat kesal.

Anggota Tim penyelamat tersebut akhirnya meninggalkan kalimat : “Saya sudah katakan, dan saya sudah berusaha sebaik mungkin, perlombaan harus dihentikan”. 

Lalu dia menutup telepon. Li Jian’an mengatakan bahwa dirinya tidak tahu lagi apa tindakan selanjutnya, tetapi sudah ada seseorang dari Tim Penyelamat Langit Biru setidaknya jam 1 siang itu sudah memperingatkan agar penyelenggara  menghentikan perlombaan.

Namun, peringatan itu diabaikan dan acara tetap dilanjutkan. Beberapa jam kemudian, 21 dari 172 orang peserta lomba maraton meninggal dunia karena hipotermia yang tidak segera mendapat pertolongan. (sin)