Apel Seharga Rp 10 Ribu Dijual oleh Gadis Cilik Seharga Rp 60 Ribu Rupiah, Pria yang Membelinya Ikhlas Setelah Tahu Sebabnya!

ETIndonesia-Meilan adalah anak yang bernasib malang, ayahnya meningggal dunia karena jatuh dari gunung saat mengumpulkan tanaman (obat) herbal. Saat itu Meilan baru berusia 5 tahun. Meskipun ditinggal bapaknya, ibunya masih sanggup merawat dan membesarkannya termasuk seorang adiknya.

Keluarganya menggantungkan hidupnya dari puluhan pohon apel di kebunnya, meski susah tapi keluarga ini hidup bahagia dalam kesederhanaan. Namun, tak disangka, tiba-tiba saja ibunya jatuh sakit saat memetik apel di kebunnya.

Meilan yang baru berusia 9 tahun itu tiba-tiba saja menjadi dewasa, ia menjadi tulang punggung keluarga, menjaga adiknya sekaligus merawat ibunya yang terbaring sakit di tempat tidur.

Dokter desa mengatakan bahwa ibunya harus dibawa ke rumah sakit di kota untuk memeriksa penyakitnya. Namun butuh biaya sekitar 60 juta rupiah, ibunya hanya bisa menghela napas mendengar biaya yang tak terjangkau olehnya.

“Sudahlah, biar saya pergi saja, semuanya tuntas tanpa beban lagi, hanya saja saya tidak tega dengan kedua anak ini, bagaimana nasib mereka nantinya,” kata ibu Meilan tak berdaya.

Tetes demi tetes air mata ibu Meilan membasahi bantalnya, sementara itu, Meilan menyeka dengan lembut air mata ibunya dengan handuk sambil berkata kepada ibunya untuk tidak perlu khawatir, karena masih ada dia yang akan menjadi tulang punggung keluarga.

Meilan berkata kepada ibunnya bahwa dia sudah cukup dewasa, bukan anak kecil lagi.

Meilan memikirkan 500 kg buah apelnya yang belum terjual di rumah, dia mengambil pena dan kertas lalu menghitung kalau 60.000 setengah kilo, maka ia bisa mendapatkan 60 juta kalau semua apelnya terjual, sehingga bisa membawa ibunya ke rumah sakit.

Tak jauh dari desa, ada sebuah jalan berkelok-kelok, disana ada orang yang menjajakan buah-buahan seperti apel, pir atau lainnya di pinggir jalan itu, begitu juga dengan Meilan menjajakan apelnya disana.

Saat memasuki musim dingin, angin dingin menusuk sampai ke tulang, mobil-mobil yang berlalu lalang juga jarang, terkadang ada juga supir yang berhenti sebentar menanyakan harga apel yang dijajakan Meilan.

Meilan menggosok-gosok apel dengan tangan mungilnya yang memerah tertusuk angin musim dingin, dan berkata, “Apel saya 60,000 setengah kilo.”

Mendengar harga itu mereka pun terkejut seketika, dan berkata, “Hei dek, apa gak salah, memangnya apelmu itu buah persik dari istana langit ya, harga apel kan biasanya hanya sekitar 10,000 setengah kilo ?” Kata mereka lalu pergi dan beli di kios lainnya.

Bibi yang menjual buah pir di sebelahnya berkata pada Meilan, “Hey dek, apa gak salah harga apelmu itu? Apalagi orang sekarang kan tidak bodoh, kalau ada yang mau beli beberapa kilo seharga 10,000 saja, itu juga sudah syukur, apalagi mau dijual seharga 60,000 setengah kilo. Hadeuh, seperti orang gila saja mikirin uang,” kata si bibi sambil menepuk ujung mantelnya.

“Bibi, tidak bisa terlalu rendah lagi, saya sudah hitung, kalau harganya direndahkan lagi, saya tidak bisa mengumpulkan uang untuk berobat ibu saya di rumah sakit,” kata Meilan .

Selama lima hari itu, Meilan belum juga berhasil menjual setengah kilo apelnya, bibi yang melihatnya pun tak bisa berbuat banyak, hanya memandang Meilan yang dengan sabar menunggu pembeli di musim dingin yang menusuk tulang itu.

Pada hari itu, sebuah mobil berhenti, dan kebetulan berhenti di depan lapak Meilan, kemudian terlihat seorang pria paruh baya yang tinggi gemuk turun dari mobil, dan sambil tersenyum dia bertanya,

“Harga apelnya berapa dek ?” tanyanya.

Meilan ragu sejenak, lalu dengan teguh berkata, “Apel ini 60.000 setengah kilo om.”

“Oh? Apel jenis apa ini ya, kok bisa semahal itu?” Tanyanya penasaran sambil mengambil satu apel, dan melihat-lihat, kemudian tersenyum, dan berkata pada Meilan, “Ini apel biasa kok, Anak kecil tidak boleh bohong lho”

“Om, saya benar-benar tidak menambah sepersen pun lagi,” kata Meilan mulai cemas. “Saya sudah hitung beberapa kali, 60,000 setengah kilo pas.”

Pria itu pun mulai tertarik dengan perkataan Meilan.

“Bagaimana kamu menghitungnya ?” Tanyanya.

Meilan lalu menceritakan kepada pria itu tentang uang yang dia butuhkan untuk biaya berobat ibunya.

Pria itu berbalik dan menanyakan hal itu pada si bibi, “Apa betul apa yang dikatakan anak itu bu?”

Tampak bibi itu mengusap air matanya dan berkata, “Memang benar apa dikatakannya, anak itu benar-benar malang nasibnya, meski baru sembilan tahun, tapi dia seperti orang dewasa untuk keluarganya,” kata si bibi sambil menghela napas. “Anak itu hampir gila karena kekurangan uang untuk biaya berobat ibunya, pak, tidak apa-apa kalau bapak tidak mau beli, tapi tolong jangan memarahinya ya, kasihan.”

Pria paruh baya itu merenung sebentar, kemudian bertanya pada Meilan masih ada berapa kilo sisa apelnya di rumah, dan dia ingin melihatnya.

Meilan pun buru-buru mengiyakan dan membawa pria itu ke rumahnya. Pria itu melihat ruangan yang gelap, dan tampak ibu Meilan terbaring di tempat tidur.

Dengan perasaan takut dia melihat seorang pria jangkung yang tak dikenal masuk ke dalam rumah.

Ibu Meilan pun berpikir pasti Meilan telah melakukan sesuatu yang menyinggung perasaan pria itu, dan saking takutnya dia pun buru-buru berkata pada pria itu, “”Pak, maaf pak anak itu masih kecil, tidak tahu apa-apa, saya minta maaf seandainya dia melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan bapak,” kata ibu Meilan cemas.

Namun, setelah pria itu berbicara dengan ibu Meilan, lalu dia berkata pada Meilan, “Nak, om putuskan membeli semua apelmu, sesuai dengan harga yang kamu bilang, 60,000 setengah kilo.

“Nak, apelmu dihitung harga pasar saja 10,000 setengah kilo, sisanya yang 50,000 itu adalah baktimu sebagai anak yang telah mengetuk nurani om,” kata pria itu sambil memberikan selembar kartu nama dan berpesan pada Meilan. “Ingat, jangan lupa untuk menemui om jika mengalami kesulitan saat membawa ibumu berobat di kota, sekali lagi ingat, jangan lupa hubungi om ya”

Ibu Meilan tiba-tiba menangis tersedu-sedu seperti anak kecil, Meilan pun heran dan berkata pada ibunya, bu apelnya sudah habis terjual, apa lagi yang ibu cemaskan, ibu jangan menangis lagi ya, nanti ditertawakan sama om itu lho…kata Meilan setengah canda pada ibunya.(jhn/yant)

Apakah Anda menyukai artikel ini? Jangan lupa untuk membagikannya pada teman Anda! Terimakasih.