Lebih Penting Kedudukan Daripada Diplomasi ? Xi Jinping Memilih Absen Hadir di KTT Internasional

oleh Luo Ya

KTT Kelompok 20 ( G20 ) telah berakhir di Roma, Italia pada 31 Oktober. Ketika presiden dan perdana menteri dari G20 bertemu di Roma, pemimpin komunis Tiongkok Xi Jinping tidak ada di antara mereka. Dunia luar sedang membicarakannya, Xi Jinping sudah 21 bulan tidak keluar dari daratan Tiongkok.

The Voice of America mengatakan bahwa hubungan komunis Tiongkok dengan negara- negara G20 termasuk Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Jepang dan negara-negara lain cukup tegang akhir-akhir ini, dan hubungan dengan Australia juga melorot ke titik terendah. Rezim Beijing telah berulang kali dikritik oleh negara-negara Barat tentang isu-isu seperti Taiwan, Hongkong, Xinjiang, dan Laut Tiongkok Selatan yang dianggap sebagai “kepentingan inti” oleh Beijing. Ketidakhadiran Xi Jinping mungkin juga karena takut dikepung.

The New York Times melaporkan bahwa, selain faktor pencegahan epidemi sebagai alasan, Xi Jinping takut keluar dari daratan Tiongkok berarti bahwa fokus kebijakan pemerintah Tiongkok telah bergeser dari diplomasi ke urusan internal. Hal terpenting bagi Xi Jinping saat ini adalah membuat rezimnya tetap stabilitas di awal Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis Tiongkok tahun depan, bukan kegiatan diplomatik tatap muka.

Pada 30 Oktober, Xi Jinping menghadiri KTT di Beijing melalui video untuk berbicara tentang epidemi dan perubahan iklim. Dia juga mengusulkan enam inisiatif kerjasama vaksin global, dan menekankan bahwa Tiongkok telah menyediakan lebih dari 1,6 miliar dosis vaksin ke lebih dari 100 negara dan organisasi internasional. Lebih dari 2 miliar dosis akan diperuntukkan kepada dunia luar.

Namun, pakar keuangan Taiwan Edward Huang berpendapat bahwa penyebaran virus berasal dari daratan Tiongkok, pemerintah komunis Tiongkok harus menanggung besarnya dampak baik masalah kompensasi atas wabah dan keterlacakan virus. 

Selain itu, Olimpiade Musim Dingin Beijing sudah semakin mendekat, dan pemerintah komunis Tiongkok sekarang mengusulkan apa yang disebut bantuan untuk vaksin internasional. Sampai batas tertentu, ini juga merupakan tanggapan terhadap kecurigaan internasional terhadap Beijing.

Edward Huang menyatakan, Pemerintah komunis Tiongkok menyediakan begitu banyak vaksin, sebagian besar tidak diberikan secara gratis, termasuk ke Filipina, Indonesia, atau banyak negara lain. Negara-negara itu sebenarnya membelinya. Inilah yang mereka sebut sebagai pemberian. Ini adalah praktik komersial. Angka-angka yang disebutkan oleh pemerintah komunis Tiongkok itu bukanlah apa yang mereka katakan sebagai pemberian gratis. Jika Anda menggunakan definisi komunis Tiongkok, bagaimana dengan Amerika Serikat atau Inggris yang telah mengirimkan lebih banyak vaksin, Pfizer, Moderna, Mereka berkontribusi lebih banyak untuk dunia. 

“Jadi saya pikir pernyataan ini benar-benar fokus yang kabur,” ujar Edward Huang. 

Yuan Hongbing, seorang ahli hukum yang tinggal di Australia percaya, bahwa komunis Tiongkok menggunakan epidemi untuk menerapkan strategi ekspansi global totaliter pemerintah komunis Tiongkok.

“Kiranya semua masih ingat bahwa pada awal epidemi ini, ketika dunia sedang berkecamuk, komunis Tiongkok mulai memonopoli peralatan pencegahan epidemi, termasuk masker, peralatan perlindungan dan lainnya, untuk mencoba mencapai tujuan politiknya. Itu adalah tipikal penggunaan bencana manusia untuk memaksa negara lain mematuhi kemauan politiknya. Dalam pidato Xi Jinping ini, dia masih ingin menggunakan diplomasi vaksin untuk mencapai ekspansi global totaliternya”, kata Yuan Hongbing.

Di antara enam inisiatif tersebut, Xi Jinping menyebutkan bahwa ia akan meluncurkan inisiatif kemitraan vaksin “Belt and Road” dengan 30 negara.

Yuan Hongbing mengatakan : “Kecuali Pakistan, tidak ada yang benar-benar mendukung Inisiatif Belt and Road Xi Jinping. Apa yang disebut model pembangunan ekonomi Xi Jinping untuk Inisiatif Sabuk dan Jalan sebenarnya telah mengalami kegagalan total”.

Edward Huang mengatakan : “Tentu saja dia bisa saja meneriakkan slogan-slogan ini dan itu, tetapi pada kenyataannya, apakah tingkat pencapaian sesuai dengan apa yang ia katakan. Saya pikir sulit untuk mengevaluasi secara internasional, jadi saya pikir kita sebaiknya pasang mata pasang telinga saja terhadap pidato Xi Jinping, lain waktu baru kita evaluasi”.

The New York Times melaporkan bahwa komunis Tiongkok telah beralih ke menutup negara dari hubungan internasional. Pada Kongres PKT tahun depan, intrik politik telah muncul. Noah Barkin dari Rhodium Group, sebuah perusahaan riset mengatakan : “Semua pejabat komunis Tiongkok sekarang sedang berada dalam kondisi panik”. (sin)