Hari HAM Internasional, Mitos Hak Asasi Manusia dengan ‘Karakteristik Tiongkok’

oleh John A. Deller

10 Desember menandai Hari Hak Asasi Manusia, memperingati hari pada tahun 1948 di mana Majelis Umum PBB  mengadopsi Universal Declaration of Human Rights (UDHR) atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Kurang dari setahun kemudian, pada 1 Oktober 1949, pemimpin Komunis Tiongkok Mao Zedong mendeklarasikan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok.

Pada tahun 1947, sebagai persiapan untuk penyusunan  Universal Declaration of Human Rights  oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB (UNESCO) melakukan sebuah penyelidikan internasional mengenai asal-usul dan landasan filosofis hak asasi manusia.

Tanggapan Tiongkok terhadap penyelidikan itu berjudul “Hak Asasi Manusia dalam Tradisi Tiongkok” dan berasal dari Lo Chung-Shu, seorang profesor filsafat di

Universitas Tiongkok-Barat, Chengdu, Sichuan, yang juga merupakan seorang konsultan khusus untuk UNESCO.

Lo Chung-Shu menjelaskan bahwa Tiongkok tidak memiliki konsep Barat mengenai hak asasi manusia yang dinyatakan oleh konstitusi politik, tetapi orang-orang Tiongkok mengklaim dan menikmati hak-hak dasar manusia berdasarkan konsep Konfusianisme yaitu “saling  kewajiban” untuk mencegah pelanggaran hak-hak individu.

“Bukannya mengklaim hak asasi manusia, ajaran etika Tiongkok menekankan sikap simpatik yang menganggap semua orang memiliki keinginan yang sama, dan oleh karena itu hak yang sama, seperti yang ingin dinikmati sendiri.”

Lo Chung-Sh juga mengacu pada klasik Tiongkok, Kitab Sejarah, dalam menjelaskan kode moral antara individu dengan negara dalam kebudayaan tradisional Tiongkok.

“Langit melihat seperti yang dilihat rakyat kita; Langit mendengar seperti yang didengar rakyat kita. Langit adalah penyayang terhadap rakyat. Apa yang diinginkan rakyat, Langit akan menjadi mewujudkannya. Langit mencintai rakyat, dan pejabat penguasa harus patuh Langit.”

Karena kesejahteraan rakyat bergantung pada niat baik para penguasa, jika seorang Kaisar tidak lagi memerintah untuk kesejahteraan rakyat, rakyat berhak memberontak, seperti yang terlihat pada pergantian dinasti selama ribuan tahun di Tiongkok.

Hak Asasi Manusia di Tiongkok dan Falun Gong

Meskipun bernama Republik Rakyat Tiongkok, “rakyat” ada untuk melayani negara. Ideologi komunis menyangkal keberadaan Tuhan atau dewa-dewi, menyatakan bahwa agama-agama adalah ciptaan manusia, dan hak asasi individu adalah sebuah konstruksi Barat.

Sejak tahun 1949, Partai Komunis Tiongkok telah berkampanye untuk menghancurkan landasan tradisional kebudayaan Tiongkok dan hubungan-hubungan sosial untuk menanamkan ideologi komunisnya. Menyusul dampak  Revolusi Kebudayaan tahun 1966-1976 yang merusak, ada sebuah periode singkat pada tahun 1980-an di mana Tiongkok tampaknya membuka diri. Aspek-aspek tradisional merusak Tiongkok, seperti qigong (latihan-latihan energi), diterima dan dipromosikan oleh Partai Komunis Tiongkok.

Dalam Hal ini, Falun Gong (juga disebut Falun Dafa) pertama kali diajarkan kepada masyarakat di Tiongkok pada tahun 1992 oleh Mr Li Hongzhi, dan terdaftar di Asosiasi Penelitian Qigong Tiongkok pemerintah Tiongkok.

Pengikut Falun Gong mengambil bagian dalam latihan bersama di Taipei, Taiwan, pada 5 Desember 2020. (Pai Chuan / The Epoch Times)

Falun Gong adalah sebuah latihan spiritual dalam tradisi Buddhis yang terdiri dari latihan meditasi yang lembut dan ajaran moral yang berpusat pada prinsip Sejati, Baik, dan Sabar. Sesuai dengan tradisi kebudayaan Tiongkok, Falun Gong mengajarkan tanggung jawab pribadi atas tindakan dan pilihan etika seseorang dalam hidup.

Pada 1998, survei Partai Komunis Tiongkok sendiri menemukan bahwa Falun Gong dipraktikkan oleh lebih dari 70 juta orang di Tiongkok, yang meningkatkan kesehatan mereka dan menyelamatkan jutaan yuan pemerintah setiap tahun.

Namun, garis keras di Partai Komunis Tiongkok tidak dapat mentolerir tindakan orang-orang Tiongkok semakin banyak menganut ajaran Falun Gong, karena Falun Gong mengajarkan suatu bentuk pemikiran etis bahwa, menantang kemampuan rezim komunis Tiongkok untuk mempertahankan kendali terhadap penduduk Tiongkok melalui pemikiran komunis. Pada Juli 1999, Partai Komunis Tiongkok memulai kampanye kekerasan untuk membasmi Falun Gong, yang berlanjut hingga saat ini.

Pada dasarnya, Partai Komunis Tiongkok takut orang-orang Tiongkok menjadi sadar dan menyingkirkan Partai Komunis Tiongkok, seperti nasib penguasa korup masa lalu di Tiongkok. Proses kesadaran tersebut dimulai pada akhir tahun 2004 melalui gerakan sosial akar rumput yang dikenal dalam bahasa Mandarin sebagai “Tuidang” atau Mundur dari Partai Komunis Tiongkok. 

Saat ini lebih dari 387 juta orang di Tiongkok dan di seluruh dunia telah melepaskan ikatannya dengan Partai Komunis Tiongkok dan organisasi-organisasi yang bergabung dengan Partai Komunis Tiongkok, dan mengajukan pernyataan di situs web Tuidang.

Hak Asasi Manusia Barat dan Asia?

Gagasan hak asasi manusia yang unik atau “Asia” dipromosikan oleh Partai Komunis Tiongkok dan negara-negara lainnya, yang mana berusaha untuk memprioritaskan kendali negara atas hak asasi manusia setiap orang.

Pemahaman tradisional Tiongkok mengenai hak-hak rakyat terkait dengan hubungan langit yang mengawasi kehidupan manusia di bumi. Konsep Barat mengenai hak asasi manusia juga terkait dengan langit di bawah berbagai ajaran agama Yudea-Kristen.

Pada dasarnya, hak asasi manusia Barat dan Tiongkok tradisional memiliki landasan yang sama–—penghormatan dan bimbingan dari alam-alam spiritual. Demikian pula,  prinsip Falun Dafa yaitu Sejati, Baik, Sabar (Zhen Shan Ren dalam bahasa Mandarin) ditemukan di jantung semua agama ortodoks.

Orang-orang dari semua kebudayaan, baik Barat atau pun lainnya, mengalami ketidakadilan yang menuntut pengakuan dan ganti rugi.

Pengikut Falun dafa berlatih meditasi Falun Dafa di sebuah taman di Sydney pada 26 Juni 2017. (Courtesy of Emma Morley)

Itu adalah kesamaan yang kita semua bagikan. Tidak masalah jika seseorang berasal dari sebuah negara Barat atau sebuah negara Asia; semua orang akan mengalami kerinduan untuk kebebasan jika mereka dikurung, merasa sakit jika mereka disiksa, dan semua akan mati jika mereka ditembak di kepala.

Hak Asasi Manusia–—Dinyatakan oleh Manusia atau Dijiwai oleh Tuhan?

Sebuah doktrin hak asasi manusia tanpa dasar Ilahi pada kehidupan manusia adalah terancam manipulasi oleh keasyikan manusia dengan kepentingan duniawi.

Jika hak asasi manusia dideklarasikan oleh manusia, maka kita memasuki ranah yang memperdebatkan hak apa yang terpenting dan hak apa yang dapat dinegosiasikan karena kepentingan lain, seperti pembangunan dan perdagangan. 

Beberapa orang mengatakan hal ini sudah ada ketika negara-negara membuat keputusan kepentingan ekonomi atau nasional untuk tidak menghadapi pelanggaran hak asasi manusia yang berantai, seperti rezim Tiongkok.

Karena Partai Komunis Tiongkok menyatakan permusuhan terbuka terhadap konsep Tuhan, maka tidak mengejutkan bahwa Partai Komunis Tiongkok akan menentang hak asasi manusia yang diberikan Tuhan. Adalah sangat penting bahwa semua orang dan bangsa yang memahami dasar hak asasi manusia universal membuat sebuah pendirian.

Pada 13 Mei 2021, beberapa praktisi Falun Gong di wilayah Greater New York mengadakan pawai akbar di Manhattan untuk merayakan “Hari Falun Dafa Sedunia” ke-22. (Dai Bing / The Epoch Times)

Praktisi Falun Dafa mengkultivasi dirinya sendiri menurut prinsip tradisi yang diberikan oleh Surga. Dari sudut pandang ini, kita mendekati kekejaman yang dilakukan oleh Partai Komunis Tiongkok terhadap banyak rekan praktisi kita sebagai sebuah tampilan yang dapat menunjukkan kepada orang-orang di dunia apa yang baik dan apa yang buruk.

Kita juga percaya berbicara membicarakan bahwa hal ini memberi orang-orang sebuah kesempatan, untuk memutuskan apa yang mereka pikirkan adalah benar atau salah dan memilih berpihak di sisi mana.

Pada 10 Desember adalah sebuah hari untuk merenungkan telah menjadi apa dunia ini dan akan menjadi apa dunia ini. Anda tidak harus memeluk sebuah keyakinan agama atau kebudayaan tertentu untuk mengakui bahwa manusia memiliki sebuah hak suci untuk hidup.

Memperlakukan orang lain seperti diri anda sendiri ingin diperlakukan, menangkap prinsip universalitas hak asasi manusia—–dan tanggapan universal yang diperlukan untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia. (Vv)

John A. Deller adalah anggota komite Himpunan Falun Dafa Australia